SAMPIT- Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur terus menggenjot pendapatan asli daerah (PAD), salah satunya melalui sektor pajak usaha kuliner. Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Kotim sedang menyurvei objek wajib pajak, yakni restoran, rumah makan, dan kafe.
Kepala Bappenda Kotim Marjuki mengatakan, dari 110 objek wajib pajak di Sampit, sudah 74 tempat usaha kuliner telah disurvei. Dalam menyurvei, pihaknya melihat apakah pihak mengelola mencatat seluruh transaksi. Dari hasil survei sementara itu, ada indikasi sejumlah pengusaha belum memiliki pencatatan keuangan.
”Selama ini mereka (pengusaha kuliner) menghitung penghasilan sendiri dan menilai pajak sendiri. Misal, mereka bulan ini bayar pajak satu juta rupiah, bulan depan juga satu juta. Itu perhitungan keliru. Sekarang tidak boleh lagi mereka menghitung, menilai, dan membayar sendiri,” kata Marjuki.
Setiap tempat usaha kuliner diharuskan memiliki pencatatan keuangan, sehingga pembayaran pajak nanti berdasarkan kondisi usaha. Nantinya, setiap pengusaha akan diminta melampirkan bukti berupa salinan catatan transaksi penjualan guna mengetahui berapa jumlah pajak yang harus dibayar.
”Setiap bayar pajak akan dilampirkan, jadi tahu omset mereka setiap bulan. Pajak tidak perlu ditakuti. Ada anggapan harga jual lebih mahal dan pembeli keberatan. Itu keliru. Pajak ini dipungut ketika melakukan transaksi, tinggal nanti tagihannya 10 persen untuk pajak. Jadi, kalau penjualan ramai ya ramai, kalau sepi ya sepi. Sesuai omset,” tegas Marjuki.
Hasil survei tersebut akan disampaikan ke Bupati Kotim Supian Hadi untuk selanjutnya diketahui, tempat usaha kuliner mana saja yang taat. Bila tidak kooperatif , Pemkab Kotim bisa mengevaluasi perizinan usahanya.
Dia juga mengharapkan, tidak ada lagi pengusaha yang merasa dirugikan. Apalagi sampai keberatan membayar pajak. Sebab, pajak merupakan komitmen bersama dalam membangun daerah. Bila objek pajak taat, kemakmuran masyarakat di daerah akan terwujud.
Guna mengawasi ini, Bappenda juga telah menggandeng kantor pelayanan pajak. Sebab, Bappenda kini belum memiliki apatur penilai dan pengawas. Bappenda juga akan bekerja sama dengan kantor pelayanan pajak dalam penindakan bagi objek pajak yang tidak taat.
Menurut Marjuki, hal tersebut dilakukan guna mengoptimalkan pendapatan daerah. Sebab, pendapatan daerah seperti ini merupakan salah satu bukti kemandirian daerah. Kemandirian daerah diukur dari sejauh mana bisa mengali PAD-nya, yaitu pajak daerah dan retribusinya. Tidak bisa bergantung dari bagi hasil pusat, provinsi, maupun DAK (dana alokasi khusus) dan DAU (dana alokasi umum).
Untuk diketahui, target PAD Kotim tahun lalu Rp 41 miliar lebih, tahun ini naik menjadi Rp 55 miliar. Untuk pajak rumah makan tahun lalu Rp 3 miliar tahun ini meningkat menjadi Rp 4,2 miliar lebih.
”Kami optimistis, kalau dilihat dari potensi masih sangat memungkinkan untuk mencapai target bahkan dapat melampaui,” pungkas Marjuki. (oes/ign)