Matinya ribuan ekor ikan budidaya keramba di Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut disikapi dengan cepat oleh tim Dinas Perikanan Kabupaten Kotawaringin Barat. Mereka turun untuk mengecek kondisi air di kawasan hulu sungai. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, diketahui bahwa penyebab matinya ikan budidaya masyarakat karena ada penurunan kadar oksigen (DO) dan peningkatan zat besi serta zat asam dari luapan banjir.
“Tim sudah ke lapangan atas arahan Pj Bupati dan kita sudah laporkan kepada terkait penyebabnya,” kata Kabid Budidaya Perikanan melalui Kabid Pemberdayaan Nelayan Dinas Perikanan Kabupaten Kobar, Manis Suharjo, Rabu (2/11). Peningkatan zat besi dan zat asam di Sungai Arut ditengarai dari keterangan para pembudidaya yang menjelaskan bahwa airnya berasa sepet dan berwarna kecoklatan. Menurutnya berdasarkan inventarisasi, kematian ikan melanda keramba milik 47 pembudidaya dengan jumlah keramba sebanyak 705 lubang.
Dijelaskannya dari ratusan keramba jaring apung itu angka kerugian mencapai Rp2.820.000.000, dengan perhitungan 705 unit lubang keramba jaring apung dikalikan Rp100 kilogram ikan per lubang dan dikalikan Rp40 ribu. Dugaan ikan mati berdasarkan pengecekan kadar oksigen hanya kurang dari 2 ppm, ditandai ikan megap-megap di permukaan dan insang tidak normal. Lanjut dia, kekurangan oksigen dikenal dengan darah coklat, air bau, dan berkarat (firit), sementara ph air dalam kondisi toleran 5,58.
“Melihat kondisi tersebut DAS Arut sudah tidak direkomendasikan untuk budidaya Keramba Jaring Apung (KJA), karena sejak 7 tahun terakhir banyak terjadi kematian ikan secara massal,” bebernya. Diterangkannya, kematian ikan massal pertama terjadi pada tahun 2014 silam, kematian ikan massal terjadi di DAS Arut dari hulu sampai Mendawai Korindo, dan sudah disosialisasikan bahwa DAS Arut sudah tidak direkomendasikan lagi untuk kegiatan budidaya.
Menurutnya penurunan kualitas air di DAS Arut dipengaruhi oleh faktor perubahan lingkungan dan untuk kasus kali ini, sepertinya ada luapan air rawa dan beberapa genangan karena banjir tahun ini. “Meski ada faktor – faktor lain yang memengaruhi penurunan kualitas air di DAS Arut,” imbuhnya.
Pembudidaya yang tidak ingin merugi lebih besar saat ini sudah beramai-ramai menarik keramba jaring apung mereka menggunakan perahu ke DAS Lamandau yang dinilai lebih aman dan kualitas airnya bagus. Sejauh ini sudah lebih dari 5 pembudidaya secara bergelombang eksodus ke DAS Lamandau. “Makanya di DAS Lamandau kelihatan masih aman saat ini,” pungkasnya. (tyo/sla)