PANGKALAN BUN - Turunnya debit air di Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) mulai berdampak pada masyarakat. Salah satunya harga ikan endemik Sungai Arut di Pasar Indra Sari, Kelurahan Baru merangkak naik.
Hal itu terjadi karena jenis ikan endemik Sungai Arut seperti Haruan dan Toman sulit didapat, begitu pula dengan Ikan Baung non budidaya.
Ukar salah seorang pedagang ikan sungai di Pasar Indra Sari, Pangkalan Bun, menuturkan bahwa akibat surutnya Sungai Arut membuat beberapa jenis ikan sulit didapat, akibatnya harga ikan itu kini mencapai Rp 70 ribu per kilogramnya.
Berbeda dengan kedua jenis ikan tersebut, Ikan Baung yang saat ini banyak beredar di pasar adalah jenis Baung hasil budidaya (keramba) yang secara kualitas dan rasanya berbeda dengan ikan Baung hasil tangkapan nelayan. Meski begitu harga perkilogramnya tetap sama yakni Rp 60 ribu.
“Ikan Haruan saat kondisi normal harganya hanya Rp 30 -35 ribu per kilogram,” ungkapnya saat ditemui di lapak Pasar Indra Sari, Kamis (7/11).
Berbanding terbalik dengan harga ikan endemik Sungai Arut, ikan budidaya seperti Ikan Emas dan Bawal justru mengalami penurunan, apalagi saat ini jenis ikan tersebut banyak yang mati akibat perubahan kualitas air sungai.
Setiap harinya tidak kurang sebanyak dua boks Ikan Emas dan Bawal dikirim ke Pasar Indra Sari, dengan harga Rp 20 ribu per kilogramnya, padahal sebelumnya harga ikan-ikan itu mencapai Rp 35 ribu per kilogram.
“Apalagi saat hujan turun, jumlah ikan keramba masyarakat lebih banyak yang mati, akhirnya harganya turun,” ujarnya.
Sementara itu pedagang ikan lainnya justru mengeluhkan biaya tambahan untuk mengangkut ikan dari lantai satu ke lantai dua pasar tersebut. Karena mereka harus menggunakan jasa porter. Sekali angkut ikan dari dermaga, mereka harus merogoh kocek Rp 15 ribu.
“Kalau satu kali angkut menggunakan angkong, tarifnya Rp 15 ribu, kalikan saja bila dua tiga kali angkut, tentu memberatkan kami, kalau angkat sendiri enggak mampu,” ujar Tina. (tyo/sla)