SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Senin, 07 September 2015 23:18
Masa Denial yang Mestinya Bisa Dilewati

Sikap terbaik yang harus diteguhkan saat ini adalah: mengakui dan menyadari bahwa keadaan ekonomi kita memang sulit. Tidak perlu menutupi. Lebih-lebih tidak perlu menolak keadaan yang memang sulit itu. Jangan punya sikap, yang di dunia kedokteran disebut denial. Tidak boleh sebagian dari kita mengatakan sulit tapi sebagian lagi mengatakan kita ini tidak sulit.
Menjalani fase mengakui kesulitan itu kadang tidak mudah. Seperti orang yang didiagnosa terkena penyakit jiwa, umumnya menolak dikatakan sakit jiwa. Atau sakit kanker. Atau sakit apa pun. Kian kuat penolakan itu kian sulit upaya penyembuhannya.
Tapi datangnya fase penolakan itu sangat wajar. Terjadi hampir pada siapa saja. Hanya sebaiknya fase denial itu jangan lama-lama. Agar tidak terjadi konflik antaranggota keluarga. Tidak perlu bertengkar mengapa terkena penyakit. Siapa yang menyebabkan sakit. Dari mana datangnya sakit. Apalagi kalau sampai ada kesimpulan bahwa sakit itu karena disantet.
Fokus utama bisa langsung bagaimana segera mengobatinya. Itu pun belum tentu bisa segera sembuh. Apalagi kalau tidak segera diobati. Lebih-lebih lagi bila tidak segera tahu bagaimana cara mengobatinya, siapa dokternya, siapa perawatnya dan seterusnya.
Setelah fase denial dilewati sebaiknya segera tentukan sikap: yang pernah berkampanye dengan janji-janji tinggi tidak perlu terus mengingat janji itu. Tidak perlu bersikap harus ngotot akan melaksanakannya. Keadaan memang sudah tidak memungkinkan.
Presiden George Bush dalam kampanye pencalonannya dulu selalu menegaskan akan memberikan perhatian khusus pada Amerika Latin. Maklum, dia dari Texas yang berbatasan langsung dengan Meksiko. Setelah terpilih, ternyata fokusnya tetap ke negara-negara Arab, sebagainana pendahulunya. Bahkan tidak sekali pun Bush sempat berkunjung ke salah satu negara Amerika Latin. Toh dia terpilih lagi.
Bagi pihak yang dulu rajin mencatat janji-janji kampanye itu (dan berniat akan menagihnya), sebaiknya juga membatalkan niat itu. Bahkan tidak perlu membuka catatan itu. Apalagi menagihnya. Penagihan itu hanya akan mempersulit keadaan. Kepuasan bisa menagih janji itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Hanya akan menimbulkan komplikasi. Bahkan komplikasi politik.
Padahal, kita semua tahu krisis ekonomi yang disertai komplikasi politik akan memperparah keadaan. Itu yang sedang dihadapi Malaysia saat ini. Kita sudah pernah merasakannya. Mestinya kita sudah kapok dengan keadaan seperti itu di tahun 1998.
Kita harus berterima kasih bahwa dalam kesulitan ekonomi ini kubu opisisi tidak banyak mempersoalkan pemerintah. Meski penyebabnya mungkin karena Golkar pecah. Dan perpecahannya mungkin akan lebih lama dari masa krisis ini. Demikian juga PPP. Dua kubu di dalam partai Islam ini bukanlah tipe yang mudah bersatu. Partai Islam satunya, PAN, bahkan sudah bergabung ke pemerintah. Hanya PKS yang masih solid. Bahkan kelihatannya kian solid. Hasil munas PKS terakhir mendapat apresiasi yang luar biasa di kalangan anak muda Islam.
Dengan gambaran itu, mestinya masa denial bisa segera kita lewati. Agar proses pengobatan krisis bisa efektif. Krisis ini tidak bisa diatasi hanya oleh pemerintah, meski yang utama adalah pemerintah. Pengakuan pemerintah bahwa kita lagi sulit akan menimbulkan rasa simpati dan empati. Dari sini akan muncul saling membantu. Saling percaya. Krisis ini akan sulit diatasi kalau terjadi krisis kepercayaan. Atau kalau tidak ada  rasa ketenangan dalam berusaha.
Tidak usahlah ada yang mengatakan bahwa ini belum krisis. Inflasi masih terkontrol. Harga tomat masih 1.000/kg. Dan sebangsa itu. Fakta itu akan cepat berubah. Tiwas kita kehilangan waktu.
Tidak perlu juga menyalahkan AS, Korea, atau Tiongkok. Apalagi menyalahkan SBY segala. Itu hanya akan menambah sinyal bahwa kita, secara tidak sadar, masih berada di fase denial.
Kita syukuri bahwa ekonomi kita di masa lalu pernah tumbuh tinggi beberapa tahun, sehingga kini kita lebih punya modal untuk memasuki masa sulit. Tapi tidak perlu juga ada yang terlalu membanggakan masa-masa itu karena toh sudah lewat. Itulah masa ketika AS mengatasi krisis ekonominya yang berat di tahun 2008 dengan cara semena-mena: mencetak uang dolar sebanyak-banyaknya!
Cara itu berhasil menggairahkan ekonomi AS (dan juga ekonomi dunia). Tapi juga berhasil meningkatkan utang luar negeri yang fantastis di banyak negara! Termasuk Tiongkok. Angka-angka peningkatan utang luar negeri itu mengerikan. Dalam waktu singkat.
Mengapa AS mengatasi krisisnya dengan mencetak uang dolar sebanyak-banyaknya? Karena toh dolar itu akan beredar di luar negeri. Tidak akan punya dampak inflasi di dalam negeri AS sendiri. Coba kalau negara lain yang mencetak uang seperti itu. Misalnya kita. Ekonomi negara itu akan hancur karena inflasinya tidak terkendali.
Tapi karena dolar yang beredar di luar AS lebih besar dari yang beredar di AS sendiri pencetakan uang itu tidak merusak ekonomi AS.
Itulah untungnya mata uang dolar menjadi mata uang dunia. Dia bisa digunakan dengan mudah untuk menyehatkan ekonominya sekaligus mengendalikan ekonomi negara lain.
Tahun lalu, ketika AS merasa tujuan mengatasi krisisnya sudah selesai, dimulailah rencana mengetatkan dolar. Dan akan terus diketatkan lagi di tahun-tahun mendatang. Agar tidak memukul ekonomi AS. Peredaran dolar yang berlebih untuk masa yang terlalu lama pada akhirnya akan membahayakan AS. Proses pengetatan dolar itulah yang menjadi wabah penyakit sekarang ini.
Maka kita akui saja ekonomi kita lagi sulit dan akan sulit. Segeralah kita akhiri masa denial. Lalu kita lakukan apa yang harus kita lakukan. (*)

loading...

BACA JUGA

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers