SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Minggu, 12 Juni 2016 18:29
Jabal Rahma Dikepung Vandalis dan Pengemis

Catatan Perjalanan Umrah ’Backpacker’ KPG (7)

Duito Susanto

Rombongan umrah backpacker Kaltim Post Group (KPG) ziarah lagi. Kali ini berkeliling ke situs-situs di Makkah.

DUITO SUSANTO, Makkah

Bus kami masih berputar-putar mencari tempat parkir saat pemandu city tour bercerita tentang Jabal Rahma yang berdiri di depan mata. ”Di sinilah orang sering titip namanya disebutkan untuk dipanggil agar bisa berhaji atau umrah, atau mendapat jodoh,” kata Erwin Dede Nugroho, pemandu kami Sabtu (11/6) kemarin.

”Kadang orang titip nama, ditulis di kertas, dan dibenamkan di sini. Tapi itu, ya, ndak ada dalilnya,” sambung dia.

Cerita itu langsung membuat saya teringat seorang wartawan perempuan Radar Sampit. Ketika saya bilang bahwa saya akan berumrah, dia langsung melonjak dan mengangkat tangan. ”Bos saya, bos. Titip doa ya,” katanya semringah. Tak dijelaskan memang doa semacam apa yang diharapnya. Tapi saya menangkap itu soal jodoh. Hehe...

Yah, akhirnya saya memutuskan naik ke puncak gunung itu. Walau sebenarnya terik pagi itu bisa menguras cadangan energi untuk menyelesaikan puasa. Suhu saat itu tercatat 41 derajat Celcius.

Dari jauh, gunung yang terdiri dari tumpukan batu itu tampak tak begitu tinggi. Saat membidikkan lensa kamera, tampak tulisan Arab tebal berwarna hijau di sebongkah batu. Saya kira imbauan atau larangan. Setelah dekat, ternyata ditulis dengan pilox. Dan tampaknya serupa dengan tulisan-tulisan kecil di sekitarnya; tindakan vandalis.

Bongkah-bongkah batu Jabal Rahma hampir semua bernasib sama; menjadi sarang nama. Mungkin nama orang yang datang ke sana. Mungkin juga titipan nama seperti yang dikatakan tour leader kami tadi.

Yang lebih menyedikan, banyak nama orang Indonesia. Sebagian besar mungkin. Tertulis dengan spidol; Suparmi, Maya, Sidiq, Noufal, Ilham, Siska, Syifa, Annisa, dan lain-lain. Hampir ada di semua batu yang saya lewati ketika mendaki menuju tugu di puncaknya.

Tumpukan batu gunung itu mudah dilewati meski tak ada jalur sendiri. Batu besar itu kukuh dan banyak tempat berpegangan. Tidak licin meski potensi tergelincir tetap ada.

Di tugu di puncaknya, orang-orang berkerumun. Tampaknya tugu itu juga menjadi sarang vandalis. Saya melihat seorang ibu menghapus sesuatu di tugu itu dengan menggosok-gosokan batu kecil. Ada juga yang memang memegang spidol.

Di satu sisi, sekelompok jamaah mendengarkan mutawwifnya berbicara dengan pengeras suara. Di sisi lain tampak juga yang sedang salat. Di antara kerumunan itu, pengemis menggelepar. Sebagian besar anak-anak, dan (maaf) berkulit hitam. Ada juga yang dewasa. Enam sampai tujuh orang berjejer bertingkat-tingkat dekat dengan tugu itu.

Mereka tak segan berbaring di antara pengunjung yang datang. Sembari mengerang seperti sedang melafalkan atau meneriakkan sesuatu. Ada yang tampak tak sempurna secara fisik juga.

---------- SPLIT TEXT ----------

Sabtu kemarin, tempat pertemuan Adam dan Hawa di bumi itu memang sedang ramai dikunjungi jamaah. Puluhan bus berderet-deret di tempat parkir. Jabal Rahma masuk dalam lokasi Arafah.

Kawasan itu, termasuk Musdalifah dan Mina, dan lainnya, bisa dibilang hidup sekali setahun, yakni saat musim haji. Kemarin Armina (Arafah, Musdalifah, dan Mina) hanya banyak menyuguhkan kesepian. Tak ada aktivitas. Hanya fasilitas-fasilitas kosong yang kami lewati. Seperti tempat mabit (menginap) bagi jamaah haji, ribuan tenda penampungan yang berjajar hingga ke dekat Jamarat.

”Sayang sekali sebelas bulan dalam setahun tidak digunakan. Kenapa tidak dipakai untuk acara road race atau semacamnya,” canda Erwin Dede.

Sebelum ke Jabal Rahma, kami sempat mampir ke Jabal Tsur. Kemudian Armina. Dan diakhiri di Museum Alharamein. Tempat ini menyimpan banyak koleksi yang berkaitan dengan Masjidilharam. Seperti pintu kakbah, hajar aswat, sumur zamzam, foto-foto before-after Masjidilharam dan Nabawi, dan lainnya.

Sepanjang perjalanan yang dilalui dalam city tour kemarin, Kota Makkah ternyata dikepung gunung-gunung batu. Sekilas seperti sedang melintas di kawasan tambang batubara. Jalan-jalan dan pemukiman dibangun dengan memangkas gunung-gunung. Ada juga yang didirikan di puncaknya.

Jalan-jalannya bagus dan lebar. Di kawasan menuju Armina, tampak saluran air besar. Kering. Tak ada airnya. Yang tampak aneh lantaran tempat iu jarang sekali dikunjungi hujan. ”Di sini yang ndak pernah hujan malah bikin saluran air sebesar itu. Di Indonesia yang hujan terus, saluran airnya mampet, kecil,” celetuk seorang anggota rombongan.

Gunung batu di mana-mana membuat kawasan itu tandus. Memang di sisi jalan pada jalur yang kami lalui kemarin tampak pohon-pohon hijau. Konon katanya, sebagian di antaranya bernama Pohon Soekarno. Karena disumbang Bung Karno. Entah pohonnya yang mana.

Di median jalan, pohon-pohon kecil banyak juga yang tumbuh. Menghijau bersama rumput. Kabarnya tanahnya diambil dari tempat tropis. Dan disiram air sepanjang waktu. Memang tampak jalur pipa hitam di sepanjang tempat pohon-pohon itu tumbuh. Katanya, satu pohon mendapat satu pancuran yang airnya mengucur sepanjang waktu. Sehingga tak mati dimakan suhu panas. (duito@radarsampit.com)

loading...

BACA JUGA

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers