KOTAWARINGIN LAMA – Sisa tunggul pohon kedondong raksasa yang roboh di halaman makam Kiai Gede Kotawaringin Lama (Kolam) pada Senin (2/4) lalu, diminta sejumlah pihak agar tetap dipertahankan sedemikian adanya. Tunggul akar pohon tersebut masih berdiri tegak dengan tinggi mencapai 10 meter dan diameter 4 meter lebih.
Permintaan agar tunggul pohon ini dipertahankan, salah satunya diutarakan Camat Kolam, Yudhi Hudaya. Menurutnya dengan masih ada sisa pohon itu, para pengunjung makam terutama yang dari luar daerah masih bisa menyaksikan sisa-sisa pohon tertinggi di ibu kota Kecamatan Kolam.
”Tidak bisa dipungkiri setiap pengunjung yang datang ke makam Kiai Gede pandangannya selain tertuju kebangunan dan makam Kiai Gede, juga akan melirik atau memandang pohon besar ini,” ungkapnya.
Pernyataan serupa juga diutarakan tokoh masyarakat Kolam, Gusti Sadikin yang sangat setuju sekali agar sisa tunggul pohon, yang awalnya setinggi 40 meter tersebut dipertahankan secara alami. Hal itu agar kesan eksotis, dan bekas patahan pohon itu bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Selain itu, harapan tunggul tersebut jangan dibuang atau dibersihkan juga disampaikan tokoh agama setempat ustad HM Khuldi. Menurutnya pohon tersebut usianya sudah ratusan tahun, jadi sudah seharusnya jangan langsung dibersihkan, agar masih bisa disaksikan
”Tunggulnya dipertahankan saja, biarkan lapuk sendiri dan siapa tahu sisa tunggul itu akan bertunas. Jadi keberadaan pohon ini ada harapan bisa disaksikan generasi setelah kita,”imbuhnya, kemarin.
Terpisah, ketua penggurus makam Kiai Gede Guprani memastikan tunggul itu tetap dipertahankan. Dan bukan itu saja, sisa batangnya yang besar dan sulit diangkut untuk sementara tetap dibiarkan di tempat. “Sudah tiga hari kita gotong royong dan sudah 40 truk lebih potongannya kita angkut ke tempat pembuangan,” tambahnya.
Dari pantauan Radar Pangkalan Bun, banyak warga yang turut serta mengambil bagian dari pohon tua ini dengan bermacam-macam keperluan. Sseperi dibuat papan, buat meja, kursi bahkan bagi kaum ibu rumah tangga banyak yang mengambil untuk telanan atau bahasa setempat di sebut kakuda.
Selain itu karena di atas pohon ini banyak ditumbuhi tanaman anggrek, banyak warga yang mengambilnya untuk ditanam di rumah masing-masing, mulai dari para pecinta bunga atau sekedar sebagai kenang-kenangan.
”Saya tidak tahu jenis anggreknya, yang jelas ada anggrek berwarna putih, kuning dan unggu. Sebenarnya ada satu lagi anggrek berwarna hitam, namun sampai sekarang tidak ada yang menemukannya,” ujar Obun salah seorang warga yang mengambil tumbuhan anggrek di pohon itu.(gst/gus)