SAMPIT – Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur Supian Hadi menuding salah satu penyebab Kotim disanksi pemerintah pusat dengan penundaan pembayaran Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan akibat ulah DPRD Kotim. Lembaga itu dinilai menolak rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar 50 persen sehingga berujung sanksi.
”Kami sudah mau melakukan pemotongan 50 persen itu, sampai-sampai muncul ancaman ingin menggembok kantor DPRD. Jadi, kawan-kawan di DPRD janganlah terlalu banyak menyalahkan eksekutif,” tegasnya.
Saat rapat, ungkap Supian, eksekutif dan legislatif saling tawar-menawar. Dari anggaran sebesar Rp 22 miliar milik dewan eksekutif, hanya memangkas Rp 7 miliar. Lalu turun lagi menjadi Rp 4 miliar. Hingga akhirnya DPRD berani menyisihkan Rp 1 miliar. Apabila mengacu aturan, rasionalisasi anggaran dewan harusnya sebesar Rp 11 miliar.
Fatalnya, lanjut Supian, kesepakatan itu terlambat karena terbentur hari libur, sementara pemerintah pusat menerima laporan hasil realokasi APBD itu sebelum libur. Selain itu, anggaran yang tak dipangkas sebesar 50 persen sesuai instruksi pemerintah pusat memperparah laporan rasionalisasi anggaran Kotim.
”Nah, di sinilah salahnya, karena kita tidak memenuhi 50 persen. Tetapi, dalam rapat dalam dua hari ini, termasuk besok, saya selaku Bupati Kotim akan mengambil kebijakan tegas. Seluruhnya dipotong 50 persen. Tidak ada tawar-menawar lagi berdasarkan SKB dua menteri itu,” katanya.
Dengan begitu, lanjut Supian, Pemkab Kotim akan memangkas total Rp 11 miliar anggaran DPRD Kotim tanpa basa-basi. ”Perlu diketahui, itu bukan dari 50 persen sisa anggaran, tetapi total anggaran,” tegas Supian.
Seperti diberitakan, Menteri Keuangan RI memotong Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Kotim karena tidak melaporkan penyesuaian APBD terkait penanganan Covid-19. Pemangkasan itu berdasarkan salinan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 10/KM.7/2020 tanggal 29 April 2020 tentang Penundaan Penyaluran Dana Alokasi Umum dan atau Dana Bagi Hasil Terhadap Pemerintah Daerah yang Tidak Melaporkan Penyesuaian APBD Tahun 2020.
Keputusan Menteri Keuangan tersebut ditandatangani Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti, yang menyebutkan Menteri Keuangan memberikan sanksi penundaan DAU dan atau Dana Bagi Hasil bagi pemerintah daerah yang tidak menyampaikan laporan penyesuaian APBD Tahun 2020 secara lengkap dan benar serta mempertimbangkan upaya penyesuaian APBD sesuai kemampuan keuangan daerah dan kondisi perkembangan Covid-19.
Disebutkan, penundaan penyaluran DAU sebesar 35 persen dari besarnya penyaluran DAU setiap bulan terhitung sejak Mei 2020. Penyaluran baru akan dilakukan kembali apabila pemerintah daerah menyampaikan laporan penyesuaian APBD 2020 secara lengkap dan benar kepada Menteri Keuangan.
Sekda Kotim Halikinnor mengatakan, kas daerah Kotim saat ini hanya tersisa sebanyak Rp 39 miliar. Hal tersebut akibat pemerintah pusat menunda penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar 35 persen dari besaran penyaluran DAU yang dikucurkan per bulan.
”Asalnya saldo hanya tersisa Rp 19 juta di kas daerah dan Kamis sore masuk DAU sebesar Rp 39 miliar. Tetapi, DAU yang kita terima hanya 65 persen dan 35 persennya ditunda,” kata Halikinnor, Jumat (1/5) lalu.
Halikinnor menuturkan, penundaan DAU dari pusat karena Pemkab Kotim tak dapat memenuhi syarat lengkap dan benar dalam penyampaian laporan penyesuaian APBD Tahun Anggaran 2020 ke Menteri Keuangan.
”Kami sudah menyampaikan laporan dengan mempertimbangkan penyesuaian kemampuan daerah dan perkembangan Covid-19 di Kotim, tetapi laporan rasionalisasi pengurangan anggaran belanja tidak sampai memenuhi 50 persen, sehingga tetap dikenakan sanksi,” kata Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Kotim ini.
Menurut Halikinnor, penundaan sebesar 35 persen bisa berdampak terhadap kondisi keuangan daerah, seperti tertundanya pembangunan fisik, kegiatan operasional rutin seperti pembayaran tagihan listrik, air, dan lainnya. Termasuk belanja gaji pegawai dan tunjangan hari raya (THR) yang terancam ditunda.
”Refocusing anggaran ini konsekuensinya cukup berat. Dari perhitungan awal total DAU yang kita terima sebesar Rp 163 miliar, tetapi Rp 92 miliar DAU ditunda, sehingga perencanaan meleset. Tidak sesuai perhitungan awal. Saat ini kami memikirkan bagaimana supaya cukup menggaji pegawai dan melihat kondisi ke depan, kemungkinan THR terpaksa ditunda,” tambahnya. (ang/hgn/ign)