PALANGKA RAYA –Dampak penyebaran Covid-19 di Kalimantan Tengah (Kalteng) turut menghambat laju perputaran roda ekonomi setempat. Dicatat pihak Bank Indonesia perwakilan Kalteng, di triwulan I 2020 ini, perekonomian hanya tumbuh sebesar 2,90 persen. Lebih lambat dibandingkan pada periode yang sama di tahun lalu, yakni sebesar 6,02 persen.
Kepala Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Tengah Yudo Herlambang menjelaskan, perlambatan ini utamanya disebabkan kinerja pertanian dan industri pengolahan yang melambat, serta terkontraksi (menurunnya) kinerja konstruksi. Kinerja ekspor juga mengalami kontraksi disebabkan melemahnya harga batu bara global, dan ekspor CPO ke Tiongkok yang terhambat dampak lockdown.
Namun begitu lanjutnya, di Pulau Kalimantan, ekonomi Kalteng berada diurutan ketiga setelah Kalsel pada urutan pertama yang ekonominya tumbuh meningkat, dan Kaltara pada urutan kedua yang ekonominya tetap tumbuh tinggi, meskipun sedikit mengalami perlambatan.
Di sisi lain papar Yudo, Pangsa ekonomi di Pulau Kalimantan masih didominasi oleh Kaltim, dengan peran besarnya sebagai produsen utama barang tambang dan energi di Indonesia. Diuraikannya, Kalteng memiliki pangsa sebesar 11,79 persen atau hanya berada satu level di atas Kaltara sebagai provinsi termuda di Pulau Kalimantan.”Ini realita ekonomi saat ini,”tukasnya.
Dilanjutkannya, pada triwulan I 2020, ekonomi Kalteng masih tumbuh ditopang oleh Sumber Daya Alam (ADA), utamanya oleh perkebunan dan industri kelapa sawit yang memiliki pangsa ±36persen. Dan pertambangan batu bara yang memiliki pangsa ±12persen terhadap perekonomian Kalteng.
Namun menurut Yudo, melambatnya produksi Tandan Buah Sawit (TBS) dan Crude Palm Oil (CPO) pada triwulan I 2020 menjadi penyebab melambatnya kinerja pertanian dan industri pengolahan.
Disamping itu paparnya, kegiatan konstruksi secara umum mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pembatasan aktivitas masyarakat termasuk kegiatan konstruksi, dan realokasi anggaran proyek menjadi penyebab menurunnya kinerja sektor tersebut.”Semua terdampak dan semoga kondisi ini segera berlalu,” harapnya.
Yudo menambahkan, perekonomian gobal diperkirakan mengalami kontraksi (penurunan) pada tahun 2020. Risiko resesi perekonomian global meningkat seiring dengan penerapan pembatasan mobilitas penduduk untuk memitigasi COVID-19 di berbagai negara.
Atas hal itu, pelemahan pertumbuhan ekonomi global mengakibatkan volume perdagangan dunia menurun. Perlambatan perekonomian dunia karena COVID-19 menurunkan permintaan barang-barang ekspor dan impor sehingga volume perdagangan menurun. Harga komoditas juga menurun akibat pelemahan ekonomi global. Permintaan global untuk berbagai komoditas juga melemah akibat kontraksi aktivitas ekonomi.
Bahkan , Harga minyak dunia juga menurun akibat dampak containment terhadap sektor transportasi dan risiko resesi ekonomi dampak Covid-19.
”Penurunan harga minyak juga turut dipengaruhi oleh kelebihan pasokan akibat tambahan produksi dari negara-negara non-OPEC seiring dengan tidak disepakatinya perpanjangan pembatasan produksi minyak (oil cuts). Sekali lagi semoga berlalu wabah ini,” pungkas Yudo. (daq/gus)