NANGA BULIK – Meningkatnya kualitas pelayanan membuat jumlah pasien di RSUD Lamandau meningkat drastis. Akibatnya sampah medis pun bertambah hingga melebihi kapasitas kemampuan pengolahan limbah saat ini. Tempat penampungan sampah medis di rumah sakit pelat merah itu tak mampu lagi menampung banyaknya sampah dari tempat layanan kesehatan itu.
Plt Direktur RSUD Lamandau Dr Jozeb HF Rumouw mengungkapkan, dalam satu hari RSUD Lamandau menghasilkan enam hingga tujuh kantong limbah medis.
“Yang bisa dibakar (dimusnahkan) hanya empat hingga lima kantong saja, sehingga masih ada sisa kantong berisi sampah yang tidak terbakar,” ujar Jozeb saat ditemui di ruang kerjanya, pekan lalu.
Limbah medis berupa sampah infeksius dan non-infeksius. Limbah infeksius merupakan limbah yang terkena atau bersentuhan dengan tubuh pasien, misalnya jarum suntik. Sedangkan limbah non-infeksius, seperti botol dan selang infus.
”Selama ini, penanganannya masih dengan cara dibakar di dalam incenerator. Namun, seiring bertambah usia, insenerator berkurang kekuatannya. Sehingga tidak semua sampah dapat dibakar. Kantong sisa yang tidak terbakar akhirnya menumpuk hingga meluber keluar ruang penampungan pengelolaan sampah milik RS,” terangnya.
Tumpukan sampah tersebut tentu saja mengganggu pemandangan di RSUD Lamandau. Untuk mengantisipasi luberan sampah itu, pihaknya berinisiatif membeli mesin pencacah plastik. Mesin ini akan digunakan untuk mengolah limbah medis berbahan plastik, seperti botol dan selang infus. Sedangkan penangan bahan lainnya, dengan cara dibakar.
“Hasilnya nanti berupa bijih plastik. Kemudian akan kita sterilkan,” ujarnya.
Pihaknya berharap, dengan mesin pencacah plastik ini penanganan sampah akan lebih maksimal. Karena usia incenerator yang sudah uzur membuat kemampuannya berkurang dan membutuhkan bantuan dari mesin lain untuk mengurangi sampahnya. (mex/sla)