SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN
Jumat, 24 Februari 2017 00:41
Dewan Pers Dukung Masyarakat Anti Hoax
Ilustrasi. (net)

JAKARTA – Dewan Pers mendukung masyarakat anti hoax, sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dan sekaligus membantu pemerintah dalam mencegah peredaran berita hoax.

Sedangkan langkah yang dilakukan Dewan Pers adalah melakukan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan mana saja media sungguhan atau ‘abal-abal’.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam Diskusi Media Sosial Media Civic Education/SMCE bertema “Optimalisasi Peran Pers Melalui Literasi Media dalam Menangkal Propaganda Radikalisme, Separatisme, dan Komunisme” bersama Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kemenkominfo, Gun Gun Siswandi, di Gedung Dewan Pers jalan Kebon Sirih No.32-34 Jakarta Pusat, Kamis (23/2).

Stanly—sapaan Yosep Adi Prasetyo—mengungkapkan, media sosial yang sebelumnya sebagai sarana komunikasi dan silahturahmi masyarakat penggunanya, kini berubah fungsi menjadi penyebar hoax.

“Kini, media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai, berita hoax marak. Sejumlah orang membuat akun-akun palsu. Bahkan, 85 persen wartawan saat ini memilih jalan paling mudah untuk menulis, menukar ide berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta hanya dengan mengandalkan sumber media sosial,” paparnya.

Masih soal masyarakat anti hoax, menurut dia, inisiatif semacam ini bakal membantu pemerintah dalam mencegah peredaran hoax karena masyarakat bisa berperan aktif sebagai garda depan dengan menyaring mana informasi yang benar dan mana yang tidak.

“Dewan Pers saat ini sedang menjalankan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan mana saja yang sungguhan atau media yang abal-abal. Dalam verifikasi itu, kami akan memberikan label kepada QR Code untuk media yang lolos verifikasi,” ucapnya.

Gun Gun Siswandi mengatakan, isu soal hoax tidak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.

"Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi,” katanya.

Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak ‘liar’, menurut Gun Gun dapat dilakukan sesuai koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media massa. Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Tapi, kini pemerintah fokus pada ‘hulu’, bukan hanya pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat. Makanya kami meng-encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial,” imbuhnya.

Gun Gun menilai bahwa hoax berarti disinformasi berupa berita yang berasal dari media ‘abal-abal’. Tak hanya itu, berita hoax dapat berupa meme hasil rekayasa, informasi atau pengetahuan rekaan yang tidak jelas sumbernya.

"Fenomena hoax ini sudah mewabah di berbagai daerah dan melibatkan berbagai kegiatan, baik dari produksi maupun penyebaran konten berita,” katanya.

Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi yang dibarengi dengan perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran informasi menjadi kian sulit terbendung.

"Sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau setidaknya satu SIM card. Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat. Media sosial dan aplikasi pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit,” pungkasnya. (*/ign)


BACA JUGA

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers