SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Minggu, 19 Februari 2017 10:44
Mencintai Setiap Hari

Oleh: Gunawan

Kapan terakhir kali Anda mengucapkan rasa cinta dan kasih sayang dan mengekspresikannya kepada orang-orang terdekat? Kemarin? Hari ini? Atau sebulan yang lalu? Ekspresi cinta akhir-akhir ini seolah menjadi barang langka. Kita seolah tenggelam dalam politik dan ujaran kebencian yang terus ditebar di media sosial.

Berbagai masalah kehidupan, entah itu pekerjaan, keluarga, atau teman, juga membuat kita lupa pada sifat-sifat dasar manusia yang dibawa sejak lahir. Manusia yang kini lekat dengan gadget dan media sosial, membuat kita hampir lupa pada tinggi dan luasnya makna kasih sayang yang sebenarnya terkandung dalam valentine yang selalu dipertentangkan.

Ada nilai-nilai positif yang sebenarnya bisa kita tarik dan refleksikan kembali dari hari kasih sayang. Nilai itu yang membuat kita menjadi manusia sebagai makhluk paling sempurna di muka bumi. Semua memerlukan cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekitar kita. Hal ini berlaku universal.

Akhir-akhir ini, setiap membuka media sosial, sebagian besar dipenuhi dengan rasa curiga dan benci. Hampir semua seolah berlomba mengekspresikan diri dengan pemikiran yang sebenarnya jauh dari rasa kasih sayang. Tentu saja tak semua demikian, karena ada sebagian yang memilih mengekspresikan cinta untuk teman, keluarga, atau pasangan.

Pemicunya jelas beragam. Yang jelas dan paling pasti, perilaku sebagian orang yang tak sesuai dengan pemikiran kita yang juga dipenuhi kebencian. Rasa saling membenci itu kemudian bertarung dalam ruang-ruang publik di media sosial yang kini jadi ranah siapa saja untuk unjuk gigi.

Ketika kebencian bertemu kebencian, sebenarnya setan sedang berpesta. Kita semakin tenggelam dalam kebencian yang berpotensi melahirkan konflik sampai perang. Lagi-lagi, kita sendiri yang akhirnya menderita. Dibungkus seperti apa pun, konflik selalu berakhir nestapa. Sejarah sudah membuktikannya.

***

Baru-baru ini saya menonton film keluarga tentang bagaimana seharusnya mengekspresikan cinta dan nilai-nilai hidup manusia. Judulnya A Monster Calls. Saya tertarik menonton karena salah satu pemainnya idola saya, Liam Nesson.

Bagi penggemar film action, tentu nama itu tak asing. Aktor yang selalu mempertontonkan akting yang dingin dan misterius. Suaranya berat. Ahli bela diri tentunya. Sayangnya, dalam film itu hanya suaranya yang muncul dalam bentuk monster pohon.

A Monster Calls mengisahkan tentang seorang anak bernama Connor yang kehidupan sosialnya tak seindah anak-anak sebayanya. Ibunya menderita penyakit yang bisa merenggut nyawanya. Di sekolah, dia dimusuhi dan selalu jadi bahan bully teman sebayanya.

Anak itu kemudian bermimpi. Sebuah pohon yang tak jauh dari kediamannya, berubah menjadi monster dan mendatanginya. Di sini, batas antara mimpi si anak dan dunia nyata tak jelas. Si monster mengerikan itu membuat kesepakatan dengan si anak.

Dia akan selalu mengunjungi anak itu pada jam tertentu dan membagikan tiga kisah. Kisah keempat harus si anak yang menceritakan. Awalnya Connor menolak. Dia ingin monster pohon itu justru membantunya menyelesaikan segala permasalahan hidup, terutama menyembuhkan sang ibu. Tentu saja si monster menolak hingga akhirnya si anak bersedia dengan kesepakatan itu.

Monster itu datang seperti yang dijanjikan. Kisah pertama, bercerita tentang sebuah kerajaan yang dihuni pangeran yang kehilangan tahta karena sang raja, ayahnya menikah dengan seorang penyihir. Tak lama setelah menikah, sang raja wafat. Tahta beralih ke penyihir karena pangeran belum cukup umur menjadi raja.

Merebak kisah bahwa kematian sang raja karena diracun penyihir. Penyihir yang telah memiliki segalanya ini jatuh hati dengan pangeran dan ingin memilikinya. Namun, pangeran ini telah jatuh hati dengan seorang anak desa. Mereka akhirnya kabur, menghindari kejaran penyihir dan bermalam di sebuah pohon yang sebenarnya adalah monster itu.

Paginya, ternyata gadis pujaan pangeran tewas bersimbah darah. Pangeran pun menyebar informasi bahwa gadis itu tewas karena ulah penyihir. Hal itu membangkitkan amarah rakyat hingga akhirnya berhasil menggulingkan tahta ratu penyihir.

Bagaimana nasib penyihir? Ternyata dia diselamatkan si monster pohon dan dilarikan ke negeri yang jauh. Di sini cerita berbalik. Sang raja tewas bukan karena ulah penyihir, namun karena digerogoti usia. Demikian pula sang gadis pujaan pangeran, meninggal bukan karena penyihir, tapi dibunuh sendiri oleh pangeran yang memang berencana mengambil tahta penyihir.

Si monster meninggalkan pesan bahwa sifat manusia bisa berubah tergantung situasi yang dialami. Penyihir yang tadinya dianggap pembunuh, faktanya tak pernah mengambil nyawa manusia. Pangeran yang awalnya baik hati, berubah menjadi pembunuh pasangannya sendiri demi tahta, meski akhirnya dia memerintah dengan baik sampai akhir hayatnya.

Si monster ingin mengajarkan kepada si anak tentang kehidupan yang juga kini tengah dialaminya. Bahwa manusia bisa saja berubah. Hingga sampai kisah ketiga, si monster mengajarkan bahwa manusia itu makhluk yang kompleks dan istimewa.

Singkat cerita, setelah si monster selesai dengan semua kisahnya. Giliran si anak yang harus menceritakan sekaligus mengalami kisah keempat. Ibunya ditelan gempa dan si anak berusaha menyelamatkannya. Dia diberikan pilihan pada si monster untuk mengucapkan dan mengekspresikan rasa cinta pada ibunya.

Awalnya dia bersikeras menolak sampai akhirnya di detik terakhir dia mengucapkan bahwa dia mencintai ibunya dan tak ingin melihat sang ibu menderita. Sang monster pun menyelamatkannya. Dia diajarkan bahwa manusia harus berterus terang terhadap perasaannya dan bertindak berdasarkan rasa itu.

Film itu mengajarkan bahwa rasa cinta dan kasih sayang harus diekspresikan, baik dengan ucapan ataupun tindakan entah bagaimana pun sulitnya itu. Hal itu harus dilakukan sebelum segala sesuatunya terlambat.

***

Bukankah kehidupan kita sekarang hampir sama dengan yang dialami si anak? Kita kerap berpraduga tak bersalah dengan seseorang, kemudian melahirkan benih-benih kebencian dan akhirnya merugikan. Kita lupa pada rasa kasih sayang yang sebenarnya bisa menciptakan keajaiban.

Ya, cinta bisa menciptakan keajaiban. Keajaiban yang dirindukan setiap orang. Kadang kita terlalu sibuk pada masalah dan kerap menyalahkan keadaan. Kita lupa menghadirkan cinta dan kasih sayang dalam setiap perbuatan atau tindakan.

Cinta dan kasih sayang juga memberi kekuatan. Seorang ibu di Sampit, misalnya, rela berkeliling kota meminta-minta demi anaknya yang sakit dan perlu kesembuhan. Rasa kasih sayang mengalahkan ego dan harga dirinya.

Atau seorang ibu yang tiba-tiba berubah menjadi "perkasa", mampu menggendong anaknya yang sakit dan terus menangis sepanjang malam sampai anaknya tenang. Kekuatan dan keajaiban itu lahir dari dorongan kasih sayang. Logika manusia runtuh seketika.

Hari sayang memang selalu jadi pertentangan. Itu disebabkan dari sejarah yang mengiringinya. Tapi, kita harus melihat lagi ke belakang, betapa hari-hari kita sudah dipenuhi kebencian. Tak salah jika kita renungkan lagi makna kasih sayang dan mulai menghadirkannya lagi dalam setiap pikiran dan tindakan.

Kita bisa menciptakan keajaiban dengan cara menghadirkan cinta dan kasih sayang setiap hari. Selamat menerima cinta dan kasih sayang dari orang-orang terdekat Anda hari ini, besok, dan seterusnya. Lupakan sejenak masalah. Bergembiralah. Tersenyumlah. Nikmatilah segala sesuatunya dengan rasa cinta dan kasih sayang. (gunawan@radarsampit.com)


BACA JUGA

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers