SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Rabu, 01 Agustus 2018 17:02
Nyawa Pekerja Dipertaruhkan, Penambangan Ilegal Untungkan Para Bos dan Pengepul
TERTIMBUN: Masyarakat dibantu aparat kepolisian saat mengevakuasi tiga pekerja emas yang tewas tertimbun tanah di Desa Bangkuang, Kecamatan Tewang Sangalang Garing, Senin (30/7).(KASAT RESKRIM POLRES KATINGAN FOR RADAR SAMPIT)

KASONGAN – Sejumlah warga di Kabupaten Katingan mempertaruhkan nyawa untuk mengais logam mulia. Mereka tak peduli meski berkali-kali nyawa penambang terus melayang. Ironisnya, aktivitas ilegal itu tak serta-merta mendongkrak kesejahteraannya. Sebaliknya, sebagian justru terlilit utang.

Perkerjaan sebagai penambang ilegal masih menjadi pilihan sebagian masyarakat setempat. Belum ada data akurat terkait sebaran lokasi tambang ilegal di Katingan. Namun jejak keberadaannya cukup mudah ditemui.

Nurhadi (32), warga Kelurahan Tumbang Sanamang, Kecamatan Katingan Hulu, mengatakan, tambang emas ilegal di wilayahnya cukup marak. Aktivitas tersebut biasanya dilakukan mulai dari aliran sungai hingga bantaran sungai. 

”Kalau di sini, pekerjaan mencari emas sudah dilakukan sejak lama. Bahkan bisa dikatakan sebagai penggerak perekonomian utama masyarakat. Tiap hari penambang beli bahan pokok, minyak, dan perlengkapan lainnya di pasar," katanya, Selasa (31/7).

Menurutnya, pekerjaan sebagai penambang ibarat sedang berjudi. Tidak ada seorang pun yang dapat memastikan keberadaan emas tersebut. Jika beruntung, uang belasan hingga puluhan juta bisa dibawa pulang dalam sepekan. Sebaliknya, modal bisa melayang jika keliru menentukan lokasi.

”Saya sempat lima tahun kerja seperti itu. Asam garamnya sudah saya rasakan. Logikanya, kalau memang untung terus, semua masyarakat Katingan akan sejahtera. Bahkan, mungkin tidak ada lagi yang mau jadi PNS, polisi, dan sebagainya. Mereka itu kerjanya cuma spekulasi saja. Untung-untungan," katanya.

Pengusaha jasa angkutan air itu menyimpulkan, usaha PETI cuma menguntungkan bos pemilik alat tambang dan pengepul emas. Kondisi demikian berbanding terbalik dengan kehidupan ekonomi pekerjanya yang cenderung jalan di tempat. Bahkan, banyak yang terlilit utang.

”Daripada diburu-buru polisi dan hasilnya tidak jelas, makanya saya ganti pekerjaan. Kebanyakan pekerja tambang itu adalah anak-anak putus sekolah yang orang tuanya tidak sanggup menyekolahkan, sehingga mereka ikut-ikutan kerja tambang. Padahal, hasilnya cuma untuk bertahan saja," ujarnya.

Ongkos hidup selama bekerja, seperti makan, rokok, dan foya-foya biasanya berutang lebih dahulu dengan bos pemilik alat. Sepekan kemudian, emas hasil bekerja akan ditimbang dan dijual kepada pengepul. Biasanya, pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan pengeluaran. 

”Kalau dulu, biasanya bos yang menyediakan minuman keras, bahkan ladiesnya (PSK, Red), untuk hiburan di tengah hutan. Semua itu tidak gratis. Perilaku seperti itulah yang sering membuat tekor. Ongkos untuk anak isteri bisa terbengkalai. Laporannya meleset terus, padahal uangnya untuk foya-foya," ungkapnya.

Seorang mantan bos PETI yang ditemui Radar Sampit, mengatakan, dunia tambang emas ilegal penuh risiko. Mulai dari kucing-kucingan dengan aparat penegak hukum hingga kematian. Bahkan, menghalalkan berbagai cara untuk menguasai lokasi tambang yang dianggap potensial.

”Kalau mati tertimbun itu sudah biasa, semua penambang sudah tahu risikonya masing-masing. Sekarang ini, bisnis tambang emas ilegal mulai memanfaatkan alat-alat berat untuk mendongkrak hasil produksi, karena lebih menguntungkan," kata pria yang meminta identitasnya tak disebutkan ini.

Sejauh ini, lanjutnya, cukup banyak lokasi tambang emas ilegal di Katingan. Lokasinya masuk hutan dan jauh dari pusat keramaian. Kendati demikian, jejak aktivitas PETI tetap mudah diketahui dan hal itu sudah menjadi rahasia umum.

”Awal tahun 2000 dulu, saya pernah punya sampai 23 unit dengan modal sekitar Rp 600 juta lebih. Hasilnya memang sangat menguntung. Seiring maraknya razia besar-besaran dan mahalnya harga solar, akhirnya saya pelan-pelan beralih usaha. Dulu anak buah saya ratusan. Rata-rata perantau dari Jawa," katanya.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Katingan cukup merata, yakni mulai Kecamatan Katingan Hulu, Marikit, Sanaman Mantikei, Katingan Tengah, Petak Malai, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sangalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan, dan Kamipang.

Tak ada data pasti mengenai jumlah pekerjanya. Namun, diperkirakan mencapai ribuan. Hanya dua kecamatan yang diketahui belum ada aktivitas PETI, yakni Mendawai dan Katingan Kuala. Pasalnya, kedua kecamatan tersebut berada di kawasan pasang surut dan bertanah bergambut.

Catatan Radar Sampit, aktivitas PETI telah menelan sejumlah korban. Senin (30/7) lalu, Bongkahan tanah berpasir menimpa lima penambang di Desa Bangkuang, Kecamatan Tewang Sangalang Garing. Tiga penambang tewas tertimbun, yakni Gunawan alias Digun (23), Aply (23), dan Guspri Bin Arfiansyah (29). Dua lainnya selamat, yakni A (44) selaku pemilik alat tambang dan R (25), pekerja tambang.

Selain itu, sepanjang tahun ini telah terjadi tiga kasus laka kerja tambang dengan total tujuh orang tewas di Katingan. Pertama, terjadi 15 Maret lalu di DAS Katingan, wilayah Desa Hiyang Bana, Kecamatan Tasik Payawan. Kejadian itu merenggut nyawa M Irwan (22) yang tertimpa reruntuhan batu granit.

Tiga hari berselang, kasus serupa kembali menimpa tiga penambang emas asal Jawa Barat, yakni Barna, Holid, dan Kanan Abdul Wahab. Mereka bekerja di lokasi tambang emas di wilayah Km 31, Desa Karya Unggang, Kecamatan Tewang Sangalang Garing. (agg/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers