Hujan badai yang memporak-porandakan rumah warga dan puluhan pohon di Kabupaten Kotawaringin Barat disebabkan oleh gelombang equatorial rossby. Musibah ini juga merenggut dua warga yang tewas tersambar petir. Badai esktrem ini merupakan peristiwa terburuk sejak 30 tahun terakhir, sejak hujan es yang terjadi tahun 1980-an silam. Kepala Stasiun Meteorologi (Stamet) Bandara Iskandar Pangkalan Bun menyebut, gelombang equatorial rossby atau rossby ekuator adalah fenomena yang terjadi di fluida (atmosfer/lautan) yang berotasi secara berpasangan dan bergerak ke arah barat di sekitar kawasan ekuator. Gelombang rossby juga dikenal dengan istilah gelombang planet.
“Hujan dengan angin kencang dan petir kemarin karena konvergensi dan gelombang rossby equator, konvergensi berupa belokan angin di wilayah Kalimantan, atau pertemuan angin yang menyebabkan pertumbuhan awan hujan yang signifikan di wilayah kita,” ujarnya, Senin (23/10/2023).
Ia menyebut, terjadinya hujan lebat dan angin kencang juga dikarenakan peralihan musim kemarau ke musim hujan, angin timuran (Monsun Australia) mulai melemah dan mulai masuk angin barat (Monsun Asia). Cuaca ekstrem yang terjadi Minggu 22 Oktober 2022, kecepatan angin mencapai 30 knot atau setara dengan 55 kilometer per jam. Dengan kecepatan angin tersebut, dapat merobohkan pohon yang sudah lapuk atau kekuatan pohon yang lemah, menerbangkan atap-atap rumah yang tidak kuat seperti kejadian kemarin, dan peristiwa banyaknya rumah dan pohon yang terdampak juga terjadi karena kecepatan angin berlangsung dalam durasi yang lama. Gelombang Rossby saat ini tidak aktif, namun tetap harus diwaspadai karena bisa kembali terjadi beberapa hari ke depan. (tyo/yit)