SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Rabu, 25 November 2015 21:09
Maaf untuk Film Indonesia

Oleh: AZRUL ANANDA

SAYA tak ingat kapan saya terakhir nonton film Indonesia.

***

Mohon maaf sebesar-besarnya. Asli. Saya mohon maaf sebesar-besarnya. Bukan maksud saya untuk meremehkan atau merendahkan. Dan tolong jangan anggap saya sombong atau tak peduli.

Karena, saya tidak ingat kapan saya terakhir nonton film Indonesia.

Mungkin saya termasuk orang yang missing the moments. Waktu film Indonesia berjaya dahulu, saya masih terlalu kecil untuk memahami dan menyukai.

Tahunya hanya Dono-Kasino-Indro, plus kalau tidak salah dulu saya nonton film Gundala (karena saya dari kecil, dan sampai sekarang, adalah penggemar berat Gundala).

Kemudian sejak lulus SMP saya sudah diasingkan ke negara lain, jadi selama tujuh tahun, sampai lulus kuliah, praktis tidak pernah nonton film Indonesia.

Walaupun saya terus terang sangat hobi nonton film. Apalagi di Amerika (dan beberapa negara maju lain), cukup bayar satu tiket, bisa nonton sepuas-puasnya.

Karena begitu beli tiket dan masuk ke dalam gedung bioskop, tidak ada yang memeriksa kalau kita nonton lebih dari satu film. Dan kursinya tidak pakai nomor. He he he

Lumayan kalau lagi weekend dan kantong tipis, bisa dapat hiburan seharian di bioskop. Sering saya dan teman-teman nonton tiga film sehari, alias dari siang sampai malam di dalam bioskop.

Ketika pulang ke Indonesia di awal 2000, film Indonesia sebenarnya sedang mulai heboh lagi. Anehnya, saya kelewatan kehebohan Ada Apa dengan Cinta?.

Mungkin karena waktu itu saya sudah umur awal 20-an, bukan remaja atau anak SMA lagi.

Ya, bintangnya cantik-cantik (maklum, sudut pandang cowok), dan kemudian saya kenal baik dengan beberapa di antaranya. Ya, soundtrack-nya superkeren, dan sempat saya putar tanpa henti. Tapi jujur, sampai hari ini saya belum pernah menonton AADC?.

Ironisnya lagi, istri saya dulu juga pernah main beberapa film. Rembulan di Ujung Dahan karya Garin Nugroho misalnya. Atau Dealova. Tapi, sampai hari ini saya juga belum pernah menonton semuanya.

Mungkin ada satu, atau dua, atau tiga film Indonesia yang saya tonton sejak tahun 2000 itu. Tapi, saking jarangnya saya lupa apa. Yang pasti, tidak satu pun dalam beberapa tahun terakhir.

Padahal, sampai hari ini, saya sangat maniak film (kecuali horor). Rajin baca majalah film, rajin mengikuti berita film, dan lain sebagainya.

Tapi, benar-benar mohon maaf, bukan film Indonesia.

Mengapa ya saya tidak berminat? Apakah karena saya sombong? Apakah karena saya sudah lebih dulu menganggap remeh? Apakah karena saya murni tidak mencintai ploduk-ploduk Indonesia?

Saat ini ada pertarungan di kepala saya. Ada sisi yang terus memarahi, kenapa saya tidak mau nonton film Indonesia. Ada sisi yang juga terus bilang, ”Jangan terlalu dipusingin, emang kalau nonton dapat pencerahan apa?”

Lalu saya mencoba menyikapinya sebagai seorang penulis, yang mungkin termasuk talenta saya. Saya selalu diajari, untuk menarik pembaca, yang penting adalah judul yang memikat, serta lead (alinea pembuka) yang memikat.

Mungkin judul-judulnya saja yang tidak membuat saya terpikat. Kalau judulnya nama-nama setan karena itu film horor, saya pasti tidak nonton. Kalau judulnya terlalu absurd, maka saya merasa itu pasti tidak masuk akal dan tidak minat menonton.

Kalau judulnya menggambarkan tema-tema tertentu yang memang bukan kesukaan saya, ya pasti saya lewati lagi.

Kadang ada judul yang bikin saya dongkol. Misalnya sebuah film yang keluar tahun ini, yang judulnya adalah pelesetan dari kata bahasa Inggris ‘relationship’. Hanya huruf terakhirnya diubah menjadi ‘t’, sehingga empat huruf terakhirnya membentuk kata yang kalau diterjemahkan artinya adalah kotoran.

Kok boleh ya film dengan judul yang mengandung kata jorok beredar begitu saja? Di Amerika saja, di negara mbahnya film, judul-judul seperti itu bakal mendapat cibiran luar biasa. Di radio-radio Amerika saja, kalau ada lagu yang mengandung lirik berisi kata kotor, maka kata itu akan di-beep; alias dihilangkan.

Kalau sudah begini, negara mana yang lebih sopan?

Kadang saya mencoba menutup mata atas kelemahan judulnya. Lalu mencoba membaca sinopsisnya di situs resmi bioskop. Weleh weleh, malah makin geleng-geleng kepala jadinya. Karena sinopsisnya generik semua.

Hampir selalu berawal dengan ”XXX adalah seorang XXXX”.

Lalu hampir selalu berakhir dengan pertanyaan, seperti: ”Apakah XXX akan menemukan apa yang dia cari?”

Sebagai penulis, rasanya ingin mengedit saja sinopsis-sinopsis tersebut.

Menonton trailer pun sering tidak menolong. Malah kadang membuat saya semakin tidak berminat, karena semakin melihat betapa absurdnya ide cerita atau tema yang disampaikan.

Dan sebenarnya, ada alasan lebih mendasar lagi kenapa saya tidak dibuat berminat menonton film Indonesia. Pasar utama film di Indonesia ini kan memang remaja. Jadi, saya jelas bukan segmen yang dituju. Karena tema-temanya kebanyakan adalah yang untuk remaja.

Malah agak aneh kalau saya duduk di tengah bioskop, sedangkan di kanan-kiri saya semuanya remaja yang histeris melihat aktor ganteng beraksi di layar lebar.

Sekali lagi, mohon maaf kalau tulisan ini kurang berkenan bagi beberapa pihak. Bukan maksud saya meremehkan, merendahkan. Mungkin sayanya saja yang memang kurang peduli dan perhatian.

Sebagai orang Indonesia, tentu saya sangat ingin ploduk-ploduk Indonesia terus berkembang.

Dan saya berjanji, saya akan berusaha untuk menonton film Indonesia di masa-masa mendatang. Saya hanya menunggu judul yang pas, sinopsis yang memikat, dan trailer yang mengikat hati saya.

***

Ya ampun.

Sekali lagi saya mohon maaf.

Saya sekarang ingat film Indonesia terakhir yang saya tonton.

Judulnya Sepatu Dahlan.

Film yang berdasar kisah nyata, membuat banyak orang menitikkan air mata dan terinspirasi luar biasa.

Tapi, buat saya agak beda, karena ceritanya saya sudah tahu sejak kecil. (*/jpg)

loading...

BACA JUGA

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers