SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Selasa, 26 Desember 2017 15:04
WASPADA Penipuan! Mengaku Perwira Polisi
TERTIPU : Fahrizal (39), saat menunjukkan resi bank, Jumat (22/12) lalu. Total uang korban yang ditransferkan ke rekening pelaku mencapai angka Rp 57,5 juta.(TAMAMU RONY/RADAR SAMPIT)

Sampit - Penipuan dengan modus menyamar sebagai perwira polisi marak terjadi. Targetnya adalah keluarga dari tersangka. Bebas dari penjara jadi iming-imingnya. 

Kasus penipuan yang merugikan seorang warga Jalan Usman Harun 3, hingga Rp 57,5 juta beberapa waktu lalu, kini masih menjadi misteri. Pasalnya, tak ada jejak sama sekali yang ditinggalkan pelaku untuk menjadi petunjuk aparat kepolisian dalam menguak kasus tersebut. Radar Sampit mencoba untuk menelusuri hal itu. Mencari informasi ke berbagai sendi dan lapisan masyarakat. Sejumlah petunjuk berhasil ditemukan di lapangan.

Warga yang tertipu itu bernama Fahrizal. Kini, ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Pria 39 tahun itu harus merelakan tabungan miliknya sebesar Rp 57,5 juta raib begitu saja, setelah kena tipu seseorang yang mengaku sebagai perwira polisi, Kasat Reserse Narkoba Polres Kotim, pada 2 November lalu.

Saat ditemui di kediamannya pada Jumat (22/12) lalu, di Jalan Usman Harun 3, ia tak dapat menyembunyikan kekecewaan dan rasa kesalnya terhadap pelaku. Matanya yang nampak sayu dan malu-malu menunjukkan hal itu.

Sebelumnya, Fahrizal menceritakan pada wartawan bahwa awal mula kejadiannya saat dirinya mendapatkan telepon dari nomor yang tidak ia kenal. Karena penasaran, dia mengangkat telepon tersebut.

”Selamat siang, benar saya bicara dengan bapak Fahrizal? Saya Kasat Narkoba Polres ingin membantu bapak mengeluarkan tiga saudara bapak yang saat ini sedang ditahan karena kasus kepemilikan zenith setahun lalu,” kata Fahrizal, menirukan suara penipu itu ketika meneleponnya pertama kali.

Ketika itu, Fahrizal tak menaruh curiga sedikit pun dengan pelaku. Pasalnya, pelaku bisa menyebutkan nama ketiga keluarga korban yang bernama Fauzan (40), Fauziah (45), dan Juliansyah (39) tanpa sedikit pun salah. Lengkap dengan kasus yang dihadapi. Setelah yakin, korban kemudian mendatangi bank BRI di Jalan Patih Rumbih, sekira pukul 12.19.

Dia kemudian mentransfer uang sebesar Rp 30 juta ke rekening BRI atas nama Arief Hamdi. Setelah mentransfer dana tersebut, kurang dari satu jam berikutnya, pelaku menelepon korban dan mengatakan, dana yang disetor kurang.

Pelaku meminta korban mentransfer lagi uang Rp 15 juta. Permintaan dituruti. Fahrizal kemudian mentransfer dana sebesar yang dimaksud pada pukul 12.50 di bank yang sama.

Setelahnya, korban mentransfer dana beberapa kali pada pelaku dengan nominal berbeda-beda yakni, Rp 7,5 juta pada pukul 14.11 dan terakhir Rp 5 juta pukul 16.30 melalui ATM. Total uang yang ditransfer Fahrizal sebesar Rp 57,5 juta.

”Setelah transferan yang terakhir itu, uang saya sudah habis. Tapi pelaku minta lagi. Setelah itu, dia tidak bisa lagi dihubungi. Nomornya sudah tidak aktif. Maka dari itu, saya kemudian melaporkannya ke Polisi,” tambahnya.

Sebelumnya, lanjut dia, Ketua RT 05 Baamang Hilir bernama Eftong, meminta nomor telepon keluarga Fahrizal karena diminta oleh seorang pria melalui telepon. Fahrizal menduga, kemungkinan si penipu mendapatkan nomor ponselnya dari pak RT itu.

Radar Sampit kemudian mengunjungi rumah Eftong pada Minggu (24/12) siang, ketua RT 05 tersebut. Jarak dari rumah Fahrizal ke rumah Eftong tidak jauh. Hanya memakan waktu sekitar 3 menit, masuk melalui sebuah jalan bercabang, ke arah kanan dan kiri. Rumah Eftong ini berada di cabang yang kanan yang merupakan sebuah gang kecil.

