Layaknya di Bali, Kota Palangka Raya juga memiliki pecalang. Mereka bertugas mengamankan semua upacara keagamaan umat Hindu di Kota Cantik.
DODI, Palangka Raya
Ada pemandangan berbeda dalam rangkaian pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1940 di Bundaran Besar, Palangka Raya tahun ini. Sejumlah orang yang mengenakan udeng (ikat kepala khas adat Bali), dengan seragam merah menyala dipadu saput (sarung), terlihat mengamankan ritual itu.
Mereka adalah pasukan pengamanan adat (pecalang) Kota Palangka Raya. Anggotanya rata-rata perwira berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dan mantan perwira Polri.
Ketua Pecalang Kota AKBP Made Karyada mengatakan, pecalang khusus di Palangka Raya baru terbentuk tahun lalu. Anggotanya saat ini 12 orang. Diisi personel yang berdinas di instansi TNI maupun Polri.
”Ini baru terbentuk dan bertugas sebagai pecalang adalah sebuah pengabdian kepada masyarakat. Mereka tidak digaji,” ujarnya.
Made menuturkan, tugas pecalang hampir sama seperti polisi. Mereka juga mengatur lalu lintas di areal kegiatan upacara keagamaan. Tentunya berkoordinasi dengan polisi. Fungsinya juga sama, menjaga keamanan masyarakat agar situasi tetap kondusif.
"Kalau di Bali, pecalang tak hanya mengamankan kelancaraan upacara keagamaan umat Hindu, tetapi juga saat Lebaran di Masjid dan perayaan Natal di Gereja. Nah, untuk di Kota Palangka Raya belum, namun ke depan mungkin juga akan dilakukan, sebagai bentuk kerukanan umat beragama agar terjaga dengan baik,” katanya.
Menurut Made, di Bali, meski mayoritas penduduknya beragama Hindu, rasa toleransi dijunjung tinggi. Tidak ada intimidasi, sehingga kebhinekaan tetap utuh. Pecalang di Bali, selain menjaga keamanan, juga sebagai pemersatu antarumat beragama. Dia mengharapkan hal itu bisa diterapkan di Palangka Raya.
”Kita sementara masih untuk kegiatan keagamaan, seperti di Pura maupun giat lain, seperti di Bundaran Besar ketika melakukan momen Tawur Kesang. Itu saja sementara ini. Namun, ke depan mungkin saja bisa lebih berperan aktif untuk warga Kota Palangka Raya,” ujarnya.
Menurut Made, pecalang biasanya dipilih warga dengan mempertimbangkan orang tersebut memiliki kesehatan jasmani dan rohani, mental yang bagus, bersikap ramah kepada masyarakat, dan tidak arogan, apalagi sok jagoan.
Selain itu, harus menguasai betul wilayah atau areal tempat tugasnya, memiliki keberanian untuk membela yang benar, memiliki kecerdasan berpikir, cepat, dan gesit dalam menangani masalah.
"Dalam diri pecalang juga harus memiliki sikap mendidik, adil, dan menjadi contoh yang baik. Istilahnya tidak lagi identik dengan badan kekar ataupun wajah seram,” tuturnya. (***/ign)