Ada beragam cara warga memeriahkan Hari Raya Idulfitri 1440 Hijriah. Di Sukamara, ada tradisi unik menyambut datangnya hari kemenangan tersebut, yakni menggelar perang air di Sungai Jelai. Tradisi yang sejak lama dan turun temurun dilakukan selama tiga hari berturut-turut itu menjadi tontotan gratis yang menghibur.
FAUZIANNUR, Sukamara
Sore hari, sekira pukul 16.00 WIB di hari Lebaran, bibir Sungai Jelai mendadak ramai dikunjungi warga. Mereka ingin melihat keseruan perang air di tengah sungai. Anak-anak dan remaja bersiap ikut ambil bagian dalam perang yang bukan perang sebenarnya itu. Masing-masing kelompok mempersiapkan air berwarna-warni, dibungkus dengan plastik transparan.
Sebagian di antara mereka ada yang siap melempar dari bibir sungai. Sebagian lagi hilir mudik menggunakan perahu mesin kecil atau kelotok dan speedboat. Setiap lewat, kelompok yang berada di bibir sungai langsung melempar dengan kantung air. Begitu pun mereka yang di atas kelotok langsung membalas. Gelak tawa dan sorak-sorai seketika terdengar jika kantong air mengenai sasaran.
Kegiatan itu bukan hanya ungkapan kegembiraan, namun sekaligus jadi ajang silaturahmi warga. Meski saling lempar, tak emosi dan caci maki. Mereka terlihat bergembira sembari hilir mudik menggunakan kelotok.
”Cukup menghibur melihat mereka saling lempar. Lucu dan seru menontonnya,” ungkap Siswanto, salah seorang warga yang sedang asyik menonton bersama istri anaknya saat dibincangi Radar Sampit.
Lantas bagaimana acara perang air tersebut bisa menjadi sebuah tradisi? Menurut kisah Amri, sesepuh warga Sukamara, tradisi perang air terbilang baru dilakukan. Dulunya, merupakan sebuah tradisi perlombaan antarwarga Kelurahan Mendawai dan Kelurahan Padang. Perlombaan tersebut biasa digelar warga saat merayakan hari rara Idulfitri maupun Iduladha.
”Lempar air ini baru-baru saja. Bahari (dahulu kala) berlomba mengambil bendera. Pemenangnya mendapatkan berbagai hadiah dan dibagikan malam harinya,” kisah Amri.
Apa pun tradisi yang masih ada sekarang, kiranya patut dipertahankan dan dilestarikan sehingga menjadi ciri khas Kota Sukamara. Siapa berperan, tentunya masyarakat sendiri dan pemerintah daerah. Tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah, pasti tradisi terkubur oleh zaman. (sla/ign)