Hotjen Sihombing, satu dari tiga terdakwa pembukaan lahan sawit di atas hutan produksi menjalani sidang perdananya pada Selasa (9/1/2024). Ia didakwa karena diduga telah sengaja mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah. Jaksa Penuntut Umum Taufan Afandi membeberkan bahwa kejadian berawal pada akhir 2022, saat terdakwa melakukan pertemuan di rumah Mudelin yang merupakan Kepala Desa Penopa. Di rumah tersebut sudah ada beberapa warga yang mengaku memiliki lahan di Desa Penopa yaitu Sahman, Muhammad Safarudin, Dede, Ricard, Muhammad Akmal, Sehoy, Sohin dan Setri Yanto Ogan.
“Dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan antara mereka dengan terdakwa untuk kerjasama perkebunan sawit dengan sistem bagi hasil dimana terdakwa yang mengerjakan lahan dan membiayai sejak pembukaan lahan (land clearing) hingga sawit bisa dipanen,” ungkapnya. Dengan adanya kesepakatan tersebut, pada Maret 2023 sampai dengan Agustus 2023 terdakwa mengerjakan kawasan hutan dengan membangun sarana dan prasarana berkebun sawit serta menanam sawit pada lahan tersebut.
Pada 14 Agustus 2023, Tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapat informasi masyarakat tentang adanya pembukaan lahan yang tak berizin di dalam kawasan hutan. Tim menindaklanjutinya dengan mendatangi lokasi sesuai dengan informasi yang didapat yaitu mengecek kawasan hutan yang terletak di Desa Penopa, Kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau. Hasilnya ditemukan adanya lahan yang sudah terbuka, dua barak (camp), jalan kebun, areal pembibitan dan pada areal yang sudah dilakukan pembukaan lahan atau land clearing terdapat tumpukan pohon-pohon bekas tebangan yang disusun rapi.
Dari hasil pengecekan lokasi tersebut Tim Dittipidter Bareskrim Polri melakukan pengambilan titik koordinat lokasi yang dilakukan oleh Hendri Susilo sebagai Analisis Hasil Hutan pada UPTKPHP Sukamara-Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah. Dari hasil data pengecekan titik koordinat lapangan dan tracking areal, ada areal yang telah terbuka dan tertanam sawit seluas ± 60,2 Ha yang dalam fungsi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) sesuai Lampiran Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.6627/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/2021 Tanggal 27 Oktober 2021 Tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah Sampai Dengan Tahun 2020.
Selain itu areal tersebut juga masuk di dalam areal perizin IUPHHK-HTI (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu pada Hutan Tanaman Industri) PT Grace Putri Perdana sebagaimana Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.481/Menhut-II/2013 Tanggal 4 Juli 2013 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri kepada PT. Grace Putri Perdana atas areal hutan produksi seluas ± 28.990 hektare di Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah . “Sewaktu melakukan pengambilan titik kordinat, saksi melihat langsung adanya lahan yang dibangun berupa mess atau camp dan lahan kebun sawit dengan usia tanam sekitar 8 bulan,” tambahnya.
Terdakwa telah mengeluarkan modal cukup besar untuk melakukan pengolahan lahan kebun kelapa sawit tersebut. Biaya pembukaan lahan setiap hektare sebesar Rp.8.000.000, dengan total luas pembukaan lahan sekitar untuk 52 Ha, sehingga total biaya sekitar Rp.416.000.000. Lalu biaya bibit kelapa sawit sekitar Rp 6.760 pohon, dengan total sekitar Rp.328.000.000. Biaya tanam per pohon Rp 5.000 dengan total Rp 33.800.000. Pembangunan mes /camp sekitar Rp 320 juta, belum lagi biaya pupuk. (mex/yit)