SAMPIT – Luasnya perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur dinilai menjadi ironi, karena masyarakat harus mendapatkan minyak goreng dengan harga mencekik. Pemerintah diminta serius menyikapi masalah itu, karena komoditas tersebut sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Mahalnya harga minyak goreng menjadi salah satu poin tuntutan mahasiswa dan pemuda saat melakukan aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kotim, Rabu (13/4). ”Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng jadi masalah, padahal daerah kita ini termasuk terbesar kebun kelapa sawitnya," kata Penanggung Jawab Gerakan Pemuda dan Mahasiswa Kotim Utomo Adriansyah.
Harga minyak goreng saat ini di pasaran mencapai sekitar Rp 22.000 - Rp 23.000 per liter. Bahkan, di tingkat eceran ada yang mencapai Rp 26.000 per liter. Harga tersebut memberatkan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Kondisi itu dinilai tak sebanding dengan luasnya perkebunan kelapa sawit di Kotim. Berdasarkan data Kementerian Pertanian tahun 2019, perkebunan kelapa sawit Kotim merupakan terluas di Indonesia, yakni mencapai 425 hektare. Terdiri dari 406 ribu ha perkebunan swasta dan asing, serta perkebunan rakyat 19 ribu ha.
Selain harga minyak goreng, kalangan mahasiswa juga menyoroti sejumlah isu strategis lainnya, yakni naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, dan melejitnya harga gas elpiji nonsubsidi.
”Kami mengapresiasi pembangunan yang sudah dicapai saat ini, tapi kami menyoroti masih banyak yang harus dibenahi dan ditingkatkan,” kata Muhammad Taufik, salah satu peserta aksi.
Pendemo juga mengkritisi kinerja DPRD Kotim. Mereka menilai para legislator tak memperlihatkan kinerja yang berarti bagi kepentingan daerah. Sebaliknya, kegiatan di luar daerah untuk perjalanan dinas terus dilakukan tanpa hasil nyata.
”Apa hasilnya dari kegiatan-kegiatan perjalanan studi banding keluar daerah itu? Jangan sampai masyarakat menilai kegiatan itu hanya untuk menghabiskan anggaran. Buktikan apa yang bisa ditiru dan dilaksanakan di Kotim,” kata Utomo.
Mahasiswa lainnya mengatakan, DPRD Kotim mengalami penurunan kinerja. Bahkan, hampir setiap minggu para wakil rakyat tersebut selalu melakukan kegiatan berbalut kunjungan kerja, kaji banding, dan lainnya.
”Selama lebih dari 2,5 tahun ini kami belum ada melihat apa hasilnya dari kegiatan-kegiatan Dewan di luar daerah. BBM langka, minyak goreng mahal, adakah DPRD menyikapinya secara serius. Kalau tidak didemo dulu, baru beraksi,” katanya.
Pertemuan antara DPRD dan mahasiswa berakhir pukul18.30 WIB usai buka puasa di gedung rapat utama. Para mahasiswa tersebut diterima Wakil Ketua I DPRD Rudianur, Wakil Ketua II DPRD Hairis Salamad, Ketua Komisi I Rimbun, dan anggota Komisi I Muhammad Abadi. Turut hadir Kapolres Kotim AKBP Sarpani dan Dandim 1015/Spt Letkol Inf Abdul Hamid.
Ada beberapa poin yang disepakati dari pertemuan tersebut, di antaranya turun bersama dengan Pemkab Kotim melakukan operasi pasar pada 18 April terkait kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, minyak goreng, dan komoditas lainnya.
Kemudian, mendorong Pemkab Kotim memberikan jaminan harga sesuai ketentuan HET dari pemerintah pusat. Ketiga, mendorong aparat penegak hukum menindak penimbun BBM subsidi, minyak goreng, dan elpiji subsidi. Keempat, mendorong pemerintah melakukan pemerataan pembangunan dan membentuk tim terpadu untuk mengawasi distribusi barang bersubsidi.
Pada bagian lain, Wakil Ketua II DPRD Kotim Hairis Salamad mengkritisi Pemkab Kotim yang hanya mengirim pejabat sekelas kepala bidang terkait aksi unjuk rasa tersebut.
”Seharusnya paling tidak Sekda Kotim yang hadir. Kenapa bisa seperti demikian? Ini persoalan penting. Aspirasi masyarakat jangan disepelekan,” tegasnya. (ang/ign)