SAMPIT | PANGKALANBUN | PALANGKA | KOTAWARINGIN | METROPOLIS | BARITO | GUMAS | DPRD SERUYAN

METROPOLIS

Senin, 13 Maret 2023 14:47
Nonton Semalam Suntuk, Penonton Dibuat Terharu Kisah Pilu
Serunya Cerita Dalang Kadriansyah dalam Pertunjukan Wayang Banjar di Sampit
LESTARIKAN KESENIAN: Dalang Muhammad Kadriansyah saat memainkan karakter wayang kulit dalam Pagelaran Wayang Kulit Banjar Panca Lima di halaman Kantor Bupati Kotim, Jumat (10/3) malam. (HENY/RADAR SAMPIT)

Puluhan tahun pertunjukan wayang kulit Banjar dari Kalimantan Selatan tak pernah digelar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Jumat (10/3) malam lalu, Bupati Kotim Halikinnor mendatangkan langsung pertunjukan wayang banjar secara spesial untuk melestarikan budaya tersebut.

HENY-radarsampit.com, Sampit

Rumput halaman Kantor Bupati Kotim di Jalan Jenderal Sudirman masih basah selepas hujan yang mengguyur Kota Sampit, Jumat (10/3) sore. Suara jangkrik dan binatang malam lain terdengar samar-samar. Terpal cokelat tua yang dibentangkan mulai terisi sejumlah masyarakat. Jumlahnya tak lebih dari 100 orang. Termasuk para pria berpakaian kuning dari grup Laung Kuning Banjar Sampit. Di sisi berbeda, sejumlah pejabat nampak duduk di kursi. Wajah mereka samar terlihat karena gelapnya malam dan lampu yang temaram. Sesekali terdengar suara gelak tawa laki-laki yang suaranya begitu familiar di kalangan masyarakat Kotim. Ada Bupati Kotim Halikinnor, Wakil Bupati Kotim Irawati, dan sejumlah pejabat lainnya.

Mereka ikut menyaksikan pertunjukan wayang kulit Banjar asal Grup Panca Lima Kandangan yang malam itu sedang pentas di halaman Kantor Bupati Kotim. Sudah dua jam lebih Dalang Muhammad Kadriansyah (50) menceritakan kisah tentang seorang pemuda yang ingin menikah dengan seorang putri dari kayangan. Bagi masyarakat yang bukan penggemar wayang, menontonnya mungkin tak betah berlama-lama. Namun, bagi pencinta wayang kulit Banjar, mereka larut dibuai cerita yang dibawakan sang dalang semalam suntuk. Penonton hanya melihat bayang-bayang wayang kulit yang dikendalikan dalang di balik kelir dengan pencahayaan minim. Di balik layar, hanya ada lampu belencong semacam lentera yang terkadang sengaja digoyang agar wayang kulit terlihat lebih hidup. Selain dalang, ada pula beberapa pemain musik yang memainkan angklung, gamelan, dan alat musik tradisional lainnya.

Setiap kalimat dalang meluncur dari mulutnya, terdengar seperti suara alat ketik zaman dulu yang sumber suaranya dari alat musik. Suara itu sebagai tanda jeda dari setiap cerita yang dibawakan dalang.

Sekretaris Laung Kuning Banjar, Mahfud, yang ikut menonton mengaku sangat terhibur dengan cerita yang dibawakan dalang dalam bahasa Banjar. ”Sudah lama sekali saya tidak pernah menonton wayang Banjar. Malam ini saya menonton bersama Ketua Laung Kuning Banjar Darmansyah Jauhidi dan rekan-rekan lain. Saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada Bupati Kotim Halikinnor yang sudah mendatangkan dan mengadakan wayang kulit Banjar di Kota Sampit,” kata Mahfud. Mahfud mencoba mereview singkat cerita yang dibawakan dalang dalam bahasa Indonesia. Singkatnya, pemeran utama dalam cerita ini adalah Nala Garing yang ingin menikah dengan seorang putri dari kayangan.

