SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Selasa, 17 September 2019 16:32
Bencana Asap 2015 Terulang, Bukti Pemerintah Gagal
SEMAKIN PEKAT: Kabut asap yang menyelimuti Kota Palangka Raya semakin pekat, Senin (16/9) . Pemkot Palangka Raya berencana menaikkan status tanggap karhutla hari ini.(DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA – Kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan terulangnya bencana asap 2015, secara tidak langsung memperlihatkan kegagalan pemerintah mengatasi masalah itu. Ironisnya, kegagalan itu terjadi secara terstruktur dan masif, mulai dari pusat hingga daerah.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Tengah (Kalteng) Dimas Novan Hartono mengatakan, karhutla terus berulang hampir setiap tahun. Namun, pemerintah belum bisa menyelesaikan masalah tersebut.

”Karhutla ini bukan bicara pemadaman saja, tetapi proses lainnya. Salah satunya restorasi dan meyakinkan keterlibatan masyarakat. Jika terjadi karhutla, masyarakat jadi kambing hitam sebagai pelaku pembakaran,” kata Dimas.

Dimas menuturkan, pemerintah harusnya memiliki sistem pemberitahuan dini terkait kebakaran. Namun, sistem itu tidak berkerja. Seharusnya, lokasi yang dilakukan restorasi merupakan wilayah yang dianggap rawan kebakaran. Namun, wilayah itu justru tidak dilakukan pembahasan.

Menurutnya, penanganan baru dilakukan ketika terjadi kebakaran melalui pemadaman. ”Saya menilai langkah pemerintah tidak maksimal,” ujarnya.

Dia menegaskan, pemerintah gagal menangani karhutla. Pembahasan mengenai pencegahan bencana itu tidak dilakukan dengan baik. Meski ada beberapa langkah pemerintah, seperti penyediaan sumur bor, namun ada indikasi sumur bor fiktif. Selain itu, anggaran yang dikucurkan seolah mubazir karena bencana asap kian parah.

”Harus ada audit terkait anggaran tersebut. Semua infrastruktur pembahasan gambut (IPG) harus dicek kembali. Lakukan evaluasi mendalam. Kalau tidak mampu dan tak becus, para pihak itu jangan jadi tim penanganan,” katanya.

Dimas berpendapat, meski telah terbentuk Badan Restorasi Gambut, dibantu KLHK dan BPBD serta lainnya, pemerintah dinilai belum maksimal menanggulangi dan mencegah karhutla.

”Proses menjaga agar tidak terjadi karhutla yang salah. Sipalaga (Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut, Red) sudah berkerja, tetapi tak maksimal. Apalagi anggaran besar tidak diawasi dengan ketat. Anggapannya, ini kegagalan terstruktur dan sistematis,” katanya.

Lebih lanjut Dimas mengatakan, penegakan hukum oleh berbagai pihak, khususnya di wilayah lahan gambut milik perusahaan tak maksimal dijalankan. Dia mendesak pemerintah mengeluarkan data resmi perusahaan yang terlibat pembakaran hutan dan lahan.

”Selama ini wacananya selalu pelaku pembakar adalah masyarakat. Padahal, paling besar itu adalah keterlibatan korporasi,” katanya.

Dimas menambahkan, aturan tegas mengacu undang-undang harus ditegakkan. Terlebih menyangkut korporasi. Apalagi bagi korporasi aturannya lebih detail, yakni tiga kilometer dari kawasan konsensi apabila tidak terjaga, menjadi tanggung jawab perusahaan dan harus ada sanksi apabila lahannya terbakar.

Dimas mengungkapkan, Walhi Kalteng mengidentifikasi sebanyak 18 perusahaan di seluruh Kalteng terkait karhutla. Indikasinya bisa dilihat dari keberadaan titik api. Namun, permasalahannya, tidak semua pengecekan langsung dilakukan.

”Banyak yang dulu wilayahnya sudah dipasang garis polisi karena terbakar, tetapi kini kembali terjadi. Makanya, tindakan tegas itu belum maksimal. Pemerintah harusnya bertanggung jawab atas hal ini,” ujarnya.

Mengenai ultimatum Presiden Joko Widodo mencopot pejabat terkait, baik TNI maupun Polri apabila gagal atasi karhutla, menurut Dimas, hal itu sebenarnya salah kaprah. Harusnya ultimatum itu diarahkan pada perusahaan yang terlibat karhutla dengan pencabutan izin.

Di sisi lain, dia juga menilai ancaman itu hanya gertak sambal, karena sampai sekarang belum ada pencopotan pejabat terkait.

”Ancaman Pak Presiden itu setiap tahun selalu ada, tetapi tidak dilaksanakan. Harusnya copot izin dan copot yang tidak mampu menangani dan harus riil. Kalau mau copot, ya copot. Gak usah pakai segala ancam-ancam. Utamanya izin bermasalah, harusnya dicopot juga,” katanya.

Dimas juga kecewa karena putusan Mahkamah Agung terkait gugatan masyarakat mengenai bencana asap juga belum dilaksanakan pemerintah.

”Pemerintah harusnya eksekusi putusan itu. Jangan terus berdalih. Mau berdalih apalagi? Ini kondisinya sudah terbakar. Harus dijalankan dan sampai sekarang tak dijalani. Misalnya, harus ada rumah sakit sehat (untuk korban asap), tetapi gak ada. Jangan hanya omong kosong,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua  sementara DPRD Kotim Rimbun juga mendesak pemerintah serius dan mencabut izin perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Dia tidak ingin penyegelan yang dilakukan KLHK tanpa tindak lanjut hingga pidana dan pencabutan izin.

”Disengaja atau tidak, jika lahannya terbukti terbakar, itu adalah pelanggaran dan alangkah baiknya izin mereka dicabut dan lahannya diambil alih atau dikuasai pemerintah. Ini mengakibatkan bencana besar bagi kita,” kata Rimbun.

Sekda Kotim Halikinnor mengatakan, Pemkab tak mengetahui penyegelan area konsesi PT Menteng Jaya Sawit Perdana (MJSP) di Desa Bagendang Permai tersebut. Pasalnya, KLHK tak ada koordinasi dengan Pemkab Kotim. 

Usut Pimpinan Korporasi

Sementara itu, untuk meninjau sekaligus memberi arahan langsung kepada seluruh pemangku kepentingan, Senin sore (16/9) Presiden Joko Widodo bersama sejumlah pejabat bertolak ke Riau.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto turut serta dalam rombongan. Kepada awak media dia menjelaskan, Presiden memberi atensi lebih terhadap karhutla. Begitu tiba di Riau, Presiden langsung rapat bersama seluruh aparat daerah. Fokus rapat tersebut, kata Wiranto, mencari jalan keluar terbaik.

”Hal apa yang masih perlu dilakukan sehingga penanggulangan kebakaran hutan ini dapat betul-betul dilaksanakan secara maksimal,” bebernya.

Pemerintah tidak ingin karhutla membuat masyarakat sengsara. Apalagi sampai membikin negara tetangga melayangkan protes.

Setelah rapat kemarin malam, Wiranto meneruskan, hari ini (17/9) presiden akan meninjau langsung titik-titik karhutla. Dia memastikan, pemerintah berusaha bergerak secepat mungkin. ”Ini kan masalah darurat, masalah darurat kebakaran,” tambahnya.

Apabila tidak ditangani dengan baik dan cepat, mantan Panglima ABRI itu khawatir pemerintah semakin kewalahan. Karena itu, sumber daya yang ada dikerahkan. Selain helikopter, kata dia, pesawat TNI-AU seperti CN-235, Cassa, maupun Hercules dikerahkan.

Tidak hanya itu, evaluasi terhadap semua pemangku kepentingan juga terus dilakukan. Khususnya kepada pejabat daerah mulai level polres, polda, kodim, korem, sampai kodam. ”Presiden kan memerintahkan, pada saat nanti penanggulangan karhutla ini gagal di suatu tempat, maka kapolda, pangdam akan dicopot atau diganti,” tegasnya.

Saat ini, langkah itu memang belum dilakukan. Namun bukan berarti pemerintah tinggal diam. Menurut Wiranto, pihaknya akan melihat bagaimana hasil penanggulangan karhutla nanti.

Sementara itu, Polri menyimpulkan bahwa 99 persen karhutla diakibatkan faktor manusia. Karena itu, lembaga yang dipimpin Jenderal Polisi Tito Karnavian itu bakal lebih tegas dalam penegakan hukum.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, saat ini jumlah kasus karhutla mencapai 160 kejadian. Dari kasus tersebut, terdapat 185 tersangka dan empat di antaranya tersangka korporasi. ”Kami fokus penegakan hukum,” papar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah tersebut.

Hampir setiap tahun Polri menangani kasus karhutla. Pada 2015 terdapat 281 kasus dan 3 kasus korporasi. Lalu pada 2016 terdapat 277 kasus dengan 2 di antaranya kasus korporasi. Selanjutnya, pada 2017 ada 27 kasus dan 2018 terdapat 66 kasus. ”Kalau dilihat ini memang fenomena lima tahunan. Tiap lima tahun, kebakaran besar terjadi,” jelasnya.

Terpisah, Wadir Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Kombespol Agung Pudjiono menjelaskan, untuk kasus korporasi, saat ini tidak hanya orang lapangan yang menjadi target. Pemilik atau petinggi perusahaan sedang diselidiki.

”Tidak hanya bawahan,” ungkapnya. Pimpinan perusahaan yang terlibat akan dijerat. Saat ini dengan didalami bagaimana peran dari para petinggi perusahaan itu. ”Bisa nanti sampai level direkturnya,” paparnya di kantor Bareskrim kemarin.

Sebelumnya, Polda Kalteng telah menetapkan satu tersangka perusahaan dalam kasus karhutla, yakni PT PGK di wilayah Jabiren, Pulang Pisau.  Sebanyak 15 perusahaan lainnya masih dalam penyelidikan.

”Sudah ada 16 kasus karhutla yang diduga ada ketelibatan korporasi yang sudah sampai di tingkat lidik. Untuk PT PGK saat ini sudah sampai pada tingkat penyidikan,” kata Karo Ops Polda Kalteng Kombes Pol Rinto Djatmiko, pekan lalu. (idr/syn/oni/jpg/daq/ang/dc/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers