SAMPIT – Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur (Kotim) menduga terjadi manipulasi harga tanah dalam perkara dugaan penerbitan surat pernyataan tanah (SPT) fiktif di Desa Bagendang Tengah. Hal itu dilakukan untuk menghindari berbagai urusan, seperti pajak dan lainnya.
Dalam kasus yang menyeret M Saini Arif, mantan kades setempat sebagai tersangka itu, penyidik Kejari Kotim telah memeriksa pengusaha asal Medan, Aan S. Dia merupakan pemilik lahan seluas 200 hektare yang diusut kejari tersebut.
”Dia diperiksa sebagai saksi atas kasus ini. Keterangannya sangat diperlukan. Sementara ini, kalau dari pengakuan saksi, dia membeli lahan itu Rp 5 juta per hektarenya," kata salah seorang penyidik, Rabu (19/9 ).
Aan baru kali pertama diperiksa sebagai saksi dalam penerbitan SPT yang diduga fiktif pada 2017 lalu tersebut. Rencananya penyidik juga akan kembali memanggilnya.
Dari Pengakuan saksi, lanjutnya, lahan itu dibeli untuk anaknya. Sang pengusaha sudah menginvestasikan uangnya hingga Rp 3 miliar untuk membeli lahan sampai penanaman sawit di lokasi itu.
Dari pengecekan lokasi yang dilakukan penyidik, lahan itu terdiri dari satu hamparan. Di lahan itu ada pondok pekerja dan sudah ditanami sawit. ”Sawitnya masih kecil-kecil. Katanya baru ditanam," tutur penyidik.
Kasus tersebut diharapkan tidak berhenti di M Saini Arif sebagai tersangka. Praktik busuk itu diduga dilakukan berjamaah, mulai dari manipulasi dokumen pertanahan hingga aliran uang. Uang hasil penjualan itu disebut mengalir ke sejumlah pihak hingga oknum aparatur di tingkat kecamatan.
Dalam keterangannya sebelum jadi tersangka 23 Agustus lalu, Saini membantah SPT yang ia register fiktif. Termasuk soal ganti rugi lahan. Dari beberapa warga yang dipanggil, dia menunjukkan bukti, bahwa mereka menerima uang ganti rugi.
Satu hektare lahan warga diganti sebesar Rp 2.250.000. Ada tanda terima yang dilakukan melalui pihak notaris. Apabila ada yang mengaku cuma mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 1 juta, Saini menegaskan sangat tidak benar.
Menurut Saini, semua warga yang namanya ada tercantum dalam surat pernyataan tanah, tidak ada yang fiktif. Sekitar 200 hektare lahan itu dijual kepada 10 pengusaha sawit. ”Jadi, kalau disebut fiktif itu, mana yang fiktif? Pemilik tanahnya ada semua,” katanya. (ang/ign)