PANGKALAN BUN - Direktur Rumah Sakit Sultan Imanuddin (RSSI) Pangkalan Bun, dr Fachrudin angkat bicara perihal rusaknya alat parkir elektronik yang mendapat komentar pedas dari DPRD Kobar. Menurutnya alat tersebut sudah beberapa kali diperbaiki namun rusak kembali akibat disambar petir.
"Kritikan dari DPRD Kobar ini sangat bagus untuk perbaikan ke depan. Kita sadari bahwa saat ini alat parkir elektronik di rumah sakit rusak beberapa kali," kata dr Fahrudin, Selasa (10/3).
Ia menjelaskan bahwa kerusakan pertama diakibatkan sambaran petir. Tidak lama setelah alat rusak, langsung dilakukan perbaikan dengan memanggil tim teknisi. Alat tersebut kemudian berjalan normal setelah satu bulan. Namun kembali rusak dengan persoalan yang sama yakni akibat sambaran petir.
"Kerusakan yang kedua ini sudah diusahakan untuk segera diperbaiki. Sempat normal sehari tapi rusak lagi," ujarnya.
Fachrudin juga menjelaskan bahwa saat ini pengelolaan parkir elektronik telah diserahkan kepada rumah sakit. Sehingga hasil pemasukan parkir pengunjung, dananya 60 persen masuk ke kas daerah dan 40 persen untuk gaji petugas parkir di rumah sakit.
Perlu diketahui, saat parkir rumah sakit di kelola pihak ketiga, yang disetorkan ke kas daerah hanya Rp 10 juta per bulan. Setelah dikelola rumah sakit yang disetorkan meningkat mencapai Rp 28 sampai Rp 30 juta perbulan.
"Pada saat diberlakukan parkir elektronik dan setelah rusak tidak ada pengurangan yang disetorkan ke kas daerah sebanyak 60 persen dari seluruh pungutan parkir. Nilai PAD yang disetorkan juga sama. Tidak ada pengurangan secara signifikan dan kita berusaha untuk transparan," tegasnya.
Sekarang ini, lanjutnya, bagi penunggu pasien telah digratiskan. Sehingga bisa keluar masuk secara bebas dan tidak dipungut biaya. Asalkan mereka melapor kepada petugas di rumah sakit.
Selanjutnya mengenai kritik dari DPRD yang menyatakan, selama parkir elektronik rusak, pengelola dilarang memungut biaya parkir. Menurutnya hal ini bisa menimbulkan permasalahan yang lebih besar.
"Kalau tidak ada pungutan parkir, secara otomatis petugas parkir harus kita berhentikan. Karena gaji mereka itu dari pembagian 40 persen tadi. Termasuk nanti jika ada helm atau kendaran hilang siapa yang bertanggungjawab?," ujar Fachrudin mempertanyakan.
“Belum lagi, jika tidak ada petugas parkir maka peluang pengunjung rumah sakit untuk parkir sembarangan akan terjadi. Siapa yang akan mengendalikan itu semua, sehingga tidak ada mengkritik namun tidak mempunyai solusi,” terangnya.
Namun ia juga menjelaskan bahwa rumah sakit hanya sebagai pelaksana. Jika nanti Bupati atau Sekda meminta parkir rumah sakit digratiskan maka pihaknya tidak akan mempermasalahkan. “Tapi harus dipikirkan lagi mengenai siapa yang bertanggungjawab soal parkir di rumah sakit,” bebernya. (rin/sla)