SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Minggu, 18 Maret 2018 00:24
Penegakkan Hukum untuk Memberantas Hoax
Ilustrasi. (net)

Oleh: Steven Sulu )*

Masyarakat Indonesia belakangan cukup dikagetkan dengan berita tertangkapnya anggota “The Family MCA” pada akhir Februari 2018 lalu. Anggota “The Family MCA” ditangkap dengan dalih menjadi organisasi atau sindikat penyebar isu-isu provokatif di media sosial.

Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Polri, grup ini sering melempar isu provokatif di media sosial berupa isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia, penculikan ulama, dan mencemarkan nama baik presiden, pemerintah, hingga tokoh-tokoh tertentu.

Hal ini seharusnya menjadikan kita perlu waspada dan cerdas dalam memilah informasi-informasi yang didapatkan di medsos mengingat bisa saja “The Family MCA” hanya sebagian kecil dari sindikat penyebar hoax.

Media sosial merupakan sarana yang digunakan oleh orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan yang bersifat maya atau virtual. Media sosial dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja yang memiliki perangkat yang terkoneksi dengan jaringan internet. Karenanya media sosial sangat mudah digunakan oleh siapa pun dan tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk itu.

Semua yang memiliki akses daring dapat menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan orang lain di seluruh dunia. Hal ini tentunya akan mempermudah dan mempercepat proses penyampaian dan penyebaran suatu informasi. Jika informasi tersebut bersifat mendidik dan berisi kebenaran tentunya tak masalah, yang menjadi masalah adalah jika informasi tersebut berisi kebohongan. Kebohongan atau hoax tersebut dibumbui sehingga menjadi informasi yang seolah-olah adalah kebenaran.

Kasus seperti yang dilakukan oleh “The Family MCA” ini semakin marak terjadi menjelang tahun-tahun politik di Indonesia. Mereka menyebarkan isu-isu hoax yang membangkitkan sentimen SARA serta kebencian terhadap pemerintah yang mana mereka akan mengambil keuntungan politik dari meningkatnya sentimen tersebut.

Isu-isu yang dilemparkan melalui media sosial akan menyebar dengan cepat mengingat banyak orang-orang pengguna media sosial lainnya juga turut menyebarkan atau membagikan konten hoax tersebut.

Dua sisi media sosial

Jika ditarik kesimpulan dari penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan media sosial pada dasarnya bagaikan dua sisi mata uang. Dimana disatu sisi dapat memberi manfaat yang luas jika digunakan dengan baik, namun di sisi lain justru memberi keburukan secara luas jika disalahgunakan.

Misalnya jika media sosial digunakan untuk hal positif bisa digunakan untuk berbagi informasi pelajaran, atau membagi informasi di daerah ketika ada bencana atau suatu kejadian sehingga daerah lain bisa membantu atau waspada.

Namun, di sisi lain jika digunakan untuk hal negatif, misalnya digunakan untuk menyebarkan fitnah terhadap seseorang atau pemerintah dimana fitnah itu dikreasikan sehingga seolah-olah merupakan suatu kebenaran. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan mengingat masih minimnya kesadaran masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mencaritahu mengenai kebenaran suatu informasi.

Kita tentunya tahu bagaimana pemimpin Libya, Muammar al-Qaddafi yang pada 2011 tewas terbunuh oleh pasukan oposisi yang ingin menggulingkannya. Rakyat oposisi meneriakkan merdeka dan gemuruh kesenangan pada waktu itu. Namun, jika kita lihat sekarang keadaan Libya saat ini sangat berbanding terbalik dengan Libya di eranya Qadaffi.

Perang ternyata masih berkecamuk, pembunuhan, dan bahkan menjadi sarang teroris. Sedangkan di zaman pemerintahan Qadaffi yang diisukan seseorang yang diktator yang kejam bahkan biadab, justru benar-benar membangun Libya dengan baik.

Bagaimana tidak, kebijakan sekolah gratis, hingga tunjangan bagi mereka yang menikah dan mempunyai anak adalah idaman masyarakat secara global. Namun semua kebaikan itu tertutupi oleh gencarnya kampanye isu-isu kediktatorannya yang justru saat ini dapat kita lihat benar-benar menghancurkan Libya.

Isu-isu serupa terlihat jelas sedang dikampanyekan secara masif di Indonesia. Walau mungkin berbeda tujuan, akan tetapi sangatlah jelas bahwa isu-isu hoax ini bertujuan untuk menjatuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Inilah sisi gelap media sosial yang sangat berbahaya mengingat kasus di Libya bisa saja terjadi di Indonesia seandainya masyarakat Indonesia secara luas masih belum mampu bijak dalam bermedsos. Media sosial yang seharusnya memberi manfaat justru malah menjadi pemberi kemudaratan secara luas.

Hukum harus ditegakkan

Saat ini banyak pengguna media sosial yang belum sadar penggunaan sebaiknya digunakan secara bijak dan bertanggung jawab. Banyak individu yang akhirnya berurusan dengan penegak hukum karena kurang paham atas akibat yang akan ditimbulkan. Banyak yang tidak tahu, dan tidak sadar dari akibat yang mereka lakukan di akun media sosial miliknya.

Hal ini dikarenakan sebagai makhluk yang diberi akal, manusia harus hati-hati dalam menerima sebuah isi berita. Harus melakukan proses seleksi, menyaring, dan jangan sembrono dengan menerimanya begitu saja.Oleh karena itu dalam hal ini penegakkan hukum harus dilaksanakan secara tegas terhadap para penyebar hoax agar masyarakat Indonesia secara luas menjadi sadar dan tidak apatis dan sembrono lagi dalam bermedsos.

Penegakkan hukum disini bukan berarti mengekang kebebasan bermedsos, akan tetapi seperti memberi rambu rambu pada lalu lintas bermedia sosial agar media sosial tak dijadikan sarana penyebaran hoax.

Para pengguna media sosial yang memang tidak suka menyebarkan hoax atau fitnah tak perlu khawatir apalagi panik dengan penegakkan hukum ini. Kekhawatiran dan kepanikan hanya untuk mereka yang memang sengaja melempar isu hoax dan fitnah dengan maksud dan tujuan tertentu.

Memproduksi atau menyebarkan informasi di media sosial yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, demi menyembunyikan kebenaran serta menipu orang banyak adalah perbuatan keji. Apalagi di media sosial semua informasi menyebar dengan sangat cepat dan luas jangkauannya.

Jika fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, apalagi dengan menyebar fitnah di media sosial yang jangkauannya luas.Oleh karena itu, adalah hal yang wajar jika para penyebar hoax atau fitnah di media sosial perlu diganjar dengan hukuman yang berat mengingat skala penyebarannya yang luas.

Kinerja positif pemerintah dapat tertutupi oleh informasi-informasi hoax bahkan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan berakhir seperti Libya jika hoax terus dibiarkan hidup. Akan tetapi, penyebaran hoax ini dapat segera berakhir jika para penyebarnya segera diproses secara hukum dan masyarakat Indonesia secara luas memiliki kesadaran serta bijak menanggapi hoax ini.

Di sinilah para penegak hukum perlu dengan tegas menindak para penyebar hoax karena secara tidak langsung juga akan membuka mata masyarakat Indonesia secara luas mengenai hal ini. Sehingga masyarakat Indonesia dituntut perlahan mulai sadar dan makin bijak dalam menggunakan media sosial untuk mewujudkan bermedia sosial yang sehat. (***)


BACA JUGA


Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers