PANGKALAN BANTENG-Rencana mewujudkan penutupan lokalisasi di Kabupaten Kobar tinggal menghitung hari. Meski belum ada kepastian tanggal, sebelum bulan ramadan kabupaten diharuskan bersih dari lokasi transaksi syahwat tersebut.
Sementara itu, kabar penolakan bantuan pemerintah sebesar Rp 5,5 juta oleh para Pekerja Seks Komersial (PSK) di lokalisasi Sungai Pakit kecamatan Pangkalan Banteng mulai mengemuka. Namun kabar tersebut justru dibantah oleh ML, salah satu pengelola wisma di komplek prostitusi di tengah areal pekebunan kelapa sawit tersebut.
”Mas, anak-anak (PSK) itu yang saya tahu tidak menolak bantuan yang Rp 5,5 juta itu. Namun menolak cara pemulangan yang diantar pemerintah sampai ke rumah,”tegasnta, Jumat (13/4).
Menurutnya, meski selama ini mereka menjadi PSK namun tetap saja memiliki rasa malu.
“Ya jelas malu lah mas, kan sebagian besar keluarga mereka gak tahu kalau kerjaan mereka seperti itu (jadi PSK),”tambah ML.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial kabupaten Kobar, Gusti Nuraini mengatakan bahwa awal pekan depan pihaknya akan kembali dipanggil Kementerian Sosial untuk penegasan penutupan lokalisasi yang ada di Kobar.
”Sekitar tanggal 18-20 April nanti kita (dinsos) dan bupati akan ke Kementerian sosial lagi. Dan ada 26 kabupaten kota yang dipanggil. Itu terkait komitmen penutupan lokalisasi yang merupakan program nasional,”terangnya, Jumat (13/4).
Menanggapi kabar adanya sejumlah PSK yang menolak dipulangkan sesuai prosedur pemerintah, Gusti menegaskan bahwa mereka wajib membuat surat pernyataan bahwa tidak akan kembali lagi ke Kobar dengan status sebagai PSK atau menggeluti profesi yang secara nyata dilarang pemerintah maupun agama itu.
”Kalau tidak mau dipulangkan sesuai prosedur pemerintah, mereka harus membuat surat pernyataan diatas materai. Jadi kalau mereka nanti kembali ke Kobar dan ternyata masih menjadi PSK akan kita tuntut secara hukum,”tegasnya.
Gusti juga menjelaskan bahwa prosedur pemulangan para PSK dilakukan dengan pengawalan Dinas terkait, mulai dari pemberangkatan dari lokasi (Kobar) hingga ke kampung halaman mereka.
“Dari sini kita antar, begitu sampai di provinsi asal mereka kita serahkan ke dinas terkait. Dan selanjutnya mereka diantar ke tempat tinggal masing-masing,”katanya.
Ia juga menjelaskan, selain penolakan untuk dipulangkan sesuai prosedur, ada kabar yang menyebutkan bahwa para PSK menolak bantuan dari pemerintah yang rencananya dialokasikan sebesar Rp 5,5 juta per orang.
“Untuk yang menolak bantuan itu, kita belum bisa memberikan jawaban apakah boleh atau tidak,”tandas Gusti Nuraini.(sla/gus)