KASONGAN – Sejumlah produk hukum yang tertuang dalam peraturan daerah (perda) di Kabupaten Katingan tidak berjalan sesuai harapan. Bahkan kadang, penerapannya tersandung masalah lantaran tidak sesuai dengan kondisi maupun kebutuhan masyarakat.
Pengamat hukum dan politik Katingan H Muhammad Yahya menuturkan, tidak sedikit implementasi perda yang menemui jalan buntu ketika diterapkan langsung ke lapangan. Sebab, dalam prosesnya, banyak perda yang tidak berlandaskan atau berlaku secara universal dan jangka panjang.
”Contoh paling dekat adalah Perda Hotel dan Restoran. Perda ini sangat spesifik sekali, karena hanya diterapkan pada hotel dan restoran saja. Padahal, faktanya, hampir sebagian besar masih berupa warung-warung makan dan losmen saja. Benar jangka panjang, tapi tidak bersifat universal," ungkapnya, Jumat (20/10).
Perda tersebut ternyata juga diterapkan untuk warung, rumah makan, maupun usaha sejenis. Padahal, usaha yang dijalankan masyarakat kelas kecil dan menengah yang notabene tidak mengandalkan manajemen profesional.
”Inilah yang kadang-kadang melupakan aspek teknis pelaksanaan dan pada akhirnya sulit dilaksanakan oleh instansi bersangkutan," ujar mantan anggota DPRD Katingan ini.
Hal itu membuktikan bahwa aturan dalam perda tersebut tidak bisa diterapkan secara konsekuen. Akhirnya, malah menjadi bumerang lantaran banyak memuat regulasi yang berpotensi menjadi sumber kelemahan hukum.
”Dalam teori Moller tentang sosiologi hukum, untuk membuat sebuah perda, prasyaratnya harus berlaku universal. Artinya, pemberlakukannya secara umum. Tidak membedakan ras, suku, agama, golongan kaum elit maupun masyarakat kelas menengah ke bawah," tegasnya.
Kedua, timpalnya, perda haruslah berlaku secara jangka panjang. Artinya, pihak-pihak berkepentingan harus mempunyai arah atau terkaan jangka panjang terhadap eksistensi maupun pemberlakuan regulasi daerah tersebut.
”Perda dibuat bukan untuk kepentingan satu atau dua bulan saja, tapi sepanjang masa. Kalau kita ingin membuat perda, harus dipikirkan secara matang. Karena aturan ini untuk masyarakat, sedangkan kondisi masyarakat itu sangat kompleks," katanya.
Penyandang gelar doktor ini mengharapkan anggota DPRD, agar saat menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) juga melibatkan masyarakat.
”Kalau memang sudah final, baru dilakukan pembahasan. Dalam pembahasan itu pemilik rumah makan juga harus dilibatkan, karena untuk membuat perda suara mereka juga harus didengar," pungkasnya. (agg/ign)