SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

SAMPIT

Selasa, 19 November 2019 17:03
Bertani lewat Gawai, Bisa Pangkas Masa Panen

Faza, Pemuda Lamandau yang Bawa Pulang Medali Emas di Ajang Internasional

MEMBANGGAKAN: Faza Abdurahman Fiddin (21) meraih medali emas pada ajang Advanced Innovation Global Competition (AIGC) di Nanyang Tecnological University, Singapura, 17 November 2019 lalu.(IST/RADAR SAMPIT)

Satu lagi prestasi yang berhasil diraih putra terbaik Kalimantan Tengah di ajang internasional, Faza Abdurahman Fiddin (21). Hasil inovasi yang diciptakannya diprediksi akan menjadi model pertanian modern di masa depan dan mampu menjawab tantangan masa kini yang serba digital.

RIA MEKAR, Nanga Bulik

Pertanian tak lagi harus dikelola secara manual. Pengembangan sektor itu bisa mengikuti perkembangan zaman yang serba digital. Pemikiran semacam itulah yang akhirnya membawa Faza Abdurahman Fiddin mendapatkan medali emas pada ajang Advanced Innovation Global Competition (AIGC) di Nanyang Tecnological University, Singapura, 17 November 2019 lalu.

Pemuda asli Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau itu mampu bersaing dengan ratusan peserta dari berbagai negara dengan inovasinya untuk menciptakan Integrated Electrical Accelerator Plant Growth With Led Cultivation And Indigenous Microbial Fertilizers Controlled Irrigation System On Smart Farming Technology.

Faza dan empat orang temannya dari LSO Hipotesa, sebuah lembaga penalaran di Faculty of Agriculture and Animal Science, University of Muhammadiyah Malang, membuat inovasi di bidang pertanian berbasis teknologi industri 4.0. Mereka di bawah bimbingan Erfan Dani Septia selaku dosen fakultas.  

”Tujuannya untuk membuktikan pertanian dapat diterapkan berbasis teknologi industri 4.0 yang dituntut untuk digitalisasi semua bidang,” ucap pria kelahiran Pangkalan Bun, 12 Februari 1998 ini.

Selain itu, lanjutnya, untuk menyediakan bahan pangan segar organik dengan pertumbuhan yang cepat. Pasalnya, jika pertanian manual, menanam sayur, misalnya, akan memerlukan waktu sekitar 21 hari untuk panen. Hanya dengan alat itu, panen bisa dilakukan pada 12-14 hari.

”Ke depannya alat ini dapat membantu masyarakat urban untuk menyediakan makanan organik di rumahnya. Dengan aktivitas tinggi masyarakat urban, mereka tetap dapat bertani hanya dengan mengontrol menggunakan smartphone mereka,” ujarnya.

Bahkan, lanjutnya, mampu mempercepat pertumbuhan tanaman menggunakan medan elektromagnetik dan bakteri sebagai pupuk penyedia nutrisi tanaman.

Putra pertama dari empat bersaudara pasangan Iswahyudianto dan Suprapti ini menuturkan, pemilihan bidang itu karena prospek pengembangan pertanian semakin terbuka lebar dengan terus meningkatnya kebutuhan pangan dunia. Namun, di sisi lain, terjadi pengurangan ketersediaan pangan yang berkualitas dan bersih dari bahan kimia sebagai bahan pangan yang baik bagi kesehatan.

”Penerapan inovasi ini dapat digunakan dalam pertanian skala besar maupun kecil, sehingga harapanya dengan ide ini, pertanian Indonesia mampu menyediakan bahan pangan sehat dan dapat menjaga ketahanan pangan,” tutur mahasiswa semester tujuh jurusan agriteknologi UMM ini.

Dia menjelaskan, prototipe alat yang dibuat menggunakan media tanam cocopeat dan sebuah alat yang terbuat dari akrilik yang menambah kesan futuristik dalam ruangan/rumah. Sistem pengairannya menggunakan metode irigasi tetes.

”Yang dapat dikontrol melalui smartphone merupakan iklim mikro tanaman. Mulai dari kelembaban dan temperatur sekitar tanaman, kebutuhan air, hingga intensitas cahaya,” ujarnya.

Faza meyakini, hal itu akan menjadi gaya hidup baru masyarakat urban, setelah sebelumnya banyak yang mulai bertanam tanpa tanah dengan cara hidroponik. Melalui inovasi itu, bercocok tanam akan lebih mudah, menyenangkan, efisien waktu, tidak memerlukan pekarangan, serta akan mendapatkan pangan organik yang sehat, karena bebas hama, pestisida, dan pupuk kimia.

”Walaupun sedang bepergian, dapat tetap memantau pertumbuhan tanaman dari jarak jauh melalui gawai di tangan,” katanya.

Terkait potensi produksi massal alat itu, pemuda murah senyum ini optimistis bisa dilakukan. ”Produksi massal tentu bisa. Kendala untuk pemasaran adalah akan bersaing dengan produk pertanian tradisional dan pemahaman keunggulan dari alat ini serta hasil dari produknya. Biaya yang diperlukan untuk membuatnya sekitar Rp 500 ribu untuk satu alat,” tambahnya.

Sementara itu, Iswahyudianto ayah kandung Faza dikenal sebagai petani tulen di Lamandau. Dia bekerja sebagai PNS di Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Lamandau. Kesehariannya disibukkan dengan mengurusi lahan kebun buah dan sayurnya.

”Alhamdulillah. Memang minatnya untuk sekolah di pertanian kuat. Semoga nantinya bisa memajukan pertanian di Indonesia,” ujarnya. (***/mex/sla/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 22:17

Dishub Diminta Tambah Traffic Light

<p><strong>PALANGKA RAYA</strong> &ndash; DPRD Kota Palangka Raya menilai sejauh…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers