PANGKALAN BUN - Gas elpiji bersubsidi masih sulit didapatkan di Pangkalan dalam sepekan ini. Namun tabung gas bersubsidi ini justru lebih banyak ditemui di warung pengecer. Harga jual gas bersubsidi itupun ditengarai lebih mahal bila dibandingkan dengan elpiji non subsidi.
Harga yang ditawarkan berbeda-beda. Bahkan rata-rata tabung hijau itu harus ditebus dengan harga diatas harga eceran tertinggi yang telah ditentukan pemerintah.
Peneluran Radar Pangkalan Bun, gas melon yang dijual di warung pengecer dihargai mulai dari Rp 25 ribu dan paling mahal mencapai Rp 50 ribu. Sedangkan untuk elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dijual Rp 85 ribu dan tabung ukuran 12 kilogram Rp 165 ribu.
Dari temuan itu bila dihitung perkilogram maka harga elpiji bersubsidi akan dihargai Rp 16.666 per kilogramnya. Sedangkan untuk taung nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram, per kilogram gas dihargai Rp 15.454, dan tabung ukuran 12 kilogram maka per kilogramnya bisa lebih murah lagi yakni Rp 13.750.
Satria, salah satu pemilik Pangkalan elpiji resmi di Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan menjelaskan bahwa saat ini jatah untuk Pangkalan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat yang menjadi tanggungjawabnya dalam penyaluran elpiji bersubsidi. Padahal jatah elpiji itu hanya untuk beberapa RT. Hal ini terjadi hampir di semua Pangkalan yang ada di Pangkalan Bun.
“Kalau datang paling dua hari sudah kosong lagi, karena jatah 1 orang 1 tabung menggunakan kartu kendali,” imbuhnya.
Selain itu, terkait dengan harga gas melon yang mencapai Rp 50 ribu di Desa Runtu, Kecamatan Arut Selatan. Ada indikasi masuknya gas melon tersebut dari luar wilayah Kobar. Pasalnya diketahui bahwa segel tabung bukan berwarna kuning seperti segel tabung gas bersubsidi yang beredar untuk Kobar.
“Bisa jadi harga mahal itu karena tabung gas dari luar daerah yang masuk ke Kobar, karena di Kobar hanya berwarna kuning, bukan segel warna putih,” kata Estu, warga Pangkalan Bun. (jok/sla)