Sidang perkara kepemilikan narkoba seberat 6,4 kilogram di Sampit dengan terdakwa Tino Aji Saputro, jadi ajang pembuktian bagi Kejari Kotim untuk memperlihatkan taringnya dengan tuntutan mati. Keberanian Kejari diuji dalam kasus yang jadi sorotan banyak kalangan itu. Sidang tersebut sudah memasuki babak akhir. Agenda sidang, Selasa (2/1/2024) harusnya penyampaian tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun, terpaksa ditunda pekan mendatang karena majelis hakim yang menyidangkan perkara sedang sakit.
Penasihat hukum terdakwa, Bambang Nugroho, enggan berkomentar mengenai tuntutan terhadap kliennya. ”Kita lihat saja nanti tuntutan jaksa bagaimana. Apakah hukuman mati atau lainnya,” kata Bambang. Tuntutan hukuman terhadap terdakwa merupakan salah satu atensi publik di tengah gempuran narkotika di Kotim. Publik berharap hukuman pada terdakwa menjadi contoh dan memberi efek jera kepada semua pelaku bisnis barang haram tersebut. ”Kami berharap ini harus mendapatkan hukuman yang setimpal dan maksimal, karena barang yang diedarkannya tidak main-main. Kelasnya sudah kilogram,” kata Riyandi, salah satu pemuda di Sampit.
Kalangan mahasiswa di Kotim sebelumnya juga menantang JPU menuntut hukuman mati pada para pelaku. Adi S, mahasiswa bidang hukum di Sampit berharap JPU menuntut hukuman maksimal, yakni seumur hidup atau hukuman mati. Hal tersebut dinilai layak, karena pengedar narkoba selama ini menghancurkan generasi muda Kotim. ”Bisa dibayangkan pengrusakan begitu masif terhadap anak muda dan masyarakat kita dengan sabu 9 kilogram ini. Ada ribuan orang yang terjebak dan dihancurkan, sehingga kami menilai hukuman maksimal pun tentunya lebih ringan dari perbuatan pelaku yang luar biasa ini,” katanya, beberapa waktu lalu.
Catatan Radar Sampit, ancaman hukuman mati bagi pelaku kasus narkoba kelas kakap seolah hanya basa-basi. Sejumlah pihak mulai dari aparat hingga pejabat, kerap menggaungkan hal tersebut saat pengungkapan bisnis haram. Faktanya, hukuman terhadap para budak narkoba berakhir jauh dari harapan.
Sejumlah kasus besar penangkapan sabu dengan barang bukti mencapai 1 kilogram lebih, selalu berakhir dengan tuntutan oleh jaksa maupun vonis pengadilan selama belasan tahun. Sementara itu, pada fakta persidangan kasus yang menyeret Tino, petugas jaga malam di wilayah Baamang itu sejatinya menerima sabu sebanyak 10 kilogram. Empat kilogram sudah terjual dan sisanya, 6.436,95 gram, diamankan diamankan aparat.
Hakim dibuat geleng -geleng kepala mendengar hal tersebut. Hal itu dinilai sebagai kasus narkoba dengan barang bukti terbanyak yang ditangani Pengadilan Negeri Sampit. Terdakwa mengaku bukan pemilik barang tersebut. Dia hanya diminta untuk mengambil sabu dan mengedarkannya. ”Waktu dihubungi katanya cuma dua kilogram, saat datang ternyata 10 kilogram,” ucap Tino. Terdakwa mengaku menerima upah Rp3 juta per kilogram. Dia telah menerima upah Rp6 juta. Tino ingin mengedarkan sabu bersama Yudha Afriandi alias Yuda (berkas terpisah), setelah dikenalkan rekannya. Dua hari setelah menghubungi Yuda, dia diminta menerima sabu tersebut.
Sementara itu, Yuda mengaku sabu yang mereka edarkan milik Sukadi. Dia kenal Sukadi setelah dikenalkan seorang rekannya ketika pernah sama-sama mendekam di Lapas Sampit. Tino diamankan pada 26 Juli 2023 lalu, di rumahnya Jalan Jaya Wijaya, Sampit. Dari terdakwa diamankan sabu seberat 6.436,95 gram. Dari kicauan Tino, petugas berhasil mengamankan Yuda di Jakarta. (ang/ign)