SAMPIT – Nuhranudin tiba-tiba saja menjadi perhatian warga. Pria yang berprofesi sebagai petani kelapa sawit ini berhasil menggali dan mengangkat akar pohon gaharu bunuhan yang bernilai ratusan juta rupiah. Gaharu tersebut kerap digunakan masyarakat adat di Kalteng untuk dupa.
Awalnya, pohon gaharu yang sudah ditanam secara alami diketahuinya saat pertama datang ke lokasi tersebut, Jalan Jendral Sudirman kilometer 18, Kecamatan Ketapang, pada 1994 silam. Kini, usia pohon yang sudah puluhan tahun itu sering dipertanyakan banyak orang.
Ada yang menawar harga untuk membeli pohon tersebut namun ditolak, lantaran dirinya masih belum ada niat menjualnya. ”Satu tahun lalu, saat malam, pohon itu ditebang orang ketika tidak ada yang menjaganya. Awalnya tumbuh subur hijau, sekitar 10 meter dari atas tanah, dengan lebar 40 centimeter. Tidak menyangka juga ada yang melakukan hal itu saat kami sudah pulang dari kebun,” kata Nuhran, Minggu (6/12).
Sebelum ditebang orang lain, pohon itu pernah ditawar seharga Rp 50 juta tiga tahun lalu. Akan tetapi, dia tidak menanggapi karena harga yang ditawarkan tidak sesuai. Apalagi dirinya masih belum berniat menebang dan menjualnya.
”Padahal pohon gaharu itu mau dibiarkan saja sampai besar di lahan kebun. Pernah ditawar, cuma tidak menjual karena tidak cocok harga. Saat masih hidup, pohon itu seharga sekitar 100 juta. Itu hanya batangnya, tidak termasuk akarnya,” jelasnya.
Pria kelahiran Desa Dadahup, Kabupaten Kapuas, yang tinggal di Desa Telaga Baru ini belum bisa memastikan berapa harga yang akan ditawarkannya apabila pohon itu akan dijual.
”Jika ada yang menawar dengan harga yang sesuai, mungkin dijual saja. Kita dengarkan dulu bagaimana tawarannya. Yang tersisa dari pohon itu hanya akar dan batangnya yang tertinggal sepanjang 70 centimeter,” tuturnya.
Untuk menggali dan mengangkat akar tersebut dari dalam tanah, menurut Nuhran, perlu perjuangan keras. Selain harus menggali tanah yang keras, dia juga tidak menggunakan peralatan modern.
”Dari Senin (30/11) sampai Kamis (3/12) waktu yang diperlukan untuk menggali akar gaharu itu. Ada empat orang yang menggalinya. Tanah keras berupa tanah liat dan bauksit. Kami menggali menggunakan cangkul dan pisau, serta gergaji. Saat menggali juga diperlukan kesabaran agar akar pohon gaharu tidak rusak,” ungkapnya.
Nurhan menuturkan, menjelang pengangkatan akar pohon gaharu, sempat terjadi peristiwa mistis. Dia bermimpi bertemu sepasang ular yang hidup di bawah akar gaharu itu, namun tidak menganggu. Nuhran kemudian meminta pendapat beberapa orang mengenai mimpi itu. Dari saran sejumlah orang, dia membuat kopi pahit dan kopi manis mengangkat akar pohon tersebut.
Dari akar pohon gaharu itu, Nuhran berencana akan membuat baju tradisional. ”Rencananya kulit akarnya mau dibuat baju kesenian daerah (Kalteng). Saat ini akarnya kita bersihkan dulu, baru kita kupas. Di kebun masih banyak sisa akarnya. Kita akan gali lagi dan ambil kulitnya,” katanya. (mir/ign)