Gang tersebut hanya muat untuk dua motor saja. Mobil tak bakalan bisa masuk karena ukurannya sempit. Beberapa warga yang mayoritas adalah ibu-ibu terlihat bermain kartu domino di depan rumah seorang warga. Anak-anak berlarian ke sana kemari, sementara warga prianya sedang sibuk menghisap rokok dan bergerombol, merumpi. Berkumpul seperti ibu-ibu yang sedang bermain domino tadi.

Jarak dari pintu masuk gang sempit itu ke rumah Eftong tak terbilang jauh. Berjarak hanya empat rumah. Rumahnya bernuansa moderen dengan cat dominan warna hijau. Di depan terasnya terdapat empat buah kursi hitam yang terbuat dari besi.

Setelah mengetuk pintu dan mengucap salam, koran ini kemudian disambut dengan seorang perempuan berusia kira-kira 37 tahun, yang ternyata adalah istri Eftong. Setelah menunjukkan kartu pers dan menjelaskan maksud kedatangan, wartawan dipersilahkan menunggu di teras, karena Eftong tidak berada di tempat.

Sepuluh menit kemudian, yang bersangkutan datang dengan menggunakan motor matik berwarna hitam dan memakai helem. Ia menyalami wartawan dan bertanya maksud dan tujuan koran ini menemuinya. Setelah dijelaskan panjang lebar, barulah dia mengerti dan duduk di samping wartawan.

”Jadi, sekitar pertengahan tahun ini, ada seseorang yang menelepon saya. Ternyata itu adalah pria yang mengaku kepada saya adalah Kasat Narkoba Polres Kotim. Dia meminta bantuan saya untuk menghubungi keluarga tiga orang warga Jalan Usman Harun sini yang ditangkap karena kasus zenith setahun lalu,” ujar Eftong.

Sebelumnya, lanjut Eftong, pria yang meneleponnya itu pernah menemuinya setahun silam saat penggerebekan tiga orang keluarga Fahrizal itu. Saat itu, ia mengaku sebagai anggota reserse, pemimpin aksi penangkapan tiga tersangka.

Eftong mengatakan, ciri-ciri pria tersebut berbadan gempal, posturnya tinggi, kulitnya gelap, rambutnya dicukur pendek, hidungnya besar, kumisnya tebal dan memakai jaket kulit berwarna hitam. Logatnya mirip sekali orang batak.

Pria itu lantas hanya mengawasi saja dari jauh, di sebelah Eftong, yang juga menonton jalannya penggerebekan. Meski awalnya Eftong tak curiga sama sekali, namun setelah mendengar kasus Fahrizal, ia baru sadar bahwa pria tersebut bukan seorang anggota polisi.

Pasalnya, ketika penangkapan berlangsung pada malam akhir 2016 lalu itu, pria yang mengaku perwira tersebut tak pernah sedikitpun mendekat, atau mengucapkan perintah kepada beberapa anggota polisi yang sedang bertugas.

”Dia (si pria yang diduga pelaku), hanya mengawasi saja dan tidak membantu jalannya penggerebekan. Bahkan tidak ada satupun anggota yang bersikap hormat khas polisi atau menyapanya saat lewat di depan pria tersebut. Tapi karena saya awalnya tak curiga, saya percaya saja meski dia mengaku sebagai Kasat Narkoba,” tambah Eftong.

Bahkan, lanjutnya, setelah penangkapan selesai dan para anggota bubar, pria tersebut tak mengikuti personel lainnya masuk ke dalam mobil polisi. Ia masih berada di lokasi dan masuk ke sebuah warung untuk memesan kopi dan makanan setelah meminta nomor telepon Eftong untuk meminta bantuan kepada ketua RT itu kalau-kalau suatu hari diperlukan.

Saat menelepon Eftong pada awal Juni 2017 lalu dengan nomor 085211084949, pria tersebut masih mengaku sebagai Kasat Reserse Narkoba Polres Kotim tanpa pernah menyebutkan namanya sama sekali sejak awal bertemu.

”Karena saya diminta bantuan untuk meminta nomor telepon keluarga ketiga tersangka yang ditahan, saya kemudian menyanggupinya. Saya lalu mengunjungi rumah keluarga ketiga tersangka itu yang juga merupakan keluarga Fahrizal, dan meminta nomornya. Setalah itu, saya berikan ke pria tersebut karena saya tak curiga sedikitpun,” kata Eftong, menjelaskan.

Pria yang kini diduga Fahrizal bernama Arief Hamdi (Korban mendasari hal ini sesuai dengan nama rekening pelaku) tersebut, diduga adalah orang Sampit. Hal itu diperkuat saat koran ini melanjutkan penelusuran ke beberapa lokasi.

Usai berkunjung ke rumah Eftong, Radar Sampit memacu motor menuju ke beberapa warung di sekitar rumah korban untuk bertanya pada beberapa orang soal pria yang diduga pelaku penipuan itu dengan memberikan ciri-ciri sesuai yang dijelaskan Eftong. Meski awalnya tak mendapatkan hasil, namun beberapa orang yang berada di dekat lokasi mengatakan sempat bertemu dengan pria tersebut sekitar akhir Juli lalu.

”Sempat bertemu, tapi ngakunya bukan Kasat Narkoba, tapi anggota Polres gitu saja. memang ciri-cirinya mirip seperti itu. Kulitnya gelap dan kumisnya tebal,” kata Gazali, warga sekitar.

Radar Sampit melanjutkan penelusuran ke beberapa kantor polisi yang ada di Sampit untuk mencari tahu apakah ada anggota yang pernah bertugas dengan ciri-ciri seperti pelaku. Anggota Polsek Ketapang tak pernah mengenali pria dengan ciri-ciri tersebut. Begitupun dengan para personel Polsek Baamang, mereka tak pernah kenal.

Senada dikatakan beberapa petugas penjagaan yang sedang bertugas di Polres Kotim. Mereka mengaku tak pernah melihat pria dengan ciri-ciri seperti yang dimaksud. Radar Sampit kemudian mencoba meminta komentar Kasat Reskrim Polres Kotim AKP Samsul Bahri mengenai hal itu. Namun, hingga berita ini diturunkan, pihaknya belum memberikan keterangan terkait kasus penipuan tersebut.

Namun, sebelumnya, Kasat Reserse Narkoba Polres Kotim AKP Yonals Nata Putera saat dikonfirmasi melalui telepon mengatakan, penipuan semacam itu sudah sering terjadi. Bahkan, ketika dirinya masih bertugas di daerah lain.

”Kalau itu sudah sering sekali. Bahkan, ketika saya bertugas di Pulang Pisau, ada korban yang sampai tertipu hingga Rp 13 juta. Untuk itu, saya menekankan pada seluruh lapisan masyarakat agar tak mudah percaya dengan siapapun yang mengatasnamakan jabatan kepolisian. Karena kami tetap akan memproses segala bentuk kejahatan, khususnya narkoba dengan prosedur hukum yang berlaku. Tanpa suap,” tegasnya.

Yonals menambahkan, masyarakat harus memberlakukan sikap skeptis jika ada indikasi penipuan yang serupa. Warga diharapkan bertemu dengan si penelepon untuk bertatap muka dengan tujuan memastikan apakah itu penipuan atau tidak.

”Intinya, jangan mudah percaya, karena semua orang bisa saja berbicara dan mengumbar janji. Karena itu, kalau ada telepon mencurigakan wajib bertemu dengan si penelepon itu,” imbuhnya.

Sejumlah pengamat hukum Sampit menanggapi kasus ini. Samsul Hadi, seorang pengamat hukum, mengatakan bahwa kasus penipuan seperti yang dialami oleh Fahrizal seharusnya tidak terjadi. Pasalnya, kasus dengan modus penipuan dan mengaku anggota orang lain itu sudah bukan merupakan hal baru.

Samsul mengatakan, seharusnya masyarakat memeriksa dulu kebenaran dari permintaan seseorang yang tidak bisa ditemui. Apapun alasannya, bertatap muka dengan orang yang meminta uang dengan alasan apapun itu adalah hal wajib. Tujuannya, untuk mengetahui kebenaran dari suatu pengakuan seseorang.

Berlaku skeptis (tidak mudah percaya), menurut Samsul sangat dibutuhkan dalam situasi seperti itu. Ketidakpercayaan masyarakat dalam menanggapi seseorang yang memerintah hanya melalui telepon, membuat calon pelaku penipuan akan berpikir dua kali.

”Jangan mudah percaya dengan siapapun yang meminta uang untuk alasan apapun. Jika dia tak mau ditemui, seratus persen dia pasti ingin menipu,” tegasnya.

Sementara itu, SA Nurhadi mengatakan, pelaku penipuan bisa dituntut sesuai dengan pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun. Siapapun yang  bermaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, bisa dijerat dengan pasal tersebut.

Berdasarkan rumusan pasal tersebut, unsur-unsur dalam perbuatan penipuan adalah dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan (memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan) dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.

”Selain itu, menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang juga bisa dijerat dengan pasal 378 ini,” ujarnya. (ron/yit)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers