SAMPIT – Indikasi kebocoran potensi pendapatan daerah dari sektor perkebunan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) jadi sorotan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bersama DPRD Kotim diharapkan serius menyikapi masalah itu. Anggaran sebesar Rp 500 miliar yang hilang dan merugikan itu bisa dimanfaatkan untuk pembangunan daerah.
”Harusnya pemerintah daerah menyeriusi pendapatan yang diungkap DPRD Kotim tersebut supaya tidak menjadi isu liar,” kata Agung Ady Setiono, pengamat politik dan hukum di Kotim, Senin (19/9).
Agung menuturkan, DPRD dan Pemkab Kotim harusnya bisa bekerja sama mengejar potensi pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perkebunan tersebut. Apalagi selama ini pemerintah daerah selalu mengatakan kekurangan anggaran untuk pembangunan.
”Harusnya itu yang dikejar, karena uang besar untuk kas daerah. Kalau benar perhitungan dari 17 perusahaan perkebunan yang tidak ber-HGU (Hak Guna Usaha, Red) itu ada Rp 500 miliar, maka ini jadi angin segar dan bisa membiayai pembangunan yang cukup banyak di Kotim,” ujarnya.
Sebagai negara hukum, lanjut Agung, daerah dirugikan dengan hal tersebut. Aktivitas perkebunan yang tidak mengantongi HGU tentunya harus didorong agar memiliki legalitas berusaha. Dengan demikian, daerah tidak hanya sebatas menjadi penonton terhadap investasi.
”Selama ini pajak dari perkebunan tidak ada masuk ke daerah. Hanya BPHTB ini saja yang bisa diandalkan untuk ke kas daerah,” katanya.
Menurut Agung, seharusnya Pemkab Kotim menjadi pemantik agar perkebunan segera mengurus HGU. Apalagi perusahaan tersebut kabarnya sudah operasional dan panen dalam puluhan tahun terakhir.
”Ini yang jadi tanda tanya. Apa memang tidak diurus HGU-nya atau memang prosesnya sebegitu rumit mendapatkan HGU, sehingga ada yang katanya puluhan tahun operasional tidak mengurus HGU,” ujar Agung.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Kotim Rimbun mengungkap, ada sekitar 17 perkebunan yang tidak mengantongi HGU di Kotim. Hal tersebut jadi potensi kerugian daerah dan menguntungkan oknum tertentu. Pasalnya, Kotim tidak bisa mendapatkan BPHTB sekitar Rp 500 miliar lebih.
Rimbun menjabarkan, belasan perusahaan itu harusnya memiliki kewajiban membayar BPHTB. Total luasan dari 17 perkebunan yang tak memiliki HGU sekitar 1.341.554.800 meter kuadrat berupa tanah dan bangunan. Nilai BPHTB yang harus dibayar sebesar Rp 551.376.022.800. ”Pemkab Kotim sebenarnya tahu hal itu,” katanya.
Rimbun menuturkan, pihaknya tengah mempelajari hal tersebut. Untuk mencegah kebocoran, DPRD Kotim akan berkoordinasi dengan semua pihak terkait. Apalagi dengan kondisi keuangan daerah yang berat seperti sekarang, memerlukan sumber pendapatan lain untuk membiayai pembangunan. (ang/ign)