SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Sabtu, 12 September 2015 00:24
Perekonomian Rakyat Kian Keropos

SAMPIT – Perekonomian rakyat di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) kian keropos. Para petani kelapa sawit terpuruk karena harga yang terus anjlok. Kondisi mereka menyusul petani karet dan rotan yang lebih dulu terjepit beban ekonomi yang semakin meningkat.

”Saat ini bukan hanya petani rotan dan karet yang merasakan perekonomian sulit. Sektor kelapa sawit juga merasakan dampak yang begitu berat. Bahkan ini paling parah,” kata Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Rakyat (Aspkesra) Kotim Kemikson F Tarung, Jumat (11/9).

Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit saat ini berada pada titik Rp 700 per kg dari harga awal Rp 1.300 per kg. Menurut Kemikson, petani di lapangan sudah pasrah terhadap kondisi itu. Selain harga anjlok, kondisi petani kian sulit karena produksi menurut drastis  akibat kemarau panjang.

”Selain turun harga, juga terjadi musim trek atau pemunduran hasil panen sawit. Penderitaan masyarakat petani sawit ini pun masih terus berlanjut. Kondisi ekonomi warga yang dominan berkebun sawit di daerah ini benar-benar terpuruk,” kata dia.

Sebelumnya, kata Kemikson, dalam satu hektare per bulan, petani bisa dua kali panen untuk kelapa sawit yang sudah memasuki masa panen raya, yakni 8 tahun ke atas dengan produksi mencapai dua ton. ”Satu hektare bisa saja mendapatkan kurang lebih 2 juta dalam sebulan. Sekarang karena harga  terjun bebas, tidak seperti itu lagi,” katanya.

Dia menjelaskan, kelapa sawit ini tidak sepeti karet yang semakin lama disimpan, harganya semakin mahal. Apabila sudah waktunya panen, sawit tidak bisa ditunda. Apabila ditunda, buahnya akan busuk dan tak laku dijual.

Turunnya harga, kata Kemikson, disebabkan beberapa hal. Di antaranya, dampak naiknya dollar terhada nilai tukar rupiah. ”Bisa saja perkebunan kelapa sawit menggunakan dana pinjaman luar negeri dan mereka kewalahan membayar bunga dan pokok pinjaman itu, sehingga harga menjadi seperti ini,” tuturnya.

Kemudian, lanjutnya, permintaan CPO dunia mengalami penurunan. Sebab, ada beberapa negara yang menerima CPO dari Indonesia mengalami krisis. Akibatnya, CPO dalam negeri mengalami penumpukan dan pabrik CPO juga menurunkan produksi. ”Di sini mereka tetap produksi, namun satu-satunya jalan menurunkan harga,” ucapnya.

Meski demikian, kata Kemikson, apabila alasan nilai tukar rupiah yang anjlok menjadi penyebabnya, sebenarnya ketika dolaar naik importir lebih diuntungkan. Sebagai contoh, 1 liter CPO hargnya 1 dollar, sementara nilai tukar rupiah Rp 10 ribu. Seminggu kemudian dollar naik menjadi Rp 14 ribu. ”Ketika menjual, akan mendapatkan laba dari kurs ini. Pengalaman saya ketika di perusahaan kayu dulu, dalam setahun bisa mendapatkan miliaran dari laba selisih kurs,” katanya.

Kemikson menegaskan, pemerintah harus bisa membatasi pinjaman pihak swasta ke bank luar negeri dan memacu penggunaan dana pinjaman dalam negeri. Hal itu dilakukan dengan memberikan keringanan bunga atau dengan memberikan insentif lainnya.

”Kalau banyak pinjaman luar negeri, selain berakibat seperti saat ini, maka banyak penghasilan dari dunia usaha yang tidak seharusnya mengalir ke luar negeri, seperti bunga pinjaman bank,” tandasnya. (ang/ign)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers