SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

PALANGKA

Jumat, 24 November 2017 12:32
Menjaga Inflasi untuk Kesejahteraan Rakyat
PELATIHAN: Ratusan wartawan mengikuti pelatihan yang digelar Bank Indonesia bertema pengendalian inflasi daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, belum lama ini. (FOTO: DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA – Ekonomi Republik Indonesia tahun 2018 mendatang diprediksi semakin matang. Hal itu dibuktikan dalam dua tahun terakhir. Laju inflasi secara nasional hanya berada di kisaran tiga persen. Bisa dikatakan Indonesia sudah memasuki era inflasi rendah.

Paencapaian itu juga merupakan bagian dari peran strategis media dalam pengendalian inflasi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sehingga terbentuk kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir. Dia menjadi salah satu pembicara dalam pelatihan wartawan daerah Bank Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, belum lama ini.

Iskandar menjelaskan, inflasi menjadi penyakit ekonomi apabila tidak dijaga pada level rendah dan stabil. Pada zaman Soekarno, pernah mencapai 635 persen di tahun 1966. Itu karena tingginya kebutuhan untuk pembiayaan politik hingga berdampak pada defisit APBD1965. Langkah penanganan ditempuh. Mulai dari penurunan nilai mata uang, pembekuan, hingga devaluasi.

Selanjutnya, pada Orde Baru, kepemimpinan Soeharto, krisis moneter merambat jadi krisis multidimensi. Inflasi naik hingga 77,63 persen pada 1998. Hal itu ditangani dengan meningkatkan suku bunga SBI, meluncurkan dana BLBI, hingga menunda belanja pemerintah.

”Sungguh ngeri bila inflasi tak dikendalikan. Zaman Jokowi, secara keseluruhan relatif terkendali. Oktober 2017 mencapai 0,01 persen (mom) dan 358 persen (yoy). Inflasi pangan terus mengalami tren penurunan. Sejak awal tahun, mulai dapat dikendalikan. Ini karena semakin intens koordinasi, baik pemerintah pusat, daerah, dan Bank Indonesia dalam menjaga ketersediaan pasokan dan stok,” katanya.

Inflasi yang rendah dan stabil, lanjutnya, merupakan prasyarat mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Inflasi menurunkan daya beli dan kesenjangan masyarakat yang melebar. Inflasi tinggi menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. ”Itulah alasan inflasi harus dikendalikan. Inilah peran media melakukan hal itu,” tutur lulusan doktor (S3) dari Universitas Indonesia ini.

Pria kelahiran Binjai ini menuturkan, tingkat inflasi rendah dan stabil merupakan hal penting untuk APBN. Salah satu indikator ekonomi makro dalam Asumsi Dasar Ekonomi Makro (ADEM). Inflasi menjadi acuan dalam menyusun berbagai komponen dalam postur APBN, termasuk komponen pembiayaan APBN. ADEM nantinya juga bermanfaat bagi dunia usaha untuk membantu perencanan bisnis.

”Tingkat inflasi dijadikan acuan menetapkan tingkat risiko. Tingkat inflasi tinggi meningkatkan suku bunga dan menambah beban APBN. Penduduk miskin sangat rentan terhadap kenaikan harga, khususnya makanan yang berkontribusi terhadap garis kemiskinan 73,19 persen. Artinya, terjadi kenaikan sebesar 10 persen. Orang miskin baru akan bertambah 1,2 juta orang,” ujarnya.

Lebih lanjut Iskandar mengatakan, inflasi juga menjadi salah satu indikator daya saing negara. Pengaruhnya terhadap daya saing dan keputusan ekonomi pelaku usaha. Realisasi inflasi Indonesia tahun 2015 dan 2016 telah membuat indikator inflasi Indonesia turun dari peringakt 5 menjadi peringkat 10.

Meski demikian, realisasi inflasi Indonesia di kawasan masih terbilang cukup tinggi dibandingkan negara Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. ”Banyak hal jadi faktor penghambat menjalankan bisnis di Indonesia, salah satunya korupsi, birokrasi pemerintahan yang tidak efektif, peraturan pajak, kejahatan, dan sebangainya,” katanya.

”Kepala daerah di Indonesia harus sadar, mereka itu bagian dari NKRI untuk mendukung ekonomi daerahnya. Bukan hanya investasi, tetapi juga inflasi. Karena itu, di daerah ada terdapat tim pengendalian inflasi daerah (TPID). Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pengendalian sasaran inflasi,” katanya.

Kemudian, melakukan penyelesaian dan hambatan serta pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan percapaian sasaran inflasi, serta memperkuat sistem logistik di tingkatan kota dan provinsi. Yakni dengan melibatkan kementerian, tim pengendalian inflasi daerah maupun kota.

”Jadi, karena itulah kenapa harus dikendalikan, yakni untuk mencapai kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dia menegaskan, media memiliki peranan sangat strategis. Diharapkan menjadi perpanjangan tangan masyarakat dalam menyampaikan permasalahan di lapangan. Meredam opini negatif dalam pemberitaan dan jadi sarana menyampaikan kebijakan atau informasi dari masyarakat.

”Terakhir, membantu pemerintah mengedukasi masyarakat. Inilah peran media,” tandasnya. (daq/ign)


BACA JUGA

Selasa, 08 September 2015 21:50

Ratusan PNS Masih Mangkir, Laporkan Harta Kekayaan

<p>SAMPIT &ndash; Sebanyak 240 Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara di lingkup…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers