PANGKALAN BUN – Puluhan warga yang sedang bersengketa perihal masalah tanah tanah di Desa Karang Mulya, Kecamatan Pangkalan Banteng disarankan untuk mengadu ke DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) agar permasalahan tersebut bisa segera dicarikan solusi terbaik dan tidak terkatung-katung tanpa kejelasan penyelesaian ataupun konfirmasi dari kedua belah pihak.
Wendy, salah seorang tokoh pemuda Kobar sekaligus pemerhati kasus ini, menegaskan jika merunut dari kasusnya, pihak mantan kepala desa tidak berhak membuat tanah tersebut sebagai tanah lembaga. Karena warga memang sudah mengganti rugi tanah tersebut kepada pihak PT Surya Sawit Sejati (SSS).
”Menurut saya masalah ini sebenarnya ada di pak Katono, seharusnya selaku kades waktu itu bisa melindungi hak-hak warga,” jelas Wendy yang kala itu juga mendampingi warga.
Menurut Wendy warga memperoleh tanah tersebut juga dengan cara dan etikat baik, dalam artian tidak serta merta menyerobot. Semua ada proses dan ceritanya proses yang berjalan juga melalui desa dengan membeli tanah atau mengganti rugi ke pihak investor PT SSS yang memiliki lahan tersebut.
”Aneh bukannya memberikan hak warga sebagaimana mestinya tetapi malah bertindak lain,” herannya.
Wendy mengakui bahwa dirinya ikut prihatin atas kasus ini, dan menyanggkupi untuk melakukan pendampingan warga hingga memberikan bantuan hukum. Pihaknya juga mendukung langkah-langkah warga yang membawa kasus ini ke ranah hukum sehingga bisa jelas persoalannya.
Sementara itu, 28 warga Karang Mulya yang diwakili Alwi, berulang kali menyatakan bahwa pihaknya memang menanam dan merawat tanaman dilahan tersebut. Termasuk telah mengganti rugi kepada PT SSS karena ternyata lahan yang digarap itu adalah milik perusahaan.
Menurutnya jika memang ada yang menyatakan tanah itu adalah tanah lembaga (desa) namun mengapa pada saat muncul persoalan dengan perusahaan, pihak desa tidak memperjuangkannya. Namun justru memfasilitasi warga hingga muncul kesepakatan ganti rugi Rp 8 juta per hektare.
”Kita pegang bukti, termasuk kuitansi pembayaran, kemudian bukti surat kuasa dari PT SSS kepada Katono untuk menyelesaikan persoalan ini,” jelas Alwi.
Terpisah, Galiotneil yang pada waktu itu seorang staf desa Karang Mulyasaat dikonfirmasi membenarkan bahwa warga menyerahkan uang untuk ganti rugi kepada PT SSS melalui dirinya. Kuitansi pembayaran warga yang menandatangani dirinya. Tetapi ia mengakui bahwa dirinya hanya sebagai fasilitator saja, ganti rugi sebenarnya adalah permintaan warga.
Menurutnya pihak Desa tidak pernah memaksakan kalau harus warga yang mengganti rugi. Ia juga menegaskan bahwa sejak awal tanah tersebut adalah tanah negara untuk lembaga didesa. Tetapi dirinya mengaku tidak mengetahui secara detail dan rinci.
”Yang lebih tahu adalah matan kepala desa dan kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kalau menurut mereka tanah itu adalah tanah lembaga dan warga menumpang menggarap, bahkan katanya surat pernyataannya ada,” jelas Galiotneil. (sam/sla)