Pengadilan Negeri Pangkalan Bun mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Kumai Sentosa (PT KS). Ketua Majelis Hakim Heru Karyono dengan Hakim Anggota Erick Ignatius Christofel dan Mantiko Sumanda Moechtar menyatakan PT KS bertanggung jawab mutlak atas peristiwa kebakaran lahan seluas 3.000 hektare di lokasi PT Kumai Sentosa, Desa Sei Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Agustus 2019 lalu.
Majelis Hakim menghukum PT Kumai Sentosa untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 175.179.930.000. Putusan Hakim PN Pangkalan Bun ini lebih rendah dari gugatan yang diajukan KLHK untuk kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 3.024.029.000 dan total nilai tuntutan KLHK sebesar Rp.1.185.090.897.020.
Selain menghukum untuk membayar ganti rugi materiil, Majelis Hakim juga menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal terbakar seluas 3000 hektare tersebut.
”Melawan pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, kami tidak akan berhenti. Kami akan gunakan semua instrumen hukum, sanksi dan denda administratif, mencabut izin, ganti rugi, maupun pidana penjara, agar pelaku kejahatan seperti ini jera,” kata Rasio Ridho Sani, Dirjen Gakkum KLHK dalam rilisnya menanggapi putusan pengadilan yang diterima Radar Sampit, Jumat (25/9).
Rasio mengapresiasi putusan Majelis Hakim PN Pangkalan Bun dalam perkara perdata ini, meski sebelumnya PN Kobar telah memutus bebas PT Kumai Sentosa dalam perkara pidana. Selain mengapresiasi Majelis Hakim, Rasio Ridho Sani juga mengapresiasi para ahli, jaksa pengacara negara, kuasa hukum KLHK yang telah membantu menangani kasus-kasus yang dihadapi KLHK.
Seperti diketahui bahwa pada 17 Februari 2021, dalam perkara pidana PT Kumai Sentosa No. 233/Pid.B/LH/2020/PN Kobar telah memutus PT Kumai Sentosa tidak terbukti bersalah atas kejadian kebakaran lahan di lokasi PT KS seluas 2.600 hektare. Putusan ini dibacakan secara terbuka di muka umum oleh Ketua Majelis Hakim Heru Karyono, didampingi oleh Muhammad Ikhsan, dan Iqbal Albanna, selaku majelis hakim anggota.
Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa KLHK tidak akan berhenti mengejar pelaku karhutla. Walaupun karhutla sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak.
“Kita dapat melacak jejak-jejak dan bukti karhutla sebelumnya dengan dukungan ahli dan teknologi,” tegasnya. Karhutla merupakan kejahatan yang serius karena berdampak langsung kepada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah yang luas dalam waktu yang lama. Tidak ada pilihan lain, pelaku harus ditindak sekeras-kerasnya.
Berkaitan dengan putusan Hakim PN Pangkalan Bun ini, Rasio Sani mengapresiasi putusan Majelis Hakim. Kami melihat putusan ini menunjukkan bahwa karhutla merupakan sebuah kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Pihak korporasi harus bertanggung jawab atas karhutla di lokasi mereka. Majelis Hakim telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggung jawaban mutlak (Strict Liability).
“Kami sangat menghargai putusan ini, untuk langkah hukum selanjutnya kami akan mempelajari pertimbangan hakim dan amar putusan terlebih dahulu,” pungkas Rasio Sani.
Sementara itu, Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup mengatakan bahwa saat ini sudah ada 20 perusahaan yang terkait karhutla yang digugat oleh KLHK. Menurutnya ada 10 perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), dengan nilai gugatan mencapai Rp. 3.722.177.077.169. ”Jumlah perkara karhutla yang kita gugat akan terus bertambah. Dan saat ini KLHK tengah mempersiapkan proses pelaksanaan eksekusi atas perusahaan-perusahaan pembakar hutan dan lahan yang telah in kracht, walaupun tantangan yang kami hadapi sangat banyak,” kata Jasmin Ragil Utomo. (sam/sla)