SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Senin, 18 Juni 2018 12:03
Sssstttt!!! Mau Nyaleg Lewat Golkar Ini Ongkosnya
ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT – Calon anggota legislatif dari Partai Golkar diminta menyiapkan dana besar untuk menghadapi Pemilu Legislatif 2019 mendatang. Masing-masing calon harus siap dana minimal Rp 500 juta. Hal itu memperlihat masih tingginya ongkos politik dalam pemilu.

”Saya blak-blakan saja. Caleg Partai Golkar minimal harus sediakan cost politik sekitar Rp 500 juta,” kata Supriadi, Ketua DPD Golkar Kotim kepada Radar Sampit, Jumat (15/6).

Menurut Supriadi, ongkos politik yang tinggi tersebut tidak bisa dihindari. Apalagi  caleg yang ditempatkan di daerah pemilihan dengan tingkat persaingan yang ketat. Dana  menjadi indikator penentu. Fulus sebesar itu digunakan untuk logistik sosialisasi hingga biaya tim pemenangan caleg.

Supriadi menuturkan, biaya besar itu tidak hanya terjadi dalam pemilu tahun  2019, namun dalam pelaksanaan Pileg 2014 juga sudah tinggi. Bahkan, beredar informasi yang menyebutkan, caleg di daerah perkotaan setidaknya menghabiskan dana hingga miliaran rupiah untuk meraih kursi di DPRD Kotim.

”Kalau biaya seperti itu sudah lumrah bagi kalangan politikus. Justru kalau tanpa biaya politik itu terbilang tabu,” tegasnya.

Tingginya biaya politik itu berkaitan erat dengan target yang dipasang partai berlambang pohon beringin itu. Supriadi mengungkapkan, Golkar menargetkan perolehan kursi sekitar 12 kursi. Artinya, seluruh kader Golkar harus menambah enam kursi baru lagi dari perolehan saat ini sebanyak enam kursi.

Menurutnya, tingginya target itu bukan hal yang mustahil. Apalagi jika melihat komposisi caleg yang akan dijagokan Golkar. Selain itu, dengan aturan perhitungan kuota kursi dalam aturan pemilu yang baru, dinilai menguntungkan Golkar. Pihaknya perlu menambah daya gedor untuk meraih 12 kursi di DPRD Kotim.

”Saya gak mau caleg saya dianggap biasa. Orang yang dicalonkan Golkar adalah orang-orang yang luar biasa,” ujarnya.

Supriadi menambahkan, caleg yang diajukan nantinya didominasi kader Golkar. Calon yang akan maju nantinya berasal dari semua golongan. ”Semua yang dicalonkan kader Golkar. Kami tidak membuka pendaftaran untuk calek, karena kader kami yang potensial melimpah,” tegasnya.

Mengenai tingginya biaya politik, pengamat anggaran politik dari Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menegaskan, biaya politik untuk menjadi calon legislatif memang mahal.

”Untuk DPR itu, bisa antara 4 sampai 10 miliar rupiah, untuk DPRD provinsi bisa antara 2 - 5 miliar rupiah. Biaya itu untuk alat peraga kampanye, seperti baliho, spanduk, dan lainnya. Itu cost politic kalau mau menang," kata Uchok seperti dikutip dari JawaPos.com, 14 Maret lalu.

Menurut Uchok, biasanya untuk caleg yang berasal dari kader partai, biaya itu akan dikeluarkan untuk mendanai saksi di TPS. Dengan estimasi satu TPS seratus ribu rupiah.

Sementara itu, Uchok mengungkapkan, untuk caleg yang bukan dari kader partai justru biaya politiknya akan lebih mahal. Pasalnya, harus memperebutkan nomor urut dalam caleg partai.

”Nomor urut satu dalam caleg partai dan dapil yang bagus (karena perolehan suara tinggi) harus mengeluar cost yang besar dan mahal," ucapnya.

Untuk memperoleh nomor urut pertama ini, lanjutnya, caleg harus mendekati orang-orang yang punya kuasa agar dapat nomor pertama. ”Orang yang kuasa yang didekati, bukan hanya satu. Minimal ada tiga orang, biayanya (untuk orang itu) bisa miliaran rupiah," lanjutnya.

Uchok mengungkapkan, bagi caleg yang tidak menginginkan biaya yang besar alias caleg yang miskin, tidak bisa menduduki nomor urut pertama. Sebaliknya, caleg itu akan mendapatkan nomor urut paling terakhir atau hanya sekadar pelengkap partai.

”Tetapi ini untuk partai yang sudah punya kursi di parlemen. Kalau partai baru, biasa masih idealis. Kalau ingin jadi caleg, diuji dulu kapasitas intelektualnya," pungkasnya.

Tingginya biaya politik juga pernah jadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dikutip dari portal media online nasional, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, tingginya biaya politik menjadi salah satu penyebab demokrasi Indonesia prosedural dan transaksional. Dia mencontohkan, untuk menjadi seorang bupati, seorang calon harus mengeluarkan uang hingga puluhan miliar rupiah.

”Bayangkan saja, menjadi bupati perlu sekian puluh miliar dan menjadi gubernur perlu sekian ratus miliar," ujar Agus, 25 Januari lalu.

Akibat adanya mahar politik tersebut, menurut Agus, anak bangsa yang berkompeten dan berintegritas menjadi seorang pemimpin, sering tersisih. ”Hari ini keadilan dalam demokrasi juga belum kita dapatkan. Seseorang yang sangat kompeten dan sangat berintegritas, namun tidak punya uang, akan sangat sulit menjadi pejabat publik seperti bupati, wali kota, atau gubernur. Mengingat biaya yang sangat besar tadi," kata Agus.

Sering pula para calon kepala daerah mencari sumber dana ke pengusaha atau pihak swasta lainnya. Sehingga, saat terpilih, kepala daerah itu pun akan berusaha keras mengembalikan pinjaman uang tersebut dengan berbagai cara. (ang/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers