Sidang kasus sengketa lahan Bandara Tjilik Riwut Palangka Raya mulai bergulir di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (15/3). Sidang dengan agenda mediasi terpaksa ditunda lantaran hanya dihadiri pihak penggugat, yakni Umin Duar Nyarang. Sementara pihak tergugat, PT Angkasa Pura II, Badan Pertanahan Nasional, dan Dinas Perhubungan Kalteng, tidak hadir dalam sidang. Umin Duar Nyarang melayangkan gugatan dengan permintaan ganti rugi Rp 264 miliar. Dana sebesar itu dihitung atas kerugian yang sudah menimpanya dan harga lahan di kawasan tersebut. Dia mengaku punya bukti kepemilikan berupa surat adat dan dokumen pertanahan lainnya.
“Tadi sudah dilakukan sidang mediasi. Namun ditunda karena tergugat tak hadir dan meminta sidang ditunda untuk minggu depan. Saya sendiri selaku penggugat tetap berkeinginan ganti rugi sebesar Rp 264 miliar atau sepantasnya, yang penting dimusyawarahkan terlebih dahulu,” ujar Umin saat ditemui di Pengadilan Negeri Palangka Raya, Selasa (15/3). Pria berusia 75 tahun ini ingin menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara musyawarah. Ia pun membuka pintu komunikasi kepada para pihak terkait agar mendapatkan win-win solution.
“Saya membuka pintu musyawarah. Biar diselesaikan secara kekeluargaan dan win-win solution, artinya kedua belah pihak sama-sama tak dirugikan. Saya memiliki dokumen resmi atas hal itu. Dulu saat pak presiden meresmikan bangunan baru Bandara TjiliK Riwut, bisa saja kami melakukan aksi, tetapi hal itu tidak dilakukan karena menghormati dan kami sabar,” sebutnya.
Menurut Umin, upaya hukum ini sebagai bentuk perjuangan mempertahankan hak-hak atas lahan itu. Apalagi secara riil, dia memiliki dokumen tentang pertahanan dimaksud. ”Saya tidak akan berani jika tidak ada bukti. Namun ini kami memiliki dokumen, ada surat adatnya, ada surat keterangan dan surat garapnya. Makanya kita buktikan saja di pengadilan,” ujar Umin.
Gugatan dilakukan lantaran pemerintah maupun PT Angkasa Pura II tidak memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan. Padahal sudah beberapa kali komunikasi dan mediasi dilakukan. Sampai akhirnya Umin melakukan gugatan ke pengadilan. “Saya yakin bahwa lahan itu secara sah merupakan milik orang tua saya. Dibuktikan dengan berbagai dokumen pertanahan dikeluarkan tahun 1974 dari Kepala Kampung Pahandut Duris P Unjik dan dibenarkan lagi tahun 1983 oleh Damang Adat Pahandut Simal Penyang,” tuturnya.
Umin Duar Nyarang mengancam akan menutup akses menuju lokasi sengketa lahan jika persoalan ini tidak kunjung selesai. “Saya harap bisa diselesaikan. Bisa saja kami memblokir jalan ke lokasi,jika tidak mendapatkan kejelasan dan penyelesaian. Maka itu saya harap bisa terselesaikan, walaupun tetap jalur hukum, saya pun siap,” ujar Umin. Luasan lahan yang diklaim Umin Duar Nyarang kurang lebih 133 hektare di Jalan Adonis Samad. Gugatan perdata terdaftar di Pengadilan Negeri Palangka Raya dengan register perkara No 10/PDT.G/2022/PN.PLK. Umin Duar menguasakan kepada tiga pengacara, yakni Arry Sakurianto, Eka Amirza, dan Emen Gumeri. (daq/yit)