Langkah Pemuda Dayak, Hidupkan Kembali Seni Beladiri yang Nyaris Mati
Kekhawatiran mulai hilangnya kebudayaan lokal menjadi perhatian serius banyak pihak. Hal itu juga disadari Yayasan Pendidikan Kristen Maranatha Sampit untuk menghidupkan kembali seni bela diri daerah agar tak termakan zaman.
RADO, Sampit
ZAMAN dulu, pemuda suku Dayak wajib mengusai ilmu beladiri. Hal ini sebagai bekal untuk merantau dan pertahanan diri jika diserang. Sebab, kondisi alam dengan hutan belantara, membuat manusia harus waspada melalui pembekalan diri dengan seni bela diri. Beladiri tersebut diwariskan secara turun temurun leluhur suku Dayak.
Akan tetapi, seiring berkembangnya zaman, generasi muda Dayak Ngaju yang meninggalkan tradisi beladiri ini, sudah tidak mengenal lagi jenis-jenisnya. Misalnya, kuntau, bangkui, dan sending 12. Hanya sebagian kecil yang masih mempertahankan tradisi ini, sebagai bekal untuk perlindungi diri.
Hal itulah yang melatarbelakangi seni beladiri pencak silat Manggatang Utus untuk mengaktifkan kembali tradisi seni beladiri itu. ”Mulai 2016 ini kami memprogramkan setiap sekolah diadakan ekstrakurikuler demikian,” ujar Gunawan Garib, Ketua Pencak Silat Manggatas Utus di sela-sela latihan di Yayasan Pendidikan Kristen Maranatha Sampit kemarin.
Gerakan seni bela diri khas Dayak ini menyerupai beladiri dari dataran Tiongkok yang memiliki korelasi, karena konon asal muasal suku Dayak berasal dari dataran Tiongkok. Seni bela diri juga sering ditampilkan dalam upacara tertentu dan sudah menjadi bagian tradisi adat istiadat suku Dayak, misalnya pesta perkawinan yang lebih sering dikenal dengan sebutan Lawang Sekepeng.
”Seni beladiri ini untuk dipertahankan, bukan untuk melakukan hal-hal yang negatif seperti tawuran dan itu tegas kami larang,” ujar pria yang juga PNS di Satpol PP Kotim itu.
Dijelaskan Gunawan, untuk menguasai seni beladiri ini secara utuh, perlu waktu relatif lama, sulit, dan harus mempunyai ketahanan fisik yang kuat. Proses terakhir belajar kuntau, yakni berada dalam suatu lingkaran dan harus bisa menangkis serangan yang menggunakan senjata tajam.
”Biasanya guru akan membekali muridnya dengan memberikan minyak gerak, yaitu cairan berupa minyak yang jika dioleskan ke tangan, gerakan tangan akan menjadi lebih lincah,” katanya.
Latihan itu, lanjutnya, tidak dipungut biaya. Pembiayaan dibebankan pihaknya dan dana merupakan hasil swadaya kelompoknya. Untuk ke depannya, pihaknya juga akan menyasar pihak keamanan, serperti petugas pengamanan di perkebunan besar kelapa sawit dan lain sebagainya.
”Ini murni bagi kami untuk mempertahankan budaya daerah kita di tengah gerusan zaman. Kami tidak memungut buaya apa pun kepada pelajar ini,” katanya. (***/ign)