Fenomena ikan mati mendadak dialami petani budidaya keramba di Daerah Aliran Sungai Arut, RT 05, Kelurahan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat. Kematian massal ini diketahui telah berlangsung sejak tiga hari terakhir, kondisi terparah dialami pembudidaya keramba ikan pada Selasa (1/11). Namun untuk sementara ini pembudidaya di kawasan hulu (Sungai Lamandau) masih aman.
Agar tidak merugi, petani nekat menarik keramba ikannya ke DAS Sungai Lamandau, dan bagi yang ingin bertahan mereka memanen dini ikan yang masih bisa diselamatkan. Salah seorang pembudidaya ikan keramba, Inan mengatakan, berbagai jenis ikan budidaya mati sejak tiga hari terakhir, di antaranya ikan Mas, Bawal, Patin, Nila, Baung, dan Lais. ”Ikan yang mati sebagian besar dibuang, namun yang masih hidup dipanen dini, agar petani tidak merugi terlalu besar,” ungkapnya.
Ia menyebut, hampir semua keramba yang berada di DAS Arut mati, namun jumlahnya bervariatif dan kerugian bila ditotal mencapai ratusan juta rupiah. Saat ini, pembudidaya keramba sudah banyak yang eksodus ke tempat yang lebih aman yaitu di DAS Lamandau. Sementara itu, penyuluh perikanan Tyas Susilo mengatakan saat dilakukan pengecekan terhadap PH air di hulu Sungai Arut masih terbilang aman dengan PH 5,6.
”Artinya tidak ada masalah dan dugaan akibat krisis oksigen (DO), sayangnya saya tidak punya alat untuk pengecekan oksigen,” ungkapnya. Lanjut dia, dugaan penyebab matinya ikan karena krisis oksigen yang diakibatkan adanya tumpukan material organik dari darat dan terjadi proses pengomposan. Proses pengomposan di dasar membutuhkan oksigen yang tinggi sehingga berpengaruh pada ikan budidaya. Selain itu, krisis oksigen juga bisa dipicu oleh mereka yang overfeeding (berlebihan memberi makan) dan ikan mengalami beban over dan mengganggu sistem pernapasan.
Disebutkannya, kematian ikan budidaya kali ini mencapai 40 persen dari keseluruhan keramba yang ada di DAS Arut. Jumlah ikan bila ditaksir bisa mencapai ribuan ekor yang mati. Saat dihubungi, Dinas Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat belum bisa memberikan penjelasan terkait fenomena tersebut dan pihaknya akan turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan.
Hingga saat ini juga belum dilakukan pendataan terhadap jumlah pembudidaya yang terdampak fenomena mati massal itu. Namun, secara bergelombang pembudidaya sudah mulai memindahkan keramba mereka ke DAS Lamandau. (tyo/sla)