Niatnya yang ingin menikah dibantu Raja Adipati Jenaka yang sudah bernazar, alias berjanji akan membantu Nala Garing agar dapat menikahi Putri Sasi Udara dari kayangan.  Keduanya lalu menemui ayah sang putri yang bernama Maha Guru Dewa Kayangan dengan maksud ingin meminang putrinya. Melihat perawakan dan rupa Nala Garing yang sangat jauh dari harapan, Raja Maha Guru Dewa Kayangan merasa keberatan dan menolak pinangan Nala Garing. Meski demikian, Raja Adipati Jenaka sudah berjanji akan menikahkan Nala Garing dengan perempuan yang ia sukai, Putri Sasi Udara dari kayangan.

Raja Adipati berusaha mewujudkan janjinya menikahkan Nala Garing, hingga terjadilah pertempuran antara pasukan Raja Adipati Jenaka dari keluarga keturunan Pandawa dengan para prajurit Maha Guru Dewa Kayangan. Ada puluhan panglima bertempur dan semua kalah. Kekalahan itu membuat Raja Maha Guru khawatir. Dia takut nasib rakyat dan kerajaannya. Lalu, Raja Maha Guru menghubungi prajurit kepercayaannya, Dewa Sangga Langit untuk melawan Raja Adipati Jenaka. Permintaan Raja Maha Guru dituruti karena sudah termakan hasutan Raja Maha Guru. Dia menyebut, Raja Adipati Jenaka akan menggantikan posisi kerajaan dan ingin membunuh seluruh prajurit dan masyarakat di kayangan. Dewa Sangga Langit kemudian turun ke bumi menemui Raja Adipati Jenaka hingga  terjadinya perkelahian. Usai perkelahian,  Dewa Sangga Langit baru menyadari Raja Adipati Jenaka merupakan saudara di Kampung Pandawa. Dewa Sangga Langit lalu  menceritakan kenapa sampai dirinya berkelahi dengan Raja Adipati Jenaka.

Raja Adipati Jenaka menjelaskan maksud kedatangannya beberapa waktu lalu ke Raja Maha Guru dengan niatan baik ingin menikahkan Nala Garing, anak dari Semar agar bisa menikah dengan Putri Sasi Udara. Masih adanya hubungan ikatan persaudaraan membuat Dewa Sangga Langit luluh ingin membantu Nala Garing berkomunikasi dengan Raja Maha Guru. Dengan kepiawaiannya, akhirnya Raja Maha Guru menyetujui syarat 15 hari lagi datang ke kerajaan Dewa Langit.

”Dalam masa 15 hari, putri tiba-tiba diculik Rahwana (bangsa jin), karena Rahwana juga menyukai putri. Lalu terjadilah pertempuran besar antara prajurit Rahwana dengan prajurit Raja Adipati Jenaka dan semua keluarga Pandawa,” kata Mahfud. Pertempuran itu dimenangkan Raja Adipati Jenaka. Setelah itu terwujudlah pernikahan Nala Garing dengan Putri Sasi Udara. ”Ini hanya cerita singkatnya. Sebenarnya, Dalang membawakan cerita itu selama delapan jam, dari pukul delapan malam sampai empat subuh. Kami menikmati ceritanya yang sangat menghibur,” ujarnya.

Mata Mahfud sempat berkaca-kaca ketika dalang menceritakan kisah pilu Nala Garing. ”Jujur, kalau ceritanya diikuti dari awal sampai akhir, rasanya mau menangis saat Nala Garing dihina fisiknya habis-habisan oleh Putri. Dari hinaan itu, Nala Garing diberikan syariat oleh Raja Adipati Jenaka berupa ikat batang tubuh yang mampu memikat dan meluluhkan hati sang Putri. Dia langsung minta maaf karena sudah menghina dan seperti terhipnotis mendengar nyanyian Nala Garing. Mereka berdua akhirnya menikah. Itulah akhir ceritanya,” ujarnya. Fauzi Rahman, asisten Dalang dalam Wayang Kulit Banjar Grup Panca Lima mengatakan, mereka berasal dari Kandangan dan sering berpindah tempat pentas.

