PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) bersama kabupaten dan kota, membentuk tujuh kesepakatan mengenai program perlindungan perempuan, anak, dan keluarga berencana. Kesepakatan itu sebagai dasar pelaksanaan program kegiatan dan pengucuran anggaran untuk bidang tersebut.
Plt Sekda Kalteng Fahrizal Fitri mengatakan, kesepakatan tersebut merupakan momentum yang tepat, karena mulai Juli ini, pemerintah kabupaten dan kota, termasuk provinsi, sudah mulai menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2019. Dengan demikian, kegiataan yang bersentuhan dengan perlindungan perempuan dan anak bisa dimasukkan dalam draf usulan.
”Karena apa pun itu memerlukan anggaran. Jadi, ini adalah kesempatan untuk memasukkan program. Dari kesepakatan itu bisa dipahami apa-apa saja yang diperlukan,” katanya saat menghadiri Rapat Koordinasi Daerah Pembangunan Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Keluarga Berencana, Rabu (11/7).
Tujuh kesepakatan tersebut, di antaranya, daerah dituntut mendukung anggaran untuk program perlindungan perempuan, anak, dan KB. Selanjutnya melakukan revitalisasi program sayang ibu, pencegahan pernikahan usia dini, mewujudkan kabupaten dan kota layak anak, mewujudkan kesetaraan gender. Setiap kegiatan harus sejalan dengan rencana strategi. Terakhir, semua kegiatan diprioritaskan pada upaya preventif dan promotif.
”Dengan dukungan pemerintah semua, kami harapkan dampak dari pelaksanaan program bisa dirasakan. Karena sudah ada kesepakatannya, kabupaten dan kota wajib memerhatikan,” tuturnya.
Fahrizal mengatakan, persoalan perlindungan perempuan, anak, dan keluarga berencana tidak boleh dianggap remeh. Kasus seperti kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga angka pernikahan usia dini, terjadi akibat lemahnya pengawasan.
Karena itu, semua pemerintah daerah wajib punya program penanggulangan. Dia mengingatkan agar kabupaten dan kota tidak hanya fokus pada tujuh kesepakatan itu saja, melainkan ada inovasi lain yang dapat mendukung pelaksanaan kesepakatan itu berjalan lancar.
”Sinkronisasi antarprogram itu harus ada. Baik program dari pusat, provinsi, hingga daerah. Lebih fokus lagi dengan apa yang sudah dibuat, kemudian harus didukung pengembangan program,” katanya.
Karena merupakan sebuah kesepakatan, lanjutnya, harus dijalankan dengan dukungan anggaran. Jangan sampai kesepakatan itu hanya pembubuhan tanda tangan, tanpa ada tindak lanjut dari pemerintah setempat.
”Kalau tidak ada tindak lanjut, percuma ada kesepakatan. Untuk itu, kabupaten dan kota siapkan programnya,” pungkasnya. (sho/ign)