Seorang pria berinsial MI ditangkap polisi karena menjadi muncikari (germo) prostitusi online via aplikasi MiChat. Mirisnya, perempuan yang ‘dijual’ adalah pacarnya sendiri. Kasus ini sudah tahap persidangan di Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau. MI berstatus terdakwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Lamandau Taufan Afandi mengatakan, sidang perdana Senin (23/10) kemarin digelar dengan agenda pembacaan dakwaan Kata Taufan, dalam perkara ini, terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat (1) UU RI no 31 tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO, dan atau pasal 27 ayat (1/) UU RI no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), serta pasal Pasal 296 KUHPidana karena dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain. Taufan membeberkan, kejadian berawal sekitar bulan November 2022 lalu, saat DA pacarnya MI mengaku siap jual diri karena tidak memiliki uang untuk membayar sewa kamar kos dan MI pun merelakan dikarenakan ia juga tidak mampu membiayai kehidupan mereka.
Kemudian pada Januari 2023, mereka bersepakat untuk membuka praktik pelayanan seks/berhubungan badan melalui aplikasi MiChat dan membagi peranan masing-masing. DA siap melayani tamu yang ingin berhubungan badan dengannya, sementara MI mencari pelanggan yang mau berhubungan badan dengan DA melalui aplikasi. Pada Maret 2023, mereka ke Kabupaten Lamandau dan menginap di Hotel Samaliba selama beberapa hari untuk melayani pelanggan.
“Di bulan Juni 2023 mereka mendengar bahwa di Lamandau banyak orang yang menginap di Hotel S, dan mereka berangkat ke Lamandau,” ungkap jaksa. Ditambahkan, pada pertengahan bulan, terdakwa datang memesan kamar dan diberikan kamar nomor 13. Kemudian resepsionis meminta KTP terdakwa dan menjelaskan bahwa tidak boleh membawa pasangan yang bukan suami istri ke dalam kamar, namun terdakwa mengatakan bahwa kamar tersebut adalah untuk sendiri. “Sesampainya di kamar nomor 13, kemudian DA masuk ke dalam kamar dan terdakwa mengambil handphone milik DA untuk membuka aplikasi MiChat. Di aplikasi, terdakwa memasang nama palsu sebagai Melinda dengan foto profil setengah badan tanpa terlihat wajah,” beber jaksa.
Bila ada pelanggan yang memesan, maka terdakwa yang akan membalas (komunikasi) dengan pelanggan seolah-olah sebagai DA. Tarif pelayanan singkat (Short Time) berkisar Rp 700 ribu bisa nego, biasanya setelah tawar menawar, sepakat di harga Rp 300 ribu. “Sejak buka layanan prostitusi online dari 14-15 Juni 2023, terdakwa mendapatkan 9 orang tamu, dengan tarif kisaran Rp 300 ribu dan terdakwa mendapat total upah Rp 400 ribu,” sebut jaksa.
Terakhir pada tanggal 16 Juni 2023 sekitar pukul 19.30 WIB terdakwa kembali dapat satu pelanggan yang membayar Rp 300 ribu kepada DA, sementara terdakwa dapat upah Rp 50 ribu. Namun apes, hari itu merupakan malam terakhir pertualangan pasangan sejoli ini di dunia prostitusi online. Mereka terjaring razia operasi pekat (Penyakit Masyarakat) Polres Lamandau, Kalimantan Tengah. (mex/fm)