PALANGKA RAYA – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tak hanya berimbas bagi manusia, tetapi mengancam ekosistem dan populasi satwa, terutama orangutan. Satwa dilindungi itu dilaporkan ada yang mengidap infeksi saluran pernapasan. Ratusan orangutan lainnya juga terancam mengidap infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena menghirup asap.
Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) meminta para pemangku kepentingan bekerja keras melindungi dan merehabilitasi orangutan Kalimantan dan habitatnya.
”Ini sudah sangat membahayakan. Tim kami di Program Konservasi Mawas, Pusat Rehabilitasi Orangutan di Nyaru Menteng dan Samboja Lestari kini melakukan patroli dan pengawasan ketat terhadap kemungkinan munculnya titik api di seluruh wilayah kerja kami, sekaligus mencegah risiko kebakaran,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.
Sihite menuturkan, pihaknya bekerja keras melindungi orangutan yang kini menyandang status sangat terancam punah akibat meluasnya karhutla. Total sekitar 80 hektare hutan gambut di wilayah kerja diterjang api.
”Dua puluh hektare di daerah Sei Daha, dekat Pusat Penelitian Tuanan, dan 60 hektare di Sei Mantangai. Keduanya di Kabupaten Kapuas terbakar. Namun, sampai saat ini kami belum melakukan penyelamatan atau evakuasi orangutan yang terancam karhutla,” katanya.
Sihite menuturkan, ada beberapa wilayah kerja Yayasan BOS yang terancam karhutla atau dampak asap, yakni Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari (Kalimantan Timur), Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng (Kalteng), dan Program Konservasi Mawas (Kalteng).
Dia menambahkan, asap tipis yang diduga hasil kebakaran menyeruak ke Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari selama beberapa hari terakhir. Untuk mencegah dampak buruk terhadap orangutan yang tengah menjalani rehabilitasi, tim medis memberikan susu dan multivitamin pada 130 orangutan di lokasi itu.
”Kegiatan luar ruang para orangutan muda di sekolah hutan juga dibatasi hanya beberapa jam. Bagi orangutan dewasa yang berada di dalam kompleks kandang, tim teknisi Samboja Lestari secara teratur melakukan penyemprotan untuk menjaga suhu kandang tetap sejuk,” katanya.
Dia menegaskan, kabut asap jelas memengaruhi kondisi kesehatan manusia dan orangutan. Sebab, muncul partikel debu dan karbon sisa pembakaran yang memasuki saluran pernapasan dan menyebabkan reaksi alergi berlebihan.
”Hal ini bisa memicu infeksi, seperti bronchitis dan pneumonia akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. Namun, sejauh ini belum ada orangutan yang terjangkit infeksi pernapasan atau ISPA,” ujarnya.
Di Nyaru Menteng , lanjutnya, asap tebal tidak hanya membahayakan kondisi kesehatan staf, namun 355 orangutan yang dirawat, serta di pulau prapelepasliaran di sekitarnya.
”Sebanyak 37 orangutan muda ditengarai terjangkit infeksi saluran pernapasan ringan. Tim medis kami di Nyaru Menteng dengan sigap memberikan pengobatan menggunakan nebulizer, multivitamin, dan antibiotik. Terutama bagi orangutan yang dianggap mengidap infeksi parah,” ujarnya.
Sihite menambahkan, gangguan juga terjadi pada program Konservasi Mawas. Sebab, hutan gambut seluas 309.000 hektare di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan terbesar.
”Sampai hari ini titik panas masih ditemukan di daerah seluas kurang lebih 20 hektare tersebut. Intinya, kami berharap ini cepat berlalu dan ditangani lebih serius oleh semua kalangan,” pungkasnya. (daq/ign)