Pembunuhan terhadap personel Polda Kalteng secara tidak langsung menyibak praktik bekingan bisnis narkoba di kawasan Puntun oleh oknum aparat penegak hukum. Korban terbunuh setelah meminta jatah sabu dan sejumlah uang dari bisnis haram tersebut. Hal tersebut terkuak setelah aparat akhirnya mengungkap motif penganiayaan yang berujung tewasnya AW, polisi berpangkat Aipda yang bertugas di Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Kalteng, Selasa (6/12). Korban dianiaya sejumlah orang hingga tewas pada Jumat (2/12) lalu.
Sejauh ini aparat telah meringkus delapan tersangka. Dua tersangka yang terakhir ditangkap, yakni Abu Kasim alias Kasim dan Ahmad Muzakiir alias Eza. Keduanya melakukan pemukulan dan ikut menganiaya korban hingga meninggal dunia. Enam tersangka lainnya yang ditangkap lebih dulu, yakni Suhaili alias Lili (52), Nopriansyah alias tengkong (29), Baidi alias Japang (29), Adi alias Tikus (43), Muhammad Iqbal alias Bal Tumbal (27), dan Akhmad Laksa (36). Sejumlah pelaku lainnya masih diburu, termasuk pelaku penembak leher dan telinga korban menggunakan air softgun.
Radar Sampit memperoleh informasi, sejumlah pelaku merupakan penjaga loket bisnis haram tersebut dengan upah Rp1,5 juta per hari atau sekali jaga. Sejumlah pos jaga tersebut telah dihancurkan aparat dalam operasi selama dua hari setelah pembunuhan terjadi. ”Kami sudah amankan delapan tersangka. Dua tersangka baru ditangkap kemarin (Senin, 5/12). Sudah dinaikkan jadi tersangka karena membunuh anggota Polri,” kata Kapolresta Palangka Raya Kombes Pol Budi Santoso. Budi mengungkapkan, kronologi penganiayaan berawal ketika korban mendatangi lokasi di pos pertama dan meminta uang serta narkoba 0,5 gram. Sebelum permintaannya dipenuhi, sempat terjadi cekcok dengan petugas jaga loket bisnis narkoba tersebut.
Selanjutnya, korban mendatangi pos kedua. Cekcok mulut kembali terjadi. Di lokasi inilah terjadi perkelahian hingga korban dikeroyok. Selain dipukul menggunakan tangan kosong, korban juga dihantam menggunakan balok kayu. ”Melihat ada perkelahian, pelaku lain membantu dan korban terdesak, lalu lari ke rawa-rawa. Pelaku tetap mengejar sampai akhirnya korban dikeroyok. Ada yang memukul menggunakan tangan kosong, balok, dan palu. Di tempat itu juga ada penembakan menggunakan airsoft gun lima kali. Ada di leher dan kuping,” ujar Budi.
Penganiayaan itu membuat korban akhirnya tak berdaya. Saat itu posisinya masih di rawa-rawa. Warga yang melihat korban kemudian mengevakuasinya ke daratan. Setelah itu, korban dibawa ke rumah sakit, namun meninggal dunia dalam perjalanan. ”Korban meninggal dunia di jalan, bukan di TKP. Namun, tetap dalam penyelidikan aparat kepolisian,” ujarnya.
Budi menegaskan, sejumlah pelaku lainnya masih diburu, termasuk aktor utama, yakni pelaku yang menembak korban. Satu pelaku lainnya masih juga dikejar lantaran memprovokasi untuk menghabisi nyawa korban. ”Banyak yang masih kami kejar. Ada tiga. Saya imbau pelaku yang belum ditangkap segera menyerahkan diri. Tindakan tegas terukur akan diberlakukan jika melakukan perlawanan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil visum dan autopsi, lanjutnya, ada dua proyektil bersarang di leher dan telinga kanan korban. Ada pula bekas pukulan benda tumpul di kepala belakang. ”Yang membuat korban meninggal dunia adalah dua proyektil dan pemukulan benda tumpul. Korban ditembak dari jarak dekat. Para tersangka mengetahui korban adalah anggota Polri,” katanya. Budi menambahkan, pelaku dijerat Pasal 338 jo 170 Ayat 3 dan 351 Ayat 1 dengan ancaman penjara 12 tahun lebih. ”Kasus ini akan terus dituntaskan. Semoga pelaku lain bisa ditangkap,” ujarnya.
Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Wilayah Kalteng Pendeta Mediorapano mendesak agar pelaku lainnya yang masih berkeliaran agar segera ditangkap. Dia juga mengharapkan polisi bisa mengungkap motif utama kasus yang terjadi di wilayah yang dikenal dengan sebutan kampung narkoba itu. ”Harus diusut tuntas sejelas-jelasnya. Kepolisian harus mengungkap motif utama pembunuhan tersebut,” katanya. (daq/ign)