”Kami diundang langsung Pak Bupati Kotim untuk mengadakan pentas Wayang Banjar di Kota Sampit. Kami sangat berterima kasih sudah diundang dan diberikan kesempatan untuk tampil mengenalkan wayang Banjar. Kami harapkan semua penonton yang hadir terhibur,” ujar Fauzi di sela pertunjukan berlangsung. Di balik panggung, Fauzi mengatakan, ada sedikit perbedaan antara wayang kulit dalam tradisi Banjar dan Jawa. Pertama, dari bahasa yang digunakan dan kedua bahan pembuatan wayang.

”Di Jawa, bahan utama wayang kulit kerbau, sementara wayang Banjar lebih sering dibikin dari kulit sapi atau kambing. Ada 70 karakter nama wayang kulit Banjar dan postur wayang kulit Banjar cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan wayang kulit di Jawa,” katanya. Wayang kulit Banjar populer di kalangan masyarakat Kalsel sejak awal abad ke-14. Hal itu ditandai dengan masuknya pengaruh Kerajaan Majapahit ke Kalimantan pada kurun tahun 1300-1400 masehi.

Konon katanya, saat pemimpin pasukan Majapahit Andayaningrat memasuki wilayah Banjar membawa seorang dalang wayang bernama Sakar Sungsang. Namun, pada masa itu pagelaran wayang yang dibawakan Sakar Sungsang kurang diminati, karena penyampaian ceritanya didominasi idiom Jawa. Setelah kebangkitan Kesultanan Demak dan kuatnya pengaruh Islam ke Kalimantan, pertunjukan wayang kembali populer. Pada masa itu, dakwah Islam kerap dibarengi pertunjukan wayang kulit.

Masyarakat Banjar mulai tertarik setelah pertunjukan wayang kulit dipelopori Datuk Toya. Berjalannya waktu, kesenian wayang kulit yang lebih dikenal dalam tradisi Jawa diadopsi masyarakat suku Banjar dengan mengubah bahasanya menjadi bahasa Banjar yang lebih menarik masyarakat. Bupati Kotim Halikinnor mengatakan, pertunjukan wayang kulit dahulu pernah ada di Kotim, tepatnya di Kecamatan Cempaga. Setelah dalang meninggal, wayang kulit Banjar tak pernah lagi dipentaskan. ”Dalangnya bernama Idrus.  Setelah beliau meninggal, tak pernah lagi diadakan. Malam ini saya coba mengundang Wayang Kulit Purwa Banjar dari Grup Panca Lima,” kata Halikinnor.

Halikinnor mengatakan, pagelaran wayang kulit Banjar masih serangkaian dengan kegiatan Festival Budaya Habaring Hurung yang dibuka di Taman Kota Sampit, Jumat (10/3) malam. ”Pemkab Kotim ingin mengangkat kesenian budaya yang sudah mulai punah, salah satunya wayang kulit Banjar,” ujarnya. Halikinnor sedikit kecewa melihat jumlah penonton tak begitu banyak. Padahal, Pemkab Kotim telah menyebarkan informasi ke masyarakat, bahwa ada pertunjukan wayang kulit Banjar di halaman Kantor Bupati Kotim.

”Mungkin masyarakat mengira kegiatan ini eksklusif. Padahal, semua masyarakat yang suka menonton pertunjukan wayang boleh menonton. Saya lihat tadi penontonnya tidak begitu banyak, mungkin ada masyarakatnya saja yang hobi menonton. Yang muda-muda belum tentu senang menonton sampai semalam suntuk, kalau masyarakat yang tua-tua betah saja menonton,” ujarnya. (***/ign)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 09 September 2015 00:45

Uji Kebohongan, Tim Hukum Ujang Dukung Uji Forensik

<p>&nbsp;PALANGKA RAYA - Tim Kuasa Hukum Ujang-Jawawi menyatakan penetapan hasil musyawarah…
Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers