SAMPIT – Puncak peringatan hari ulang tahun (HUT) Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kotim ke-71 di Gedung Serbaguna Sampit, Kamis (29/9), jadi momentum bagi bidan yang bertugas di pedalaman ”menodong” Bupati Kotim Halikinnor mencairkan insentif mereka yang belum dibayarkan. Halikinnor akan mengupayakan hal itu tahun depan.
Ketua PC IBI Kotim Mursyidah mengatakan, berdasarkan informasi dari bidan yang bertugas di luar Kota Sampit, insentif belum mereka terima sejak Februari 2021 hingga kini.
”Sudah 20 bulan insentif mereka belum terbayarkan," ujarnya.
Mursyidah mengaku baru mengetahui lebih dari setahun insentif bidan luar kota belum terbayar. Pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak, membuat dua tahun belakangan mereka belum pernah melakukan pertemuan skala besar, sehingga tidak mengetahui persoalan tersebut.
Dia berharap Pemkab Kotim bisa segera menindaklanjuti hal itu, agar para bidan yang bertugas di pedalaman Kotim bisa mendapatkan haknya.
”Kami yang bertugas di kota tidak tahu perihal insentif yang belum dibayarkan tersebut, karena memang yang menerima insentif hanya bidan di luar kota. Kebetulan hari ini momentumnya tepat, jadi langsung kami sampaikan ke bupati," katanya.
Saat ini, lanjutnya, ada 459 tenaga bidang bidan di wilayah Kotim yang tersebar di berbagai kecamatan maupun desa.
Merespons hal itu, Halikinnor berjanji akan mengupayakan insentif bidan yang bertugas di pedalaman bisa cair tahun depan. ”Insya Allah, tahun depan kami akan upayakan membayar insentif para bidan di daerah pedalaman," katanya.
Halikinnor menuturkan, pemberian insentif hanya ditujukan bagi tenaga bidan di daerah pelosok atau luar kota. Hal itu sebagai bentuk apresiasi Pemkab Kotim bagi bidan yang bertugas di pedalaman dan daerah terisolir. Bagi bidan yang bertugas di perkotaan, tidak mendapat insentif.
Bukan maksud untuk mendiskriminasi, tapi pertimbangan dari pemberian insentif ini adalah agar para bidan yang bertugas di pelosok betah dan pelayanan kesehatan tetap berjalan. Khususnya terkait persalinan agar bisa merata sampai ke pelosok Kotim.
”Jangan sampai karena bidan perkotaan dan perdesaan mendapat insentif yang sama, lalu yang di perdesaan berbondong-bondong pindah ke kota. Bagaimana nasib masyarakat di pelosok? Itulah salah satu pertimbangan kami. Jadi, yang di kota tidak perlu iri," katanya. (yn/ign)