PALANGKA RAYA- Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang berakibat kabut asap pekat hampir di semuao wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu lalu, tak hanya menganggu kesehatan, dan pendidikan. Kondisi ini dicatat juga menyebabkan anjloknya perputaran roda perekonomian setempat. Baik di sektor perdagangan, perhotelan, penerbangan, hingga produktivitas kinerja karyawan pemerintah dan swasta.
Evaluasi dari kondisi ini seperti dipaparkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Tengah, Rihando. Dia menyampaikan kabut asap memberikan pengaruh sejumlah aktivitas perekonomian, seperti berkurangnya jam kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), berkurangnya aktivitas lalu lintas dan jual beli, hingga terganggunya aktivitas penerbangan pesawat udara.
Dipaparkannya, seperti di sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), kabut asap berdampak terhadap penurunan penjualan sekitar 25persen untuk pemesanan individual, dan 50persen untuk pemesanan grup, jika dibandingkan dengan kondisi normal di bulan- bulan sebelumnya.
Namun lanjut Rihando, sektor perdagangan lainnya, dalam hal ini departement store, ternyata terkena dampak positif terhadap pertumbuhan penjualan. Menurutnya sisi traffic customer mengalami peningkatan.
”Meningkatnya traffic customer disinyalir merupakan perilaku masyarakat yang melakukan kunjungan ke toko untuk mendapatkan udara yang lebih segar dengan ketersediaan air conditioner di toko. Sisi inventori tidak terdapat hambatan dalam pengiriman barang via lau, t baik dari Jakarta maupun Surabaya,” paparnya.
Selanjutnya diuraikan, dampak lainnya, terdapat penurunan pengunjung yang datang ke pasar tradisional dan berdampak pada penurunan pendapatan penjual sekitar 20-30 persen. Disamping itu, kabut menghambat pendistribusian sejumlah komoditas, sehingga secara teori menyebabkan kenaikan harga.
Kemudian lanjut Rihando, di saat yang bersamaan kabut asap memberikan dampak berkurangnya permintaan, sebab menurunnya jumlah masyarakat yang datang ke pasar tradisional. Hal tersebut menyebabkan pedagang tidak dapat menaikkan harga barang.
”Kala kabut asap stok komoditas kebutuhan pokok masyarakat masih dalam level yang cukup, dengan harga yang relatif stabil,” jelasnya.
Menurut Rihando, dengan kondisi itu, yakni terjaganya harga kebutuhan pokok terlihat pada deflasi yang terjadi di Kalimantan Tengah secara bulanan (month to month) pada bulan Juli, Agustus, dan September. Hingga deflasi pada tiga bulan tersebut, berturut-turut adalah sebesar -0,25persen, -0,29persen, dan -0,07persen (mtm).
”Jelasnya bahwa deflasi didorong oleh kelompok komoditas harga pangan bergejolak (volatile food) yang mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,71persen, -0,70persen, dan -1,03persen (mtm) pada bulan Juli, Agustus, dan September,” urainya.
Lebih lanjut Rihando menguraikan, gangguan lain dari jika dilihat dari kinerja sektor ekonomi utama Kalimantan Tengah, kabut asap memberikan dampak terhadap produksi dan aktivitas pekerja meskipun masih relatif terbatas.
Hambat Produksi di Sektor Pertanian
Kemudian, dari sektor pertanian tanaman perkebunan, sejumlah pelaku usaha kelapa sawit, dengan adanya kabut asap menyebabkan beberapa perusahaan harus mengalihkan sejumlah Sumber Daya Manusianya-nya untuk ikut memadamkan titik api di sekitar perkebunan, agar tidak masuk ke dalam kebun perusahaan.
“Selain itu hari kerja pegawai juga mengalami penurunan, karena banyaknya pegawai yang sakit dan tidak masuk karena kabut asap. Hal ini menyebabkan terdapat buah matang yang tidak atau pun telat untuk dipanen,” terangnya Rihando.
Kemudian menurutnya, dengan kondisi itu berdampak terhadap turunnya tonase produksi. Itu karena ternyata kabut asap mengganggu kelangsungan hidup hewan penyerbuk, hal ini berpotensi memberikan dampak terhadap banyak bunga betina sawit yang tidak terpolinasi dengan baik, dan dapat mempengaruhi produksi pada bulan- bulan berikutnya.
Dampak lain lanjut Rohandi, dari sektor pertanian tanaman bahan makanan dalam produksi beras mengalami gangguan sejak terjadinya bencana asap. Sejak kualitas udara semakin memburuk beberapa minggu terakhir, produksi beras harian tercatat menurun.
Sementara untuk tanaman hortikultura, produksi juga terganggu, terutama komoditas bawang merah, cabai besar, dan cabai rawit.
”Akibat asap, tanaman tidak tumbuh dengan baik, daun-daunnya menjadi mengering dan keriting. Asap yang menutupi sinar matahari membuat tanaman-tanaman ini kekurangan suplai sinar matahari, sehingga lebih rentan terserang OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),” terangnya.
Rohandi menambahkan, berbeda dari hal lain, sektor jasa kesehatan, terjadi permintaan alat-alat kesehatan yang meningkat tajam sejak bencana asap terjadi. Seperti masker, oksigen murni, dan multivitamin,walaupun harganya cenderung stabil dan terjaga.
“Untungnya pedagang memberi diskon pada masker dan tabung oksigen murni, dengan potongan harga atau promo pemberian masker gratis setelah pembelian masker/tabung oksigen dalam jumlah tertentu. Mereka keinginannya untuk tidak terlalu mencari untung dari kejadian bencana asap yang menyusahkan masyarakat,” urainya.
Tak lupa Rihando juga memaparkan dampak lainnya dari kabut asap, yakni adalah terganggunya aktivitas penerbangan pesawat udara. Beberapa penerbangan dari dan ke Palangka Raya mengalami keterlambatan, dan pengalihan melalui Banjarmasin, bahkan aktivitas di Bandara Tjilik Riwut sempat nyaris terhenti pada tanggal 15-17 September.
”Informasi dari Angkasa Pura II Bandara Tjilik Riwut, hanya terdapat 2-4 penerbangan dari 24 penerbangan dari dan ke Palangka Raya pada tiga hari tersebut. Gangguannya sangat terasa, makanya itu diharapkan stop membakar lahan dan hutan serta sama-sama menjaga lingkungan,” pungkasnya.(daq/gus)