SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Senin, 30 Oktober 2017 16:48
Gembira, Risih, dan Rezeki di Antara Raungan Kuda Besi

Setelah Sebelas Tahun Road Race ”Mati Suri”

HILANG KENDALI: Seorang pembalap kehilangan kendali sepeda motornya saat berada di tikungan pada ajangKejurda Motorprix IMI Kalteng Seri IV yang digelar di Taman Kota Sampit, Minggu (29/10). (TAMAMU RONY/RADAR SAMPIT)

SEBELAS  tahun lamanya ajang balap motor road race tak pernah lagi digelar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Para pecinta otomotif itu akhirnya melepas dahaga setelah event itu digelar kemarin.

TAMAMU RONY, Sampit

Desingan suara mesin beradu di antara ribuan keringat penonton yang memadati arena road race di areal Taman Kota Sampit, Minggu (29/10) siang. Kepulan asap kendaraan membumbung tinggi hingga menyeka udara yang terkontaminasi teriakan warga yang antusias melihat laga di bibir arena.

Beberapa remaja nampak berlarian merebut tempat terbaik untuk mendapatkan pandangan jelas puluhan pebalap yang bertanding dari berbagai daerah itu. Sekitar seratus orang dari Jalan S Parman, bahkan melompat dan memanjat pagar pembatas untuk sekedar melihat momen yang sudah lama tidak ada gaungnya. Ajang yang sama terakhir digelar sebelas tahun silam.

Bagi warga, tidak ada yang lebih menarik selain melihat tikungan yang dibuat dari ban-ban bekas sebagai pembatas sirkuit dan mendengar bisingnya suasana dari suara knalpot motor para pembalap. Haidar, misalnya, pria 30 tahun itu jauh-jauh dari Seruyan ke Sampit hanya untuk melihat momen yang jarang tersebut.

”Memang tidak ada yang seperti ini beberapa tahun belakangan. Ya, baru di Sampit ini ada lagi road race setelah sekian lama. Saya memang salah satu penggemar otomotif, untuk urusan balap saya paham. Makanya saya jauh-jauh dari Seruyan datang untuk menyaksikan momen ini. Ingin tahu kualitas pembalap-pembalap yang bertanding,” ujar pria berkacamata itu.

Apa yang dipikirkan Haidar rupanya tak sejalan dengan KM. Pria berusia 28 tahun yang enggan disebutkan nama jelasnya itu mengaku risih dengan raungan kuda besi yang bersahutan. Sejak laga dibukanya Sabtu (28/10), dia tidak bisa tidur siang dengan nyenyak, lantaran rumahnya tidak jauh dari arena balap.

KM mengaku bukan pecinta balap. Di sisi lain, antusiasme ribuan masyarakat mengalahkan keinginan dalam hati untuk tidak menyetujui digelarnya Kejurda Motorprix Ikatan Motor Indonesia (IMI) Kalteng Seri IV tersebut. Lantas, dia kemudian pasrah dan berjuang melawan kebisingan yang sama selama dua hari di jam siang itu.

Di sisi lain, para pedagang kaki lima (PKL) justru ketiban rezeki. Semenjak dibukanya ajang itu, omset naik dua kali lipat dari biasanya. Kodi, pedagang es dawet yang biasa mangkal di sekitaran Jalan HM Arsyad tersenyum kecil saat ditanya perihal perbandingan pendapatannya di hari biasa dan saat road race digelar.

”Alhamdulillah, ada kenaikan pemasukan yang cukup besar. Kalau biasanya saya dapat pemasukan antara Rp 200 – Rp 300 ribu, hari ini saya dapat sudah lebih dari Rp 700 ribu, padahal dagangan belum habis,” katanya sambil tetap tersenyum. Sesekali tertawa.

Beberapa pedagang lain rupanya sepaham dengan Kodi. Mereka bahkan ingin Bupati Kotim Supian Hadi sering-sering menggelar ajang seperti itu di Taman Kota. Tujuannya jelas, agar penghasilan mereka ikut terdongkrak.

Namun, suksesnya acara itu rupanya tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat soal ibadah. Meski jam sudah menunjuk waktu salat Zuhur yang ditandai dengan gaungan suara azan, penonton masih memadati arena balap.

Tidak terlihat satu pun yang turun dan mendekati musala. Hanya beberapa yang meninggalkan arena. Namun, setelah diamati, justru pedagang pentol bakar yang mereka serbu. Padahal, masjid di Polsek Ketapang cukup dekat dari lokasi acara. Hanya berada sekitar lima menit perjalanan motor dan lima belas menit berjalan kaki.

Menyoal urusan ketertiban, lain lagi ceritanya. Penonton yang tadinya berebut tempat terdepan, tidak mau diatur petugas keamanan yang menyuruh mereka agar mundur ke belakang pembatas sirkuit, yang terbuat dari tumpukan ban.

Alasannya, mereka tidak mau ”singgasananya” untuk melihat jelas para pembalap yang bertanding diduduki orang lain. Bahkan, para ibu-ibu muda yang sejak satu jam berdiri sambil membawa payung untuk melindungi kulitnya dari panas matahari, sudah tidak mempedulikan anaknya.

Beberapa dari ibu-ibu itu nampak sibuk dengan payung dan tempatnya. Sesekali mereka melihat samping kanan, kiri, dan belakangnya untuk berjaga-jaga, siapa tahu ada yang ingin menggeser tempatnya.

Hingga konsentrasi mereka pecah, setelah anak-anaknya menangis lantaran melihat pedagang mainan yang kebetulan baru datang. Seperti yang dialami Tuti Rahayu (28), warga Jalan Kapten Mulyono itu sudah berdiri hampir satu setengah jam untuk menjaga ”area kekuasannya” tidak direbut orang lain. Namun, kerewelan Doni (8) karena ingin dibelikan mainan membuatnya harus merelekan tempatnya diperebutkan.

”Sudah sekitar satu setengah jam tadi saya menonton. Seru, soalnya jarang ada balapan seperti ini. Saya sudah beli tiket, makanya agar tidak rugi saya cari tempat yang terbaik agar bisa melihat balapan dengan jelas. Sudah capek-capek dapat tempat ini, malah anak saya menangis minta mainan,” katanya dengan cemberut.

Antusiasme warga Kotim melihat road race tersebut menurut pakar psikologi asal Malang Jawa Timur, Alfan Khanafi, sebuah perilaku yang biasa. Menurutnya, seseorang setelah tadinya diberikan sesuatu, namun sesudahnya tidak lagi diperlihatkan akan sesuatu itu dengan tempo yang lama, lalu diberikan lagi dengan momen dan konsep yang sama, terjadi sebuah gejolak hasrat dalam diri yang ingin mendapatkan sesuatu tersebut, bagaiamana pun caranya.

”Ada semacam gejolak, apakah ingin melihat atau mengambil sesuatu itu atau tidak. Namun, dalam banyak kasus mayoritas orang akan mengambil momen-momen sama yang sudah lama tidak mereka dapatkan itu. Maka dalam hal ini, ada namanya kerinduan yang teramat sangat. Tergantung bagaimana menyikapinya,” ujarnya, ketika dihubungi melalui sambungan telepon.

Khanafi menuturkan, ada beberapa kondisi ketika orang mendapatkan sesuatu yang dirindukan, yaitu baik buruknya upaya mereka mendapatkan sesuatu atau apa dampak dari sesudah mendapatkan sesuatu itu.

”Tergantung bagaimana masyarakat menyikapinya. Kalau tidak bijak, bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain, antusiasme warga melihat road race itu sebetulnya sedang diuji,” pungkasnya. (***/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers