PALANGKA RAYA – Pendidikan dan kependudukan, merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kalteng. Salah satu contoh, pendidikan dapat menurunkan keinginan memiliki banyak anak dan pengaturan kelahiran lebih baik. Informasi, pesan dan akses pada program keluarga berencana tidak terlepas dari peran dan partisipasi pendidikan.
Ketua Plt Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kalteng Satyawati Kusumawijaya S.Pi menyebut kaum muda yang punya pendidikan cukup, minimal sampai 12 tahun (lulus SMA), cenderung tidak ingin punya anak banyak-banyak.
“Karena itu pendidikan berperan mengatasi masalah kependudukan. Bila mereka (kaum muda, Red) sudah lulus sekolah, mereka akan mampu berpikir apakah memilih bekerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi jika keuangannya memungkinkan,” jelas usai pembukaan Workshop Perumusan Isu Tentang Dampak Kependudukan, Senin (18/2) di Hotel Luwansa.
Satyawati menjelaskan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalteng menunjukkan rata –rata lama sekolah penduduk 25 tahun ke atas di Kalteng mencapai 8,29 tahun atau hanya setara dengan kelas VII (SMP Kelas II).
“Hal ini tentu saja berdampak pada masalah kependudukan yang lain, misalnya saja umur kawin pertama. Berdasarkan hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) rata-rata UKP (Umur Kawin Pertama) rentang usia 25-49 tahun di Kalteng masih rendah yaitu 20,8 tahun. Wanita yang menikah pada umur muda lebih lama menghadapi risiko kehamilan, juga mempunyai risiko kesehatan yang tinggi,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Agau SE yang juga bertindak sebagai panitia kegiatan berharap melalui workshop ini seluruh perangkat daerah pengendalian kependudukan (Dalduk) dan KB kabupaten/kota mampu melakukan inventarisasi dan isu strategis kependudukan di Kalteng.
“Diantaranya tidak meratanya sebaran penduduk, masih tingginya angka pernikahan dini, rendahnya partisipasi sekolah tingkat menengah, kriminalitas, rendahnya daya saing tenaga kerja lokal dan lain-lain,” pungkas Agau. (vin)