Dugaan kekerasan seksual alias asusila oleh oknum dosen kepada seorang mahasiswi di salah satu fakultas sebuah Perguruan Tinggi (PT) terbesar di Kalteng,yang dilaporkan ke Direktorat Kriminal Umum Polda Kalteng,pada 5 September 2022 lalu, masih dalam pemeriksaan aparat. Perkembangan terbaru, Polda Kalteng dalam hal ini Direktorat Kriminal Umum (Krimum) juga memastikan sudah menetapkan tersangka terhadap terlapor. Beberapa saksi juga telah dimintai keterangan dan terus dilaksanakan pemberkasan, termasuk koordinasi dengan kejaksaan dalam hal penuntutan.
“Masih terus berlanjut dan sudah menetapkan tersangka, yakni terlapor berinisial V, yang merupakan tenaga pengajar di salah satu universitas di Kota Palangkaraya,” sebut Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Kismanto Eko Saputro,Selasa (31/1). Dijelaskannya, dugaan tindak pidana tersebut sesuai pasal 6 huruf C dan Pasal 14 ayat 2 huruf A atau pasal 15 ayat 1 huruf B UU RI Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau Pasal 351 KUHP.
“Seperti sebelumnya saya pastikan masih berjalan dan tidak dihentikan. Terkait pencabutan laporan nanti dikoordinasikan dengan penyidik, hanya saja kasus ini delik murni.Proses dilanjut walaupun laporan dicabut,” tegas Eko. Namun, hingga kini tersangka dalam kasus ini belum dilakukan penahanan.”Kita sudah melakukan proses sidik,pengiriman SPDP. Koordinasi saksi ahli dan juga koordinasi dengan jaksa terkait kasus tersebut,” tambahnya lagi. Selain itu Eko melanjutkan, jika terdapat korban atau menjadi korban kekerasan seksual yang bersangkutan diminta agar jangan takut untuk melapor dan kepolisian pasti melindungi korban.
“Pokoknya jangan takut untuk melapor.Dan kami menghimbau mahasiswi maupun mahasiswa untuk menjaga diri dan jika jadi korban harus melaporkan dan jangan didiamkan. Jangan segan-segan dan takut lapor. Kami kepolisian siap mendampingi dan melindungi,” imbuhnya. Sementara itu, juru bicara universitas tempat oknum dosen itu mengajar, Despri memberikan keterangan bahwa pihaknya telah membentuk tim satuan tugas (Satgas) Ad Hoc untuk memproses sanksi secara administrasi.
“Kita melalui satgas telah mengambil langkah secara administratif yang kini masih berjalan. Bahkan setelah kasus mencuat, dilakukan penghentian tridarma atau haknya sebagai pengajar distop. Bukan dinonaktifkan, karena penghentian merupakan kewenangan pusat,” paparnya. Despri menambahkan, saat ini pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada kementerian dan tinggal menunggu balasan untuk ditindaklanjuti. Adapun langkah tersebut berdasarkan peraturan sekretaris jenderal kementerian pendidikan, kebudayaan dan teknologi Republik Indonesia.
Disebutkan Despri, yakni Nomor 17 tahun 2022 tentang pedoman pelaksanaan peraturan menteri pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. “Bahwa hak korban dilindungi dan kini bersama dengan instansi terkait melakukan pendampingan terhadap korban guna menghindari adanya tindakan bullying saat mengenyam pendidikan,” tandasnya. (daq/gus)