PANGKALAN BUN-Tahun Baru Imlek 2569 bagi warga Tionghoa diperingati pada Jumat (16/2). Di Pangkalan Bun, perayaan tahunan ini berlangsung sederhana. Sebagian besar masyarakat Tionghoa setempat merayakan pergantian tahun dengan berdoa di Klenteng bagi mereka yang beragama Konghucu, dan di Wihara untuk pemeluk agama Budha.
Pantauan Radar Pangkalan Bun di Wihara Graha Sailendra Kelurahan Baru atau di kawasan Pangkalan Lima, tampak dipadati warga yang sebagian besar merupakan keturunan Tionghoa untuk berdoa.
Cahyadi, salah satu pengunjung wihara mengatakan bahwa perayaan imlek merupakan perayaan budaya yang juga merupakan pesta rakyat Tiongkok (Tionghoa).
”Imlek ini bisa dibilang adat budaya warga kami dan keturunannya (Tionghoa). Tiap pergantian tahun memang pada umumnya semua berdoa di wihara, di luar kegiatan berdoa yang biasa kita lakukan setiap hari,”ujarnya, Jumat (16/2).
Menurutnya, pesta rakyat Tionghoa ini biasanya akan dirayakan selama 15 hari dari tanggal satu Imlek hingga ditutup tanggal 15, dengan perayaan Cap Go Meh.
Hal serupa juga diutarakan Herianto, salah satu tokoh Tionghoa di Pangkalan Bun ini mengatakan bahwa inti dari perayaan Imlek adalah mensyukuri anugerah yang diberikan Tuhan dan memohon perlindungan di masa mendatang. Dan seperti biasa, Imlek kental dengan kegiatan saling kunjung antar keluarga dan kerabat.
”Yang lebih muda mengunjungi yang tua, dan biasanya yang tua memberikan hadiah (angpao),”katanya.
Selain angpao dan semaraknya warna merah serta pertunjukan Barongsai, ada satu makanan khas yang ‘wajib ada’ dan selalu menjadi incaran warga Tionghoa saat Imlek, yakni Kue Keranjang. Kue yang biasa dikemas bulat silinder.
Menurut Herianto, kue keranjang atau dodol Cina adalah kue yang hanya dibuat 1 tahun sekali menjelang perayaan Imlek. Kekhasan yang dimiliki kue ini tidak hanya dari bentuknya saja, tetapi memang wajib ada sebagai sajian dalam peribadatan, dibagikan kepada saudara, atau bahkan pada tetangga.
”Dari nama asalnya, kue keranjang punya nama asli Nian Gao, dimana Nian berarti tahun dan Gao berarti kue,”katanya.
Kemudian penyusunan kue yang dibuat meninggi dan bertingkat-tingkat dengan susunan makin kecil di bagian atasnya, memiliki makna peningkatan rejeki atau kemakmuran. Dilanjutkan Herianto filosofi kue kerangjang adalah, pertama adalah bahan pembuat kue, yakni dari tepung ketan yang punya sifatnya lengket. Ini bermakna persaudaraan yang begitu erat dan selalu menyatu.
”Rasanya yang manis dari gula dan terasa legit menggambarkan rasa suka cita, menikmati keberkatan, kegembiraan, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam hidup,”terangnya.
Sementara untuk bentuk kue kerangjang, menurutnya memiliki makna yang cukup dalam. Bentuk bulat kue keranjang tanpa sudut di semua sisi juga melambangkan pesan kekeluargaan tanpa melihat ada yang lebih penting dibandingkan lainnya, dan akan selalu bersama tanpa batas akhir. Diharapkan keluarga juga bisa berkumpul minimal 1 tahun sekali sehingga akan tercipta kerukunan dalam hidup dan siap untuk menghadapi hari-hari ke depan.
”Jadi, pesan kekeluargaan begitu jelas terlihat di sini, tidak hanya dengan keluarga saja, tetapi juga dengan komunitas, tetangga, klien, dan pelanggan usaha,”tandas Herianto.(sla/gus)