SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Kamis, 09 Januari 2020 15:42
Parpol Terbukti Terima Imbalan, Calon Terpilih Bisa Dibatalkan
ILUSTRASI.(NET)

SAMPIT Setoran sejumlah uang calon kepala daerah kepada partai politik agar diusung dalam pilkada sulit dibuktikan secara hukum. Padahal, apabila terbukti partai menerima uang yang kerap disebut mahar itu, calon terpilih bisa saja dibatalkan mengikuti pesta demokrasi.

Hal itu disampaikan Komisioner Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kotim Salim Basyaib, Rabu (8/1). Dia tak membantah persoalan mahar politik selalu muncul dalam setiap perhelatan pilkada. Namun, dalam praktiknya, isu itu dimainkan secara tersembunyi dan pelaku tak ada yang mau mengaku, sehingga calon bebas melenggang.

”Isu mengenai mahar politik memang sering terjadi setiap memasuki tahun politik. Tetapi, dalam kenyataannya kasus itu sulit diungkap karena dalam permainannya pelaku menjalankannya secara tersembunyi. Kalau pun ada pelaku, tak ada yang mau mengakuinya,” katanya.

Salim menuturkan, Bawaslu tidak memiliki kewenangan penuh melakukan penindakan terkait pelaku mahar. Akan tetapi, apabila ditemukan dugaan dan laporan yang disertai bukti lengkap, kasus itu bisa ditindaklanjuti.

Meski demikian, lanjutnya, adanya laporan serta bukti lengkap tanpa disertai pelapor juga tidak bisa dengan mudah ditindaklanjuti. ”Laporan dan bukti lengkap saja tidak cukup, karena kami bisa melakukan penindakan ketika ada saksi, pelapor, terduga pelaku, detail kronologi kejadian, bukti dokumen foto atau video, dan ketika dipanggil semua yang terkait bisa hadir untuk dimintai keterangan,” jelasnya.

Di sisi lain, kata Salim, apabila pelaku mahar politik itu tertangkap tangan secara langsung, kasusnya bisa segera diproses. Penindakan terkait mahar itu diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dalam Pasal 47 ditegaskan, partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan gubernur, bupati, dan wali kota.

”Jika partai politik terbukti menerima imbalan, partai yang bersangkutan dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama,” tegasnya.

Salim menambahkan, apabila partai politik terbukti menerima imbalan, partai yang bersangkutan harus dibuktikan melalui putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

”Apabila dalam putusan pengadilan dinyatakan seseorang atau partai politik terbukti memberi atau menerima imbalan pada proses pencalonan gubernur, bupati, atau wali kota, maka penetapannya sebagai calon terpilih dibatalkan,” ujarnya.

Lebih lanjut Salim mengatakan, peran Bawaslu sebagai fungsi pencegahan dan pengawasan bisa berjalan maksimal ketika disertai peran dan dukungan masyarakat. ”Peran masyarakat sangat penting membantu kami menjalankan fungsi pencegahan dan pengawasan. Jadi, ketika ada masyarakat yang menemukan kasus seperti mahar politik, sebaiknya dilaporkan. Disertai saksi dan bukti. Tetapi, persoalannya, selama ini terkait money politik tidak ada yang mau buka-bukaan,” ujarnya.

Sementara itu, mengenai dugaan praktik jual beli kursi untuk pencalonan pilkada, Salim mengatakan, hal itu bisa dilakukan pencegahan dengan memberikan pemahaman melalui sosialisasi dengan menghadirkan stakeholder dan partai politik.

”Untuk pengendaliannya, saat ini kami masih mencoba meramu kira-kira pencegahan bagaimana yang lebih efektif. Apakah mengadakan seminar atau memasang spanduk peringatan,” ujarnya.

Namun demikian, katanya, dalam tindakan pencegahan diperlukan biaya, sehingga dia berharap anggaran yang ada bisa mengakomodasi semua bentuk pencegahan dan pengendalian.

”Kami masih menyinkronkan anggaran Bawaslu Kabupaten, Provinsi, dan Bawaslu RI. Yang pasti tindakan pencegahan akan kami lakukan,” tegasnya.

Seperti diberitakan, bakal calon bupati dan wakil bupati Kotim perlu mengeluarkan biaya besar untuk mendapat rekomendasi dari partai politik. Nilai satu kursi dipatok ratusan juta, yakni antara Rp 250 juta – Rp 500 juta.

Dengan nilai sebesar itu, artinya, apabila ingin mendapat rekomendasi dari parpol pengusung dengan kuota minimal delapan kursi, biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp 2 miliar – Rp 4 miliar.

Informasi itu diperoleh Radar Sampit dari sumber terpercaya di partai politik. Dia meminta namanya tak disebutkan. Menurutnya, dana itu wajib disetorkan apabila ingin mendapat rekomendasi partai.

Selain itu, lanjutnya, untuk memenangkan Pilkada Kotim, pasangan calon memerlukan biaya politik yang besar. Bakal calon mesti menyiapkan Rp 20 – Rp 30 miliar. ”Minimal Rp 20 miliar. Misalnya yang jadi bupati Rp 15 miliar dan wakilnya Rp 5 miliar. Dan itu harus dibuktikan dalam rekening,” kata sumber tersebut.

Dana itu, tambahnya, sebagian untuk urusan perahu politik. Sisanya digunakan untuk logistik dan biaya pemenangan calon untuk seluruh relawan dan tim sukses. (hgn/ign)


